TERBARU

Bolehkah Menggunakan Pil Penahan Haid untuk Puasa? Ini Penjelasannya!

Bolehkah Menggunakan Pil Penahan Haid untuk Puasa Ini Penjelasannya!
Bolehkah Menggunakan Pil Penahan Haid untuk Puasa Ini Penjelasannya!


Qumedia - Bagi muslimah, kehadiran siklus haid saat bulan Ramadhan seringkali menimbulkan dilema tersendiri. Di satu sisi, mereka ingin menjalani ibadah puasa sebulan penuh tanpa terputus, namun di sisi lain, kondisi haid mengharuskan mereka untuk tidak berpuasa dan menggantinya di luar Ramadhan. Fenomena ini mendorong sebagian muslimah menggunakan pil penahan haid sebagai solusi. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai praktik ini?

Memahami Fitrah Alami Wanita

Dalam artikel berjudul "Hukum Mengonsumsi Pil Penahan Haid untuk Puasa: Bolehkah dalam Islam?" yang ditulis oleh Ismail Fajar Romdhon di situs persis.or.id, dijelaskan bahwa haid merupakan siklus alami yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita. Hal ini ditegaskan dalam hadis Rasulullah SAW kepada Aisyah saat beliau mengalami haid ketika menunaikan haji wada:

فَقَالَ لَهَا إِنَّ هَذَا شَيْءٌ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلى بَنَاتِ آدَمَ

"Maka Nabi SAW bersabda kepadanya: 'Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk putri-putri Adam'" (HR. Muslim)

Ketentuan Syariah tentang Haid dan Puasa

Islam memberikan keringanan bagi wanita yang sedang haid untuk tidak melaksanakan puasa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

...أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟

"Bukankah wanita itu jika haid dia tidak shalat dan tidak puasa?" (HR. al-Bukhari)

Bahkan ketika Mu'adzah bertanya kepada Aisyah tentang mengapa wanita haid mengqadha puasa tetapi tidak mengqadha shalat, Aisyah menjawab bahwa hal tersebut merupakan ketentuan yang telah ditetapkan:

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

"Dari Mu'adzah dia berkata, 'Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, 'Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalat?' Maka Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah?' Aku menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.' Aisyah berkata: 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat'." (HR. Muslim)

Pahala Tetap Mengalir Meski Tidak Berpuasa

Sebuah poin penting yang diangkat dalam artikel tersebut adalah bahwa wanita yang meninggalkan puasa karena haid tetap mendapatkan pahala. Hal ini berdasarkan hadis Nabi SAW:

عَنْ أَبِي مُوْسَى رضي الله عنه قَالَ: قال رسولُ الله - صلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ -: إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كَتَبَ لَهُ مِثْلَ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا.

"Dari Abu Musa ra. ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: 'Apabila seorang hamba sakit atau sedang dalam perjalanan, ditetapkan baginya pahala seperti yang dilakukannya saat mukim dan sehat.'" (HR. al-Bukhari)

Melalui hadis ini, kita dapat memahami bahwa wanita yang tidak berpuasa karena haid masih tetap memperoleh pahala puasa, asalkan niatnya tulus untuk beribadah namun terhalang oleh kondisi yang Allah tetapkan.

Hukum Penggunaan Pil Penahan Haid

Menurut Ismail Fajar Romdhon dalam artikelnya, tidak ditemukan larangan eksplisit dalam Islam mengenai penggunaan pil penahan haid untuk tujuan ibadah puasa Ramadhan. Dengan demikian, berdasarkan prinsip hukum Islam bahwa segala sesuatu pada dasarnya diperbolehkan kecuali ada larangan, maka penggunaan pil tersebut dihukumi mubah (boleh).

Namun, ada batasan penting yang perlu diperhatikan: penggunaan pil tersebut tidak boleh membahayakan kesehatan penggunanya. Sebagaimana diketahui, berbagai efek samping dapat muncul dari penggunaan pil penahan haid, seperti:

  1. Mual dan muntah
  2. Sakit kepala
  3. Nyeri payudara
  4. Perubahan suasana hati
  5. Peningkatan berat badan
  6. Perubahan libido

Bahkan lebih jauh lagi, tidak semua wanita dapat menggunakan pil ini, terutama mereka yang memiliki kondisi medis tertentu seperti:

  1. Kanker payudara
  2. Perdarahan pada kemaluan
  3. Riwayat stroke
  4. Gangguan jantung
  5. Gangguan pembekuan darah
  6. Gangguan ginjal
  7. Porfiria
  8. Ibu menyusui

Bagaimana Jika Darah Tetap Keluar?

Pertanyaan menarik muncul: bagaimana jika setelah mengonsumsi pil penahan haid, darah tetap keluar? Artikel di persis.or.id memberikan panduan yang jelas mengenai hal ini. Jika darah yang keluar memiliki sifat seperti darah haid, maka dihukumi sebagai darah haid dan berlaku ketentuan haid. Namun jika darah tersebut tidak memiliki sifat darah haid, maka dihukumi sebagai darah istihadhah.

Untuk membedakannya, kita dapat merujuk pada hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكِ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ، فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي.

"Dari Aisyah r.a, bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy mengalami istihadlah, (ia bertanya kepada Rasulullah SAW, 'Apakah saya harus meninggalkan shalat?') Rasulullah SAW berkata kepadanya, 'Sesungguhnya darah haid itu warnanya hitam dan dikenal oleh wanita. Apabila darah itu yang keluar, berhentilah shalat. Jika bukan darah haid, cukuplah berwudlu dan laksanakan shalat.'" (HR Abu Dawud, an-Nasaai, Ibnu Hiban dan al-Hakim memandang hadits ini shahih).

Syaikh Al-Adawi juga memberikan penjelasan lebih lanjut:

حُكْمُهُ إِذَا قَطَعَ الدَّمُ تَمَامًا أَنَّ الصَّوْمَ مَعَهُ جَائِزٌ وَلَا إِعَادَةٌ، أَمَّا إِذَا شَكَّ فِي انْقِطَاعِ الدَّمِّ مِنْ وُجُوْدِهِ فَحِيْنَئِذٍ حُكْمُهَا حُكْمُ الْحَائِضِ وَعَلَيْهَا أَنْ تَفْطِرَ أَيَّامَ حَيْضِهَا وَتُعِيْدُ صَوْمَ تِلْكَ الْأَيَّامِ بَعْد، والله أعلم

"Hukumnya, apabila darah telah putus sempurna maka dia boleh puasa dan tidak perlu mengqadha. Adapun jika dia masih ragu darah terputus sempurna, karena masih ada darah yang keluar, maka hukumnya seperti wanita haid dan dia tidak boleh puasa pada hari haidnya dan mengqadha puasa pada hari itu setelah Ramadhan. Allahu a'lam." (Jami' Ahkam An-Nisa: 5/223)

Kaidah Fikih: Mencegah Kerusakan Didahulukan

Pertimbangan penting lainnya adalah kaidah fikih yang menyatakan:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

"Mencegah kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan."

Berdasarkan kaidah ini, jika penggunaan pil penahan haid berpotensi membahayakan kesehatan seorang muslimah, maka meninggalkannya lebih diutamakan daripada mendapatkan kemaslahatan bisa berpuasa sebulan penuh.

Tren Terkini dan Perspektif Medis Modern

Berdasarkan penelitian terbaru, penggunaan pil penahan haid jangka pendek untuk tujuan tertentu seperti Ramadhan umumnya aman bagi wanita sehat tanpa kondisi medis tertentu. Namun, beberapa ahli kesehatan reproduksi tetap menyarankan konsultasi dokter sebelum menggunakannya, terutama bagi wanita yang baru pertama kali mencoba metode ini.

Dr. Ratna Widyastuti, Sp.OG, dalam sebuah seminar kesehatan reproduksi tahun 2023, menyatakan: "Penggunaan pil penahan haid untuk tujuan ibadah puasa Ramadhan sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan dokter. Meski secara umum aman untuk penggunaan jangka pendek, setiap wanita memiliki kondisi tubuh berbeda yang perlu dipertimbangkan."

Kesimpulan dan Rekomendasi

Mengambil intisari dari artikel "Hukum Mengonsumsi Pil Penahan Haid untuk Puasa: Bolehkah dalam Islam?" yang ditulis oleh Ismail Fajar Romdhon di persis.or.id, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Menggunakan pil penahan haid untuk melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh hukumnya mubah (boleh) selama tidak menimbulkan efek negatif pada kesehatan.

  2. Jika setelah mengonsumsi pil tersebut masih ada darah yang keluar, maka statusnya harus ditentukan berdasarkan karakteristik darah tersebut—apakah termasuk darah haid atau istihadhah.

  3. Untuk ketenangan hati dan keselamatan diri, konsultasi dengan dokter sebelum menggunakan pil penahan haid sangat dianjurkan.

  4. Bagi muslimah, mengqadha puasa di luar Ramadhan tetap merupakan pilihan yang diperbolehkan dan bahkan bisa jadi lebih utama dari perspektif kesehatan.

Perlu diingat bahwa fitrah alami yang Allah tetapkan bagi wanita, termasuk siklus haid, memiliki hikmah tersendiri. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan rukhsah (keringanan) bagi muslimah untuk mengqadha puasa di luar Ramadhan. Keputusan untuk menggunakan pil penahan haid hendaknya diambil dengan pertimbangan matang, memperhatikan aspek kesehatan, dan berkonsultasi dengan ahli medis. Qumedia

Daftar Pustaka

  1. Romdhon, I. F. (2024). Hukum Mengonsumsi Pil Penahan Haid untuk Puasa: Bolehkah dalam Islam? persis.or.id. Diakses pada 2 Maret 2025.

  2. Al-Bukhari, M. I. (1422 H). Sahih al-Bukhari. Dar Tauq al-Najah.

  3. Muslim, I. (t.t.). Sahih Muslim. Dar Ihya al-Turath al-'Arabi.

  4. Abu Dawud, S. (t.t.). Sunan Abi Dawud. Al-Maktabah al-'Asriyyah.

  5. An-Nasaai, A. (1986). Sunan an-Nasaai. Maktab al-Matbu'at al-Islamiyyah.

  6. Ibnu Hibban, M. (1993). Sahih Ibnu Hibban. Muassasah al-Risalah.

  7. Al-Hakim, M. (1990). Al-Mustadrak. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

  8. Al-Adawi, M. (2012). Jami' Ahkam An-Nisa'. Dar al-Sunnah.

  9. Widyastuti, R. (2023). Pengaruh Pil Penahan Haid terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita. Seminar Kesehatan Reproduksi Indonesia.

  10. Alodokter.com. (2024). Efek Samping Pil Penahan Haid. Diakses pada 2 Maret 2025.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment