TERBARU

RUU Kontroversial, Israel Bergerak Majukan Hukuman Mati Bagi Tahanan Palestina

RUU Kontroversial, Israel Bergerak Majukan Hukuman Mati Bagi Tahanan Palestina


Knesset, parlemen Israel, baru saja meloloskan RUU hukuman mati dalam pembacaan pertama, sebuah langkah kontroversial yang langsung menuai kecaman dari berbagai pihak. RUU ini secara spesifik menyasar warga Palestina yang ditahan Israel dan dituduh melakukan aksi terorisme.

RUU ini diajukan oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, seorang tokoh sayap kanan yang dikenal dengan pandangan garis kerasnya. Pengesahan ini menandai peningkatan ketegangan yang signifikan antara Israel dan Palestina.

Mengapa RUU Hukuman Mati Muncul Kembali?

Sebenarnya, RUU serupa pernah beberapa kali diajukan di Israel, namun selalu kandas. Kali ini berbeda. Dukungan kuat dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, ditambah dengan pergeseran lanskap politik Israel yang semakin ke kanan, menjadi faktor penentu. Eskalasi ketegangan di wilayah pendudukan dan serangkaian serangan yang diklaim dilakukan warga Palestina memicu iklim yang mendukung pendekatan lebih keras terhadap masalah keamanan.

Apa Isi RUU Kontroversial Ini?

Menurut laporan The Times of Israel, RUU ini memungkinkan pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepada individu yang membunuh warga Israel dengan motif "rasis" atau dengan tujuan "merugikan Negara Israel dan kebangkitan kembali kaum Yahudi di tanahnya".

Dukungan pemerintah Netanyahu sangat kentara saat pemungutan suara di Knesset pada Senin (10/11/2025), di mana 39 anggota parlemen mendukung dan 16 menolak dari total 120 anggota Knesset. Ben-Gvir mengklaim bahwa hukuman mati akan efektif mencegah terorisme dan memberikan keadilan bagi korban. RUU ini juga memberi hakim wewenang menjatuhkan hukuman mati tanpa kesepakatan bulat dari panel hakim, perubahan signifikan dari praktik saat ini.

Kritik Pedas dan Kontroversi yang Menyertai

RUU ini langsung mendapat kritik tajam, terutama karena dianggap diskriminatif. Banyak pihak menilai RUU ini secara spesifik menargetkan warga Palestina yang menyerang warga Israel, namun tidak mencakup warga Israel yang melakukan kejahatan serupa terhadap warga Palestina. Prinsip kesetaraan di depan hukum dinilai dilanggar dan berpotensi memperburuk ketegangan. Selain itu, muncul kekhawatiran RUU ini akan dijadikan alat politik untuk menekan perbedaan pendapat dan mengintimidasi warga Palestina di wilayah pendudukan.

Amnesty International Angkat Bicara

Amnesty International menjadi salah satu suara lantang menentang RUU ini. Erika Guevara Rosas, Direktur Senior Amnesty International, mengungkapkan kekhawatirannya, "Mayoritas dari 39 anggota Knesset Israel menyetujui dalam pembacaan pertama sebuah RUU yang secara efektif mengamanatkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati secara eksklusif kepada warga Palestina."

Guevara Rosas menegaskan bahwa hukuman mati tidak boleh dijatuhkan dalam kondisi apapun, apalagi jika digunakan sebagai alat diskriminasi untuk pembunuhan, dominasi, dan penindasan yang dilegalkan negara. Amnesty International menyerukan penolakan RUU ini dan menegaskan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keadilan.

Langkah Selanjutnya: Jalan Panjang Menuju Undang-Undang

Meski lolos pembacaan pertama, RUU ini masih harus melewati pembacaan kedua dan ketiga di Knesset. Anggota parlemen masih berkesempatan mengajukan amandemen dan melakukan perdebatan lebih lanjut. Setelah semua tahapan ini dilalui dan disetujui mayoritas anggota parlemen, RUU baru akan disahkan menjadi undang-undang. Proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, dan tidak ada jaminan RUU ini akan lolos. Penentangan kuat dan tekanan internasional dapat memengaruhi proses legislasi.

Reaksi dari Berbagai Pihak

Pengesahan pembacaan pertama RUU ini memicu reaksi beragam dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Sambutan dari Itamar Ben-Gvir

Sebagai pengusul, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir menyambut baik hasil pemungutan suara. Ia mengklaim RUU ini langkah penting memerangi terorisme dan melindungi warga Israel. "Ini adalah momen bersejarah bagi Israel," ujarnya. "Kami akan terus berjuang melindungi negara kami dan memastikan teroris dihukum setimpal."

Respons Keras dari Hamas

Hamas, organisasi yang menguasai Jalur Gaza, mengecam keras langkah ini. Mereka menyebut RUU itu sebagai "wajah fasis yang buruk dari pendudukan Zionis yang brutal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional." Hamas juga memperingatkan bahwa RUU ini akan memperburuk ketegangan dan memicu eskalasi kekerasan.

Kecaman dari Kementerian Luar Negeri Palestina

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina juga mengecam RUU ini, menyebutnya sebagai "bentuk baru eskalasi ekstremisme dan kriminalitas Israel terhadap rakyat Palestina." Mereka menyerukan komunitas internasional untuk mengutuk RUU ini dan mengambil tindakan untuk melindungi hak-hak rakyat Palestina. Mereka juga menuduh Israel menggunakan RUU ini sebagai alat untuk melegitimasi penindasan dan pendudukan wilayah Palestina.

Pengesahan pembacaan pertama RUU hukuman mati ini menjadi babak baru dalam konflik Israel-Palestina. RUU ini berpotensi menimbulkan konsekuensi luas bagi sistem peradilan Israel, hubungan Israel-Palestina, dan reputasi Israel di mata dunia. Dengan proses legislasi yang masih panjang dan berbagai reaksi yang bermunculan, masa depan RUU ini masih belum pasti. Namun, satu hal yang jelas: isu ini akan terus menjadi sumber kontroversi dan ketegangan di wilayah tersebut.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment