Silaturahim dalam Islam Bukan Sekadar Tradisi, tapi Jalan Menuju Berkah dan Ridha Allah
![]() |
Silaturahim dalam Islam Bukan Sekadar Tradisi, tapi Jalan Menuju Berkah dan Ridha Allah |
Qumedia - Silaturahim bukan sekadar rutinitas bertemu sanak saudara saat hari raya. Dalam Islam, silaturahim adalah cerminan ketaatan kepada Allah dan wujud nyata kasih sayang antarsesama. Hubungan yang baik dengan sesama menjadi bagian penting dari keimanan, bahkan bisa membuka pintu rezeki dan memperpanjang umur. Lewat artikel ini, kamu akan diajak memahami lebih dalam makna silaturahim dalam Islam, lengkap dengan dalil, manfaat, serta ancamannya jika diabaikan.
Memaknai Silaturahim
1. Menyambung Silaturahim merupakan Bagian dari Perintah Allah SWT
Manusia merupakan sebaik-baik makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai ayat Al-Qur’an (Qs. 95: 4, Qs. 32: 7, Qs. 40: 64, Qs. 64: 3, Qs. 82: 6-8, Qs. 17: 70, Qs. 55: 2-4, Qs. 96: 5, Qs. 2: 22, dan Qs. 14: 32-33 & 34). Kemuliaan tersebut akan tercapai apabila manusia menjalani hidupnya dalam ketundukan dan ketaatan kepada Rabb-nya.
Dengan ketaatan itu pula, manusia akan terhindar dari kehinaan yang bisa menyeretnya menjadi pribadi yang tercela—seperti manusia yang hidup dengan sifat-sifat hewan atau bahkan setan. Untuk itu, hubungan yang baik dengan Allah SWT (habluminallah) harus dibarengi dengan hubungan yang baik pula sesama manusia (habluminannas).
Salah satu wujud habluminannas yang sangat ditekankan dalam syariat Islam adalah menjaga tali silaturahim. Sayangnya, tidak sedikit di antara kaum muslimin yang dengan mudah memutuskan hubungan kekerabatan hanya karena masalah duniawi atau ego pribadi, tanpa mempertimbangkan aturan Allah.
Padahal, Allah SWT telah memerintahkan dengan tegas agar setiap hamba-Nya menyambung dan menjaga tali silaturahim. Berikut adalah salah satu firman Allah SWT yang menjadi peringatan penting tentang hal ini:
يَأَيُّهَا النَّسُ اتَّقُوْارَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوالله الَّذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ عَلَى إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS. An-Nisa [4]: 1)
وَالَّذِيْنَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِهِ مِيْثْقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوْصَلَ وَيُفْسِدُونَ في الْأَرْضِ لا أُولئِكَ هُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
Dan orang-orang yang membongkar janji Allah setelah diteguhnyannya, memutuskan apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mengadakan kerusakan di muka bumi, maka bagi orang-orang itulah laknat dan bagi mereka tempat kesudahan yang buruk. (Qs. Ar-Ra'd [13]: 25)
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِهِ مِبْثُقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ به أَنْ يُوصَل وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ لأُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
Dan orang-orang yang membongkar janji Allah setelah diteguhnyannya, memutuskan apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mengadakan kerusakan di muka bumi, maka bagi orang-orang itulah laknat dan bagi mereka tempat kesudahan yang buruk. (Qs. Ar-Ra'd [13]: 25)
Lalu dalam penyebutan yang tepat yang mana, apakah silaturahim atau silaturahmi?
2. Definisi, Media Silaturahim
Mengenai definisi rahim dan silaturahim seperti yang dikemukakan oleh ulama Tafsir Imam al-Qurtubiy dan 'Aun al- Ma'bud (Hamdan, 2019).
الرَّحِيمُ: اسْمٌ لِكَفَّةِ الْأَقَارِبِ مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ بَيْنَ الْمَحْرَمِ وَغَيْرِهِ
Arti "rahim" sebutan untuk seluruh kerabat, tanpa dibedakan antara yang mahram atau bukan.
صلَةُ الرَّحِيمِ كِنَايَةٌ عَنِ الإِحْسَانِ إِلَى الأَقْرَبِينَ مِنْ ذَوِي النَّسَبِ وَالْأَصْهَارِ
Arti "silaturahim" kinayah tentang berbuat baik kepada kerabat, baik karena nasab maupun pernikahan.
Sedangkan pendapat lainnya, dalam Al-Mufradat: 145, silaturahim terdiri dari dua kata, shilat dan rahim. Rahim berasal dari nama sebuah organ, kemudian digunakan dalam arti kekerabatan (tatali wargi, dalam bahasa Sunda), karena memiliki asal yang sama.
Sementara itu, dalam Shahih Muslim Bisyarhin-Nawawi: XVI/90, shilat (menyambungkan) dimaknai sebagai al-‘athfu wa ar-rahmah, yaitu saling peduli dan menunjukkan kasih sayang.
Maka, silaturahim adalah sesuatu yang dilakukan untuk menumbuhkan kepedulian dan kasih sayang kepada kerabat.
Adapun memutuskannya (qathi’urahim) berarti menyakiti. Sebab, tindakan menyakiti tersebut muncul karena hilangnya rasa kasih sayang dan kepedulian dalam hubungan kekerabatan.
Tercapainya suatu tujuan diperlukan perantara atau media untuk bisa mewujudkannya. Begitupun dengan aktivitas silaturahim. Berikut adalah media atau perantara untuk bersilaturahim
قَالَ ابْنُ أَبِي جَمْرَةَ: تُكُوْنُ صِلَةُ الرَّحِيْمِ بِالْمَالِ, وَبِالْعَوْنِ عَلَى الْحَاجَةِ, وَبِدَفْعِ الضَّرَرِ, وَبِطَلَاقَةِ الْوَجْهِ, وَبِالدُّعَاء
Ibnu Abi Jamroh berkata: Menghubungkan silaturahim itu bisa dengan 1) harta, 2) dengan menolong atas keperluaan, 3) dengan mencegah bahaya, 4) dengan berseri-seri wajah dan 5) dengan mendo'akan.
3. Hakikat, Klasifikasi, dan Dampak Silaturahim
Hakikat atau silaturahim sejati dikemukakan berlandaskan hadits di bawah ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِي وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Dari Abdullah bin 'Amr Ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Orang yang menyambung silaturahim itu bukanlah yang membalas (kebaikan), akan tetapi orang yang menyambung silaturahim adalah orang yang ketika tali silaturahim itu terputus lalu ia menyambungkannya kembali. (Hr. al-Bukhariy)
Berkenaan dengan silaturahim, ternyata dapat yang menggolongkan manusia dalam menyikapinya. Dalam sebuah hadits dikemukakan bahwa ada tiga golongan orang dalam menyikapi silaturahim.
Berikut adalah golongan dimaksud:
- Qathi (pemutus silaturahim), yaitu orang yang berbuat jelek kepada kerabat yang berbuat baik kepadanya;
- Mukafi (pembalas silaturahim), yaitu orang yang berbuat baik kepada kerabat yang berbuat baik kepadanya; dan
- Washil (penyambung silaturahim), yaitu orang yang berbuat baik kepada kerabat yang berbuat jelek kepadanya.
Tentunya kita semua berharap diberikan kemampuan oleh Allah SWT agar termasuk kriteria yang ke-tiga.
Sedangkan pendapat lain bahwa derajat terendah dari silaturahim ialah:
وَأَدْنَاهَا : تَرْكُ الْمُهَاجَرَةِ, وَصِلَتُهَا بالكلام وَلَوْ با السلام, وَيَخْتَلِفُ ذَلِكَ بِاخْتِلَافِ الْقُدْرَةِ وَالحَاجَةِ فَمِنْهَا وَاجِبٌ وَمِنْهَا مُسْتَحَب, ولو وَصَلَ بَعْضَ الصِلَةِ وَلَمْ يَصِلْ غَايَتَهَا لَايُسَمَّى قَاطِعًا وَلَوْ قَصَرَ عَمَّا يَقْدِرُ عَلَيْهِ وَيَنْبَغِي لَهُ لا يُسَمَّى وَاصِلًا
Derajat terendah silaturahim adalah: tidak saling memutuskan hubungan dan menyambungkan dengan berkomunikasi walau hanya dengan salam, hal itu berbeda-beda bergantung kepada kemampuan dan kebutuhan. Maka di antaranya ada yang wajib dan ada yang sunat, maka jika ia berusaha bersilaturahim tapi tidak berhasil tidaklah ia disebut memutus silaturahim, dan kalaulah ia tidak melakukan yang ia mampu padahal itu wajib baginya tidaklah ia menyambung silaturahim. (Shahih Muslim bisyarhin-Nawawi: XVU/90)
Oleh karenya, jikalau kita sudah berikhtiar untuk menyambung silaturahim, namun orang yang ingin kita sambungkan tali silaturahim kepadanya ia menolak, hal tersebut urusannya kembali kepada Allah. Seperti kisah di bawah ini.
عَنْ أَبِهرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُوْنِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِمُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَمِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُهُمُ الْمَكَ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَادُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dari Hurairah bahwasanya seorang laki-laki pernah berkata: "Ya Rasulullah, saya mempunyai kerabat. Saya selalu berupaya untuk bersilaturahim kepada mereka, tetapi mereka memutuskannya. Saya selalu berupaya untuk berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakiti saya. Saya selalu berupaya lemah lembut terhadap mereka, tetapi mereka acuh tak acuh kepada saya. "Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Jika benar seperti apa yang kamu katakana, maka kamu seperti memberi makan mereka debu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka pertolongan Allah akan selalu bersamamu.
Rasulullah SAW mengedukasi kaum muslimin, agar tidak berlama- lama dalam pertikaian, yaitu tidak boleh lebih dari 3 hari.
Kecanggungan yang dihadapi harus dicairkan sesegera mungkin. Jangan sampai terlarut- larut dan menjadi sebuah bibit penyakit hati.
Meskipun pada kenyataannya seperti dalam istilah Orang Sunda, “dulur jadi batur, batur jadi dulur".
Namun, alangkah baiknya kita renungkan nasihat Rasulullah SAW kepada seorang sahabat untuk berkenan menjemput bola kebaikan dalam mencairkan suasana persaudaraan yang terkikis pertikaian.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِي: يَاعُقْبَةُ بْنَ عامِرٍ صِلْ مَنْ قَطَعَكَ, وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ, وَاعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Dari Uqbah bin Amir Ra., ia berkata: 'Rasulullah SAW bersabda kepadaku," "Wahai Uqbah bin Amir, sambungkanlah (hubungan silaturahim), terhadap orang yang memutuskannya, berikanlah (sesuatu kepada orang tidak suka memberi kepadamu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimi kamu. (Hr. Ahmad, al-Musnad, no. 17388)
Silaturahim seperti sudah dimafhumi keumuman orang memiliki dampak baik dan manfaat, di antaranya ialah rizki dan melapangkan memanjangkan umur.
Apalagi dalam dunia bisnis, banyak pengusaha muslim yang begitu memperhatikan silaturahim dalam menjalin sebuah relasi.
Begitupun dengan panjangnya umur, apalagi jika diisi dengan nuansa kebaikan niscaya akan menambah keberkahan umur.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَحَبُّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Dari Anas bin Malik RA., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahim." (Hr. al-Bukhariy, Kitab al-Adab no. 5986)
يَمَعْنَى حُصُوْلِ الْبَرَكَةِ وَالتَّوْفِيقِ فِي الْعُمُرِ, أَوْبِمَعْنَى أَنَّهُ سَبَبٌ لِبَقَاءِ ذِكْرِهِ الْجَمِيْلِ بَعْدَهُ, أَوْوُجُوْدِ الصالحة
Ma'na (dipanjangkan umurnya): Mendapatkan berkah dan taufiq pada umurnya, atau ma'nanya: Sebab tetapnya sebutan baik setelah tiada, atau diberi turunan shalih (Farhul al-Bariy, XII: 2, 'Umdat al-Qariy, XV: 154, 'Aun al-Ma'bud, v: 77, Tuhfat al-Ahwadziy, VI: 14)
4. Ancaman bagi Orang yang Memutuskan Silaturahim
Allah SWT juga melarang melalui lisan Nabi-Nya, bahwa seseorang yang memutus tali silaturahim itu dengan ancaman yang serius. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh keterangan di bawha ini:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ, عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قاطع. قَالَ سُفْيَانُ: يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth 'im dari bapaknya, dari Nabi SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan." Sufyan berkata 'Yaitu yang memutuskan silaturahim. (Hr Muslim)
عَنْ عَمِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّحِيمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تُقُوْلُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Dari 'Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Rahim (kekerabatan) itu tergantung di Al 'Arsy, seraya berkata: "Siapa yang menyambungkanku, maka Allah pun akan menyambungkannya. Dan siapa yang memutuskanku, nicaya Allah akan memutuskannya."
Menjalin silaturahim bukan hanya soal rutinitas sosial, tapi sebuah bentuk ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah SWT.
Ketika kamu memilih untuk menyambung tali yang mungkin sudah lama terputus, sejatinya kamu sedang menanam benih kebaikan yang bisa berbuah keberkahan, rezeki yang lapang, dan umur yang penuh makna.
Semoga setiap langkah kita untuk menjaga silaturahim menjadi jalan menuju ridha-Nya.
Mari kita mulai dari hal kecil—menyapa, memaafkan, dan membuka hati.
Karena kadang, satu pesan singkat bisa menghidupkan kembali hubungan yang hampir padam. Qumedia
- Abnaul Khair. (2023). Ironi Masyarakat THR (Tukang Hura-hura yang Raku). Bandung: Ma'had Abnaul Khair.
- Abu Nabhan. (2019). 25 Materi Tabligh Pencerah Jiwa. Bandung: Maktabah Tsaqib: 77-79.
- Dani Ahmad Ramdani & Sutisna. (2018). Studi Komparatif Pemikiran Imam An-Nawawi dan Yusuf al-Qardhawi tentang Berjabat Tangan dengan Bukan Mahram dalam Islam. MIZAN: Journal of Islamic LAW, 2(1), 47-57.
- Hj. Siti Alfiah. (Tanpa Tahun). Hadits-hadits Pendek Mudah Dihafal. Tanpa Kota: Saufa Kids: 54 & 56.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aplikasi Offline.
- Muhammad Nasbi Ar'Rifa'i. (2011). Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Gema Insani: 653.
- Nashruddin Syarief. (2023). Buletin Dakwah At-Taubah (Binasa karena Flexing Ed. 29/Th. 11/21 April 2023). Bandung: Buletin Dakwah At-Taubah.
- PP Persatuan Islam. (2017). Risalah No. 03 Th. 55 Juni 2017. Bandung: PP Persatuan Islam: 31-33.
- PP Persatuan Islam. (2018). Risalah No. 05 Th. 55 Agustus 2018. Bandung: PP Persatuan Islam: 36-40.
- PP Persatuan Islam. (2022). Risalah No. 07 Th. 60 Oktober 2022. Bandung: PP Persatuan Islam: 40-43.
- Tim Penulis: Magnun Opus: Book Club & Madrasah Aliyah Almaarif Singosari. (2016). Islamic Ways for Teen Panduan Remaja sebagai Duta Islam. Malang: CV Media Sutra Atiga.