Gaza di Ambang Pencaplokan? Menteri Israel Ungkap Kemungkinan Itu
Menteri Israel Melempar Wacana Pencaplokan Gaza, Apa Tujuannya?
Situasi di Gaza kembali memanas setelah seorang menteri Israel mengisyaratkan kemungkinan pencaplokan sebagian wilayah tersebut. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya menekan Hamas, namun berpotensi memicu kecaman internasional dan memperburuk konflik yang sudah berlangsung.
Zeev Elkin Usulkan Pencaplokan Wilayah Gaza
Zeev Elkin, seorang Menteri Kabinet Keamanan Israel, pada Rabu (30/7) melontarkan ide kontroversial tentang potensi pencaplokan sebagian Gaza. Usulan ini muncul sehari setelah Inggris memberi sinyal akan mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang.
Dalam wawancaranya dengan media publik Kan, Elkin menyatakan bahwa ancaman pencaplokan ini bisa menjadi alat penekan yang efektif terhadap Hamas. "Hal yang paling menyakitkan bagi musuh kami adalah kehilangan tanah," ujarnya. Ia menambahkan, memberikan ultimatum kepada Hamas, bahwa setiap upaya mengulur waktu dalam perundingan akan berakibat pada hilangnya wilayah yang tak akan pernah mereka dapatkan kembali, bisa menjadi strategi yang jitu. Elkin menuding Hamas sengaja memperlambat negosiasi untuk mendapatkan lebih banyak konsesi dari Israel.
Elkin menegaskan, meskipun belum menjadi kebijakan resmi pemerintah, pencaplokan wilayah bisa menjadi opsi jika upaya diplomatik menemui jalan buntu. Menurutnya, "Ini adalah langkah strategis yang perlu dipertimbangkan untuk memaksa Hamas kembali ke meja perundingan dengan itikad baik." Pernyataan ini mengindikasikan adanya perbedaan pendapat di internal pemerintahan Israel mengenai strategi terbaik dalam menghadapi Hamas dan menyelesaikan konflik di Gaza.
Reaksi Internasional dan Tudingan terhadap Hamas
Pernyataan Elkin langsung menuai reaksi keras. Organisasi-organisasi hak asasi manusia mengecam wacana tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan berpotensi memperparah krisis kemanusiaan di Gaza. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat dikabarkan sedang mempertimbangkan implikasi dari langkah tersebut terhadap stabilitas kawasan.
Sementara itu, Hamas belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Elkin. Namun, juru bicara kelompok tersebut menuduh Israel sengaja mencari alasan untuk melanjutkan agresi militer di Gaza. Hamas menegaskan tidak akan menyerah pada tekanan dan akan terus berjuang untuk hak-hak rakyat Palestina.
Data PBB menunjukkan, lebih dari 80% penduduk Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan. Pencaplokan wilayah dikhawatirkan akan memperburuk kondisi kehidupan dan mempersulit akses bantuan. Namun, pendukung wacana pencaplokan berpendapat bahwa langkah ini diperlukan untuk mencegah Hamas menggunakan Gaza sebagai basis serangan terhadap Israel.
Netanyahu Kecam Rencana Pengakuan Negara Palestina oleh Inggris
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tak ketinggalan mengecam keras rencana Inggris untuk mengakui negara Palestina. Ia menyebut langkah tersebut sebagai "memberikan ganjaran bagi terorisme mengerikan Hamas." Kecaman ini mencerminkan kekhawatiran Israel bahwa pengakuan negara Palestina oleh negara lain akan melemahkan posisinya dalam perundingan dengan Palestina dan memberikan legitimasi kepada kelompok militan.
Netanyahu bersikeras bahwa penyelesaian konflik Israel-Palestina hanya bisa dicapai melalui perundingan langsung tanpa prasyarat atau tekanan eksternal. Ia menegaskan bahwa Israel tidak akan mengakui negara Palestina sampai Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan mengakhiri semua tindakan terorisme.
Pengakuan negara Palestina oleh Inggris dan negara-negara lain berpotensi meningkatkan tekanan internasional pada Israel untuk mencapai kesepakatan damai dan mengakhiri pendudukan wilayah Palestina. Namun, dampak praktis dari pengakuan tersebut masih belum jelas dan bergantung pada perkembangan politik dan keamanan di kawasan.
Deklarasi Bersama Negara Arab dan Muslim: Desakan Agar Hamas Melucuti Senjata
Sebanyak 17 negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, bersama dengan Liga Arab dan Uni Eropa, menandatangani deklarasi bersama yang mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Deklarasi ini juga menyerukan kepada Hamas untuk melucuti persenjataan, membebaskan sandera, dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.
Deklarasi ini, yang disepakati pada konferensi PBB tentang menghidupkan kembali solusi dua negara, mencerminkan kekhawatiran yang meningkat di kalangan negara-negara Arab dan Muslim mengenai tindakan Hamas dan dampaknya terhadap stabilitas kawasan. "Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka," bunyi deklarasi tersebut.
Namun, kecil kemungkinan Hamas akan menyetujui tuntutan untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan secara sukarela. Hamas selama ini menegaskan akan terus berjuang untuk hak-hak rakyat Palestina dan tidak akan tunduk pada tekanan eksternal. Implementasi deklarasi ini memerlukan upaya diplomatik intensif dan komitmen dari semua pihak untuk mencapai kesepakatan damai yang adil dan berkelanjutan.
Situasi di Gaza terus berkembang dengan cepat dan penuh ketidakpastian. Kompleksitas konflik Israel-Palestina dan sulitnya mencapai solusi yang memuaskan semua pihak membutuhkan diplomasi intensif dan komitmen kuat dari semua pihak.