TERBARU

Perspektif Islam Tentang Penerimaan Hadiah dari Sumber Pendapatan yang Tidak Halal

Perspektif Islam Tentang Penerimaan Hadiah dari Sumber Pendapatan yang Tidak Halal
Perspektif Islam Tentang Penerimaan Hadiah dari Sumber Pendapatan yang Tidak Halal

Qumedia - Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering dihadapkan pada dilema moral yang memerlukan pertimbangan hukum Islam yang matang. Salah satu persoalan yang cukup pelik adalah bagaimana sikap seorang muslim ketika menerima hadiah dari seseorang yang sumber pendapatannya tidak halal. Pertanyaan ini telah dibahas secara mendalam dalam artikel berjudul "Hukum Menerima Hadiah dari Pegawai dengan Penghasilan Haram dalam Islam" yang ditulis oleh Ismail Fajar Romdhon di situs persis.or.id.

Hadiah dalam Perspektif Islam

Islam sangat mendorong umatnya untuk saling berbagi dan memberikan hadiah sebagai bentuk silaturahmi dan penguatan tali persaudaraan. Fitrah manusia sebagai makhluk sosial menjadikan interaksi dan saling berbagi menjadi kebutuhan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat.

Tradisi memberikan hadiah memiliki landasan kuat dalam ajaran Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا

"Rasulullah Saw. biasa menerima hadiah dan biasa pula membalasnya." (HR. Al-Bukhari, 3/157)

Imam Ash-Shan'ani dalam penjelasannya mengenai hadis ini menyatakan:

فِيهِ دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّ عَادَتَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ جَارِيَةً بِقَبُولِ الْهَدِيَّةِ وَالْمُكَافَأَةِ عَلَيْهَا

"Hadits ini menunjukan bahwa merupakan kebiaasaan Nabi Saw. menerima hadiah kemudian beliau membalas memberikan hadiah." (Subul As-Salam, 2/132)

Manfaat Pertukaran Hadiah dalam Mempererat Ukhuwah

Saling memberi hadiah tidak hanya sebagai tradisi, tetapi juga memiliki hikmah tersendiri dalam memperkuat ikatan persaudaraan. Rasulullah SAW menekankan pentingnya tradisi ini dengan sabdanya:

تَهَادُوا تَحَابُوا

"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Al-Bukhari, Adab Al-Mufrad, 1/306 no. 594)

Dalam konteks masyarakat modern yang semakin individualistis, anjuran saling memberi hadiah ini menjadi sangat relevan untuk membangun kembali nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial yang semakin terkikis. Hadiah bukan sekadar pemberian material, tetapi simbol kasih sayang dan penghargaan yang dapat melunturkan kecemburuan sosial dan memperkuat persatuan.

Bahkan, Rasulullah SAW menganjurkan untuk tidak menolak hadiah:

أَجِيبُوا الدَّاعِيَ، وَلَا تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ، وَلَا تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ

"Hadirilah undangan dan jangan menolak hadiah dan juga jangan memukul orang-orang muslim." (HR. Al-Bukhari, Adab Al-Mufrad, 1/306 no. 157)

Dilema Menerima Hadiah dari Sumber yang Tidak Halal

Meskipun Islam mendorong praktik saling memberi hadiah, namun ketika hadiah tersebut berasal dari sumber pendapatan yang tidak halal, muncul persoalan hukum yang perlu diperhatikan. Seperti dijelaskan dalam artikel "Hukum Menerima Hadiah dari Pegawai dengan Penghasilan Haram dalam Islam" dari persis.or.id, menerima hadiah dari hasil usaha yang haram tidak dianjurkan karena dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan atau dukungan terhadap praktik yang diharamkan dalam Islam.

Allah SWT dengan tegas memerintahkan kita untuk saling membantu dalam kebaikan, bukan dalam kemungkaran:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (QS. Al-Maidah {5}: 2)

Tanggung Jawab Moral Terhadap Kemungkaran

Setiap muslim memiliki kewajiban untuk mencegah kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ.

"Siapa di antaramu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangannya (menggunakan kekuasaan), bila tidak mampu dengan tangannya, hendaklah dengan lisannya, jika tidak mampu, hendaklah dengan hatinya, dan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman." (HR Muslim, Abu Dawud, Attirmidzi, Annasaai, Ibnu Majah, dan yang lainnya)

Dalam konteks hadiah dari sumber yang tidak halal, menolak hadiah tersebut bisa menjadi bentuk pencegahan kemungkaran dengan tindakan (tangan) atau perkataan (lisan) yang dapat memberikan edukasi pada pemberi hadiah tentang pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal.

Teladan Sahabat dalam Menyikapi Makanan yang Tidak Halal

Ismail Fajar Romdhon dalam artikelnya di persis.or.id menyebutkan kisah inspiratif dari Abu Bakar radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan kesungguhan beliau dalam menjaga kehalalan makanan:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يُخْرِجُ لَهُ الْخَرَاجَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ فَأَكَلَ مِنْهُ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ أَتَدْرِي مَا هَذَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَمَا هُوَ قَالَ كُنْتُ تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إِلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِكَ فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ.

"Dari 'Aisyah Ra berkata; 'Dahulu, Abu Bakar mempunyai seorang pembantu yang memberikan hasil usahanya (upeti) untuknya, dan Abu Bakar memakan dari hasil usahanya itu. Pada suatu hari pembantunya itu datang dengan membawa makanan, lalu Abu Bakar memakannya. Maka pembantunya itu berkata kepada Abu Bakr; 'Tahukah kamu barang yang kamu makan itu?'. Abu Bakar bertanya; 'Apakah itu?'. Pembantunya berkata; 'Dahulu pada zaman jahiliyyah aku melakukan praktek perdukunan untuk seseorang padahal aku tidak pandai dalam perdukunan kecuali aku menipunya, lalu orang itu mendatangiku dan memberikan sesuatu kepadaku. Itulah hasilnya yang tadi kamu makan'. Maka Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulutnya hingga memuntahkan segala sesuatu yang ada di dalam perutnya." (HR. al-Bukhari)

Kisah ini menunjukkan betapa para sahabat sangat berhati-hati terhadap sumber makanan mereka, bahkan Abu Bakar rela memuntahkan makanan yang telah ia makan setelah mengetahui bahwa makanan tersebut berasal dari sumber yang tidak halal.

Kontekstualisasi dalam Kehidupan Modern

Dalam masyarakat modern saat ini, sumber pendapatan yang tidak halal semakin kompleks dan beragam. Tidak hanya terbatas pada riba, judi, atau pencurian, tetapi juga mencakup aktivitas bisnis yang mengandung unsur penipuan, eksploitasi, dan praktik-praktik yang melanggar syariat Islam.

Menurut Ismail Fajar Romdhon dalam artikelnya di persis.or.id yang berjudul "Hukum Menerima Hadiah dari Pegawai dengan Penghasilan Haram dalam Islam", prinsip utama yang perlu dipertahankan adalah tidak memberikan dukungan atau legitimasi terhadap praktik-praktik yang diharamkan dalam Islam.

Beberapa pertimbangan praktis yang dapat dilakukan saat menghadapi situasi menerima hadiah dari sumber yang diragukan kehalalannya:

  1. Menyelidiki sumber pendapatan: Jika memungkinkan, cari tahu terlebih dahulu sumber utama pendapatan pemberi hadiah.

  2. Memberikan nasihat dengan bijak: Jika diketahui bahwa sumber pendapatan tidak halal, berikan nasihat dengan cara yang baik dan bijaksana.

  3. Menolak dengan cara yang tidak menyinggung: Jika harus menolak, lakukan dengan cara yang santun dan tidak menimbulkan konflik.

  4. Mendoakan kebaikan: Doakan agar pemberi hadiah mendapatkan petunjuk dan rezeki yang halal.

Seperti disebutkan dalam kesimpulan artikel "Hukum Menerima Hadiah dari Pegawai dengan Penghasilan Haram dalam Islam" dari persis.or.id, kita sebagai muslim memiliki kewajiban untuk mencegah kemungkaran, bukan mendukungnya. Jika menerima hadiah dari sumber yang tidak halal dapat diinterpretasikan sebagai bentuk dukungan terhadap praktik yang diharamkan, maka hukumnya adalah haram.

Dalam menerapkan prinsip ini, kita perlu mempertimbangkan konteks dan dampak dari tindakan kita. Yang terpenting adalah memastikan bahwa setiap tindakan yang kita lakukan sejalan dengan nilai-nilai Islam dan tidak memberikan legitimasi terhadap praktik-praktik yang bertentangan dengan syariat. Qumedia

Daftar Pustaka

  • Al-Bukhari. (n.d). Adab Al-Mufrad (1/306).
  • Al-Bukhari. (n.d). Sahih Al-Bukhari (3/157).
  • Al-Imam Muslim. (n.d). Sahih Muslim.
  • Ash-Shan'ani. (n.d). Subul As-Salam (2/132).
  • Romdhon, I. F. (2025). Hukum Menerima Hadiah dari Pegawai dengan Penghasilan Haram dalam Islam. persis.or.id. Diakses dari https://persis.or.id
  • Tim Kementerian Agama RI. (2019). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Kementerian Agama Republik Indonesia.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment