Intip 5 Headline Dunia yang Lagi Ramai Dibicarakan!

Simak kabar terkini dari berbagai belahan dunia! Dari tekanan politik yang menghimpit Presiden Macron hingga perkembangan konflik di Gaza, berikut rangkuman berita internasional yang jadi sorotan.
Prancis Memanas: Macron Didorong Mundur Demi Akhiri Krisis
Situasi politik di Prancis makin keruh. Presiden Emmanuel Macron kini menghadapi tekanan berat, bahkan dari mantan orang dekatnya sendiri, untuk segera mencari jalan keluar dari kebuntuan yang melanda negara itu. Salah seorang mantan Perdana Menteri, yang dulunya merupakan sekutu utama, terang-terangan mendesak Macron untuk mengundurkan diri demi kepentingan nasional.
Macron, yang mulai menjabat pada 2017, tengah menghadapi badai krisis politik domestik terburuk sepanjang masa pemerintahannya. Keadaan ini diperparah dengan pengunduran diri mendadak Sebastien Lecornu, PM ketujuh di era Macron, pada Senin (6/10/2025) lalu. Langkah ini semakin menambah ketidakpastian di panggung politik Prancis.
Macron dikabarkan telah menerima pengunduran diri Lecornu, namun memberinya tenggat hingga Rabu (8/10) malam untuk merumuskan kompromi agar pemerintahan koalisi tetap bertahan. Akan tetapi, banyak pihak pesimis upaya ini akan berhasil. Kegagalan mencapai kata sepakat bisa memicu pemilihan umum dini dan memperdalam instabilitas politik di Prancis.
Sementara itu, gelombang demonstrasi terus bergulir di berbagai kota di Prancis, menyuarakan solusi cepat untuk krisis politik yang berkepanjangan. Massa aksi menuntut reformasi politik dan ekonomi yang signifikan, serta agar pemerintah lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Konflik Israel-Palestina: Situasi Semakin Genting
Mantan Jenderal Israel: "Kita Sudah di Titik Nadir"
Pensiunan Mayor Jenderal Israel, Yizthak Brick, melontarkan peringatan keras terkait perang di Jalur Gaza. Menurutnya, Israel telah mencapai "titik tidak bisa kembali". Brick juga menyebutkan bahwa militer Israel telah mengerahkan seluruh kekuatannya, namun gagal mematahkan perlawanan dari pihak Palestina.
Pernyataan Brick, yang dimuat di surat kabar berbahasa Ibrani, Maariv, menyoroti kegagalan Israel dalam mencapai tujuan strategisnya dalam perang yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir di Jalur Gaza. "Kita sudah mengerahkan segalanya, tapi perlawanan tetap kuat," tegas Brick.
Brick juga menuding para pemimpin politik dan militer Israel telah menyesatkan publik dengan "propaganda media" tentang kemenangan yang seolah-olah sudah di depan mata. Pernyataan ini semakin menambah tekanan pada pemerintah Israel yang terus menuai kritik atas penanganan konflik yang tak berujung ini.
Berbagai organisasi internasional terus mendesak agar kekerasan segera dihentikan dan perundingan damai kembali digelar. Namun, prospek perdamaian masih terlihat buram, mengingat ketegangan yang terus meningkat dan minimnya kepercayaan antara Israel dan Palestina.
Netanyahu Ngotot Ingin Hancurkan Hamas di Gaza
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan tekadnya untuk mencapai semua tujuan perang di Gaza, dengan prioritas utama membebaskan para sandera. "Kita berada di hari-hari yang menentukan. Kita akan terus berupaya mencapai semua tujuan perang: memulangkan semua korban penculikan, menghancurkan kekuasaan Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan pernah lagi menjadi ancaman bagi Israel," tegas Netanyahu dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (7/10/2025), tepat dua tahun setelah perang di Gaza dimulai.
Netanyahu menambahkan bahwa Israel tidak akan berhenti sampai semua tujuan tercapai, meskipun tekanan internasional terus meningkat. Pemerintahannya, kata dia, berkomitmen untuk melindungi warga negaranya dari ancaman terorisme.
Sementara itu, negosiator utama Hamas, Khalil El-Hayya, menyatakan bahwa pihaknya menginginkan jaminan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan negara-negara sponsor bahwa perang di Gaza "akan berakhir selamanya." El-Hayya juga menekankan pentingnya pembebasan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel sebagai bagian dari kesepakatan perdamaian.
Trump Minta Turki Bujuk Hamas Soal Perdamaian, Ungkap Erdogan
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, rupanya meminta Turki untuk "membujuk" Hamas agar menerima rencananya mengakhiri perang di Gaza. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dalam transkrip yang dibagikan kantornya pada Rabu (8/10/2025).
"Baik saat kunjungan kami ke Amerika Serikat maupun dalam panggilan telepon terakhir, kami menjelaskan kepada Trump bagaimana solusi dapat dicapai di Palestina. Beliau secara khusus meminta kami untuk bertemu Hamas dan membujuk mereka," kata Erdogan kepada wartawan Turki pada Selasa (7/10) malam dalam perjalanan pulang dari Azerbaijan.
Permintaan Trump kepada Turki ini mengindikasikan peran penting yang dimainkan Turki dalam upaya mediasi konflik Israel-Palestina. Turki, yang memiliki hubungan baik dengan kedua belah pihak, dinilai dapat menjadi jembatan untuk mencapai kesepakatan perdamaian yang langgeng.
Para negosiator dari Israel dan Hamas dijadwalkan melanjutkan negosiasi tidak langsung di kota resor Sharm El-Sheikh, Mesir. Perundingan ini melibatkan para pejabat senior dari Qatar, Turki, dan AS, dengan tujuan utama menghentikan perang di Gaza.
Kriminalitas Mengkhawatirkan di Eropa
Wali Kota di Jerman Jadi Korban Penikaman Brutal
Kabar buruk datang dari Jerman. Seorang Wali Kota yang baru terpilih mengalami luka parah akibat serangan penikaman di dekat rumahnya di kota Dortmund pada Selasa (7/10) waktu setempat. Kanselir Jerman, Friedrich Merz, mengecam serangan tersebut sebagai "aksi keji".
Korban adalah Wali Kota Herdecke, Iris Stalzer, yang berusia 57 tahun. Penikaman terjadi siang hari, di dekat rumahnya di kota Dortmund, Jerman bagian barat. Stalzer menderita luka serius akibat serangan tersebut dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
"Serangan terhadap seorang pejabat publik adalah serangan terhadap demokrasi itu sendiri," tegas Kanselir Merz dalam pernyataan resminya. Ia juga menyerukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku serangan dan memastikan keamanan bagi seluruh pejabat publik di Jerman.
Hingga kini, motif penyerangan belum diketahui dan pihak kepolisian tengah melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap pelaku dan latar belakang kejadian tersebut. Insiden ini menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan pejabat publik di Jerman dan memicu perdebatan tentang perlunya peningkatan langkah-langkah keamanan.