Gaza Memanas, Ada Apa dengan Hubungan Pemerintah dan Militer Israel?

Gaza kembali menjadi pusat perhatian dunia. Di balik layar pemerintahan Israel, tensi dikabarkan meningkat antara pemerintah dan militer. Sumber utama perdebatan ini diduga adalah perbedaan pendapat soal strategi penanganan Jalur Gaza. Apa yang sebenarnya terjadi di balik hubungan yang selama ini tampak solid? Kabar ini muncul menjelang pengumuman rencana baru oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terkait operasi militer di wilayah tersebut.
Rencana Pendudukan Gaza Mencuatkan Perpecahan
Laporan media lokal Israel mengungkap adanya pembahasan serius mengenai opsi pendudukan penuh Jalur Gaza. Rencana yang konon didorong sejumlah anggota kabinet ini bertujuan untuk menumpas habis kelompok Hamas dan membebaskan sandera yang ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023. Namun, rencana ini ditengarai tidak mendapat dukungan penuh dari kalangan militer, sehingga memicu perdebatan sengit di internal pemerintahan. Informasi ini mengemuka saat perang di Gaza memasuki bulan ke-23, memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah memprihatinkan.
Perbedaan Strategi Jadi Sumber Ketegangan
Perselisihan ini berakar dari perbedaan strategi yang diusulkan. Beberapa menteri di pemerintahan disebut-sebut mendukung opsi pendudukan penuh sebagai solusi pamungkas. Sementara itu, kalangan militer menyuarakan kekhawatiran atas risiko dan implikasi dari langkah tersebut. Perbedaan pandangan ini kian tajam seiring dengan tekanan publik untuk segera mengakhiri konflik dan membebaskan para sandera.
Penegasan Menteri Pertahanan Israel
Merespon laporan yang beredar, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengeluarkan pernyataan tegas melalui media sosial. Ia menegaskan bahwa militer wajib melaksanakan setiap keputusan yang diambil pemerintah. "Merupakan hak dan kewajiban kepala staf untuk menyatakan posisinya dalam forum yang tepat, namun militer terikat oleh setiap keputusan yang dibuat oleh pemerintah," tulis Katz. Ia menambahkan, "Setelah keputusan diambil oleh eselon politik, IDF akan melaksanakannya dengan tekad dan profesionalisme." Penegasan ini mengindikasikan upaya meredam perdebatan publik dan menegaskan otoritas pemerintah dalam pengambilan keputusan strategis.
Peringatan dari Kepala Staf IDF
Berseberangan dengan pernyataan Menteri Pertahanan, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Letnan Jenderal Eyal Zamir, justru memperingatkan tentang risiko "masuk ke dalam jebakan" jika Israel memutuskan menduduki penuh Jalur Gaza. Peringatan ini disampaikan dalam rapat kabinet yang membahas opsi kelanjutan perang Gaza pada Selasa, 5 Agustus. Televisi Kan melaporkan, Zamir mengusulkan alternatif selain pendudukan penuh, seperti mengepung wilayah-wilayah yang diduga menjadi tempat persembunyian Hamas dan melancarkan serangan terfokus. Usulan ini mencerminkan kekhawatiran militer akan biaya, kompleksitas pendudukan jangka panjang, dan potensi eskalasi konflik. Channel 12 juga melaporkan bahwa Zamir menganggap pendudukan penuh sebagai opsi yang kurang menguntungkan.
Reaksi dan Kemungkinan Langkah Selanjutnya
Ketegangan antara pemerintah dan militer ini memicu beragam reaksi di kalangan pengamat politik dan masyarakat Israel. Ada yang mendukung ketegasan pemerintah dalam menanggapi ancaman Hamas, namun ada pula yang sependapat dengan militer yang lebih hati-hati dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari setiap tindakan.
Seruan Persatuan dari Menteri Katz
Menyikapi situasi ini, Menteri Katz kembali menegaskan pentingnya persatuan dan profesionalisme dalam menghadapi tantangan keamanan. "Kita harus bersatu dalam tujuan kita untuk melindungi warga negara Israel dan mengamankan masa depan yang lebih baik bagi negara kita. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun kita harus selalu mengutamakan kepentingan nasional," ujarnya, mencerminkan upaya meredakan ketegangan dan membangun konsensus.
Operasi Militer Kemungkinan Akan Ditingkatkan
Di tengah perdebatan internal, muncul indikasi bahwa Israel mungkin akan meningkatkan operasi militernya di Jalur Gaza. Media lokal melaporkan seruan evakuasi terbaru untuk sebagian wilayah Gaza City di utara dan Khan Younis di selatan. Seorang juru bicara militer Tel Aviv menyatakan bahwa pasukan darat bersiap untuk "memperluas cakupan operasi tempur." Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi peningkatan korban sipil dan memperburuk situasi kemanusiaan. Peningkatan operasi militer diperkirakan akan menyasar area padat penduduk yang diyakini menjadi tempat persembunyian Hamas dan lokasi para sandera ditahan. Meski bertujuan membebaskan sandera dan melumpuhkan Hamas, langkah ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan bagi warga sipil dan stabilitas kawasan.
Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa lebih dari 35.000 warga sipil Palestina tewas dalam konflik sejak Oktober 2023. Ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dan menghadapi kondisi kehidupan yang memprihatinkan. Situasi ini menuntut solusi komprehensif dan berkelanjutan, yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak dan mengutamakan keselamatan serta kesejahteraan warga sipil. Perkembangan selanjutnya terkait konflik ini akan terus dipantau dan dilaporkan secara berkala.