TERBARU

Gencatan Senjata Sementara, Bantuan Kemanusiaan ke Palestina Terhambat?

Gencatan Senjata Sementara, Bantuan Kemanusiaan ke Palestina Terhambat?


Seharusnya, gencatan senjata antara Israel dan Palestina yang berjalan sekitar seminggu ini menjadi angin segar bagi upaya pemulihan kemanusiaan. Namun, laporan di lapangan justru mengindikasikan bahwa warga Palestina masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertanyaan pun muncul: seefektif apakah gencatan senjata ini dalam menjamin kelancaran bantuan kemanusiaan?

Secercah Harapan di Tengah Keterbatasan

Gencatan senjata yang dimulai pada Jumat, 10 Oktober 2025 lalu, memunculkan harapan baru. Unggahan di media sosial pun menggambarkan momen-momen kecil kebahagiaan. Akun X bernama yaza, misalnya, menulis pada Minggu (12/10/2025): "Bayangkan, akhirnya saya bisa menikmati kopi tanpa suara bom, senapan, atau di bawah perlindungan." Sederhana, namun sangat berarti bagi warga Palestina yang bertahun-tahun hidup dalam konflik.

Walaupun truk-truk bantuan sudah mulai berdatangan, warga Palestina dilaporkan masih kekurangan makanan, air bersih, dan kebutuhan pokok lainnya. Keterbatasan ini menjadi perhatian serius yang memerlukan tindakan nyata.

Kondisi diperparah dengan hancurnya infrastruktur akibat konflik. Rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik rusak parah, mempersulit akses layanan kesehatan dan pendidikan. Banyak juga warga yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian, yang memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Tuntutan Hamas kepada Negara Mediator

Hamas, sebagai salah satu pihak dalam perjanjian gencatan senjata, aktif mendorong mediator (Mesir, Qatar, dan Turki) untuk memastikan Israel memenuhi semua poin kesepakatan. Hal ini mencerminkan kekhawatiran mereka terkait implementasi gencatan senjata di lapangan.

Hamas meminta para mediator mengawal masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sesuai kebutuhan. Pembukaan wilayah Rafah dari kedua sisi juga menjadi poin penting, mengingat jalur ini vital untuk penyaluran bantuan dan mobilitas warga. Mereka juga mendesak agar pembangunan kembali wilayah yang terisolasi segera dimulai.

"Kami sangat menghargai upaya negara mediator yang telah menjembatani perbedaan dan mengatasi rintangan untuk mengakhiri konflik ini," ujar seorang juru bicara Hamas. "Namun, kami juga menekankan pentingnya implementasi penuh dari semua poin perjanjian, terutama terkait bantuan kemanusiaan dan pembangunan kembali Gaza."

Penghadangan Bantuan oleh Kelompok Ekstremis Israel

Di tengah upaya penyaluran bantuan, muncul kendala baru: penghadangan oleh kelompok ekstremis kanan Israel. Tindakan ini semakin mempersulit pemulihan kondisi di Palestina.

Aksi Kelompok Tsav9

Kelompok Tsav9, dikenal dengan pandangan ekstremnya, menghalangi truk-truk bantuan yang akan masuk Gaza. Mereka merusak jalan yang dilalui truk, terutama di persimpangan Karem Abu Salem (Kerem Shalom), yang sebagian berada di wilayah Israel.

Ini bukan kali pertama Tsav9 melakukan aksi serupa. Mereka sebelumnya terlibat dalam penghadangan jalan, demonstrasi, perusakan, hingga perampokan truk bantuan. Aksi-aksi ini sering direkam dan diunggah ke internet sebagai propaganda.

Alasan di Balik Penghadangan

Dalam aksinya kali ini, Tsav9 mengklaim bahwa Hamas belum sepenuhnya memenuhi janjinya mengembalikan semua tahanan Israel. Mereka menyatakan bantuan untuk membangun kembali Gaza dan memenuhi kebutuhan warga tidak akan diberikan sampai semua korban dikembalikan.

"Kami tidak akan membiarkan bantuan masuk ke Gaza sampai semua tahanan kami dikembalikan," tegas seorang anggota Tsav9. "Hamas harus memenuhi janjinya sebelum kami mempertimbangkan untuk memberikan bantuan apa pun."

Namun, klaim Tsav9 dibantah oleh Hamas. Menurut mereka, Palestina telah membebaskan 20 tahanan Israel dan 10 lainnya dalam kondisi hidup dan sehat. Hamas juga menyatakan sedang berupaya mengumpulkan tahanan Israel lain yang belum dikembalikan. Sebagai bagian dari perjanjian, para tahanan Israel ditukar dengan hampir 2.000 warga Palestina yang ditahan Israel.

Penghadangan ini memicu kecaman dari berbagai pihak. Banyak yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum humaniter internasional dan upaya memperburuk kondisi kemanusiaan di Palestina.

"Tindakan ini sangat disayangkan dan tidak dapat diterima," ujar seorang pejabat PBB yang enggan disebutkan namanya. "Bantuan kemanusiaan harus disalurkan tanpa hambatan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa memandang afiliasi politik atau kelompok manapun."

Situasi di Palestina pasca gencatan senjata masih rapuh. Meskipun ada harapan, tantangan besar masih menghadang, terutama terkait akses bantuan kemanusiaan. Upaya dari berbagai pihak dibutuhkan untuk memastikan warga Palestina mendapatkan bantuan dan dapat membangun kembali kehidupan mereka. Masa depan Palestina bergantung pada komitmen semua pihak untuk menghormati perjanjian dan memberikan bantuan kemanusiaan tanpa syarat.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment