Israel di Gaza, Apa yang Berubah Setelah PBB Bersuara?
Komisi Penyelidik PBB baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan: Israel dituding melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Tudingan ini sontak memicu reaksi keras dan memunculkan pertanyaan serius mengenai implikasi hukum serta politiknya. Apa dampak tuduhan ini pada peta hubungan internasional? Bagaimana situasi di lapangan berubah setelah pernyataan PBB ini?
Tudingan Genosida Israel oleh PBB: Apa yang Terungkap?
Komisi Penyelidik PBB menyatakan bahwa Israel telah memenuhi empat dari lima kriteria yang mendefinisikan tindakan genosida menurut hukum internasional. Keempat kriteria tersebut adalah: pembunuhan anggota kelompok, menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang parah, menciptakan kondisi yang dapat menghancurkan kelompok tersebut, dan upaya mencegah kelahiran. Untuk memperkuat tudingannya, komisi ini juga mengutip pernyataan sejumlah pemimpin Israel.
Israel Membantah Tuduhan dengan Keras
Kementerian Luar Negeri Israel merespons dengan nada tinggi, menolak laporan tersebut mentah-mentah dan menyebutnya sebagai "menyimpang dan palsu". Seorang juru bicara kementerian bahkan menuding para pakar di komisi penyelidik sebagai "proksi Hamas" yang hanya mengandalkan "kebohongan Hamas yang telah berulang kali dipatahkan." Lebih jauh, kementerian menuduh balik bahwa Hamas-lah yang melakukan genosida di Israel dengan membunuh 1.200 orang, melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan, dan membakar keluarga hidup-hidup.
Gaza di Bawah Bayang-Bayang Konflik Sejak 7 Oktober 2023
Serangan Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, dipicu oleh serangan Hamas ke wilayah Israel Selatan. Data dari Kementerian Kesehatan Hamas menunjukkan bahwa serangan Israel telah menyebabkan sebagian besar penduduk Gaza mengungsi, merusak atau menghancurkan lebih dari 90% rumah, serta menghancurkan sistem kebersihan, kesehatan, dan air. Ribuan nyawa melayang dan ratusan orang disandera dalam konflik ini.
Analisis Mendalam dari Komisi Penyelidik PBB
Bagaimana Penyelidikan Ini Bermula?
Komisi Penyelidik Internasional Independen (COI) untuk Wilayah Palestina dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada tahun 2021. Mandatnya jelas: menyelidiki dugaan pelanggaran hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia. Komisi ini dipimpin oleh Navi Pillay, mantan Ketua HAM PBB asal Afrika Selatan yang memiliki pengalaman memimpin pengadilan internasional terkait genosida di Rwanda.
Pernyataan Pemimpin Israel: Bukti Penghasutan?
Komisi ini melakukan analisis terhadap pernyataan para pemimpin Israel, termasuk Presiden Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Hasilnya? Mereka menemukan bahwa pernyataan-pernyataan tersebut "menghasut terjadinya genosida."
Kesimpulan yang Mencengangkan dari Komisi Penyelidik PBB
Komisi menyimpulkan bahwa "niat genosida adalah satu-satunya kesimpulan yang masuk akal" jika melihat pola dan tindakan otoritas serta militer Israel di Gaza. Pillay menyoroti janji Netanyahu untuk melakukan "balas dendam besar" ke "semua tempat di mana Hamas bersembunyi" dan menjadikannya "puing." Ia juga menambahkan bahwa frasa "kota terkutuk" mengindikasikan bahwa seluruh Gaza dianggap bersalah dan menjadi sasaran balas dendam.
Peringatan Keras kepada Negara Lain
Komisi Penyelidik PBB tidak hanya menyoroti Israel, tetapi juga memperingatkan negara lain untuk "mencegah dan menghukum kejahatan genosida" dengan segala cara yang mungkin. Jika tidak, negara-negara tersebut berisiko dianggap terlibat. "Kami belum sampai pada tahap menyebut pihak mana yang bersekongkol atau terlibat genosida. Namun, itu adalah bagian dari pekerjaan kami yang masih berjalan. Kami akan sampai ke sana," tegas Pillay.
Reaksi dan Langkah Selanjutnya
Harapan agar Pimpinan Israel Diadili
Pillay berharap agar para pemimpin Israel dapat diadili dan dipenjara atas tindakan mereka. Ia melihat adanya kesamaan yang mencolok antara situasi di Gaza dan pembantaian di Rwanda. Meskipun mengakui bahwa keadilan adalah "proses yang lambat," ia mengutip Nelson Mandela yang berkata, "selalu terasa mustahil sampai hal itu terjadi."
Mengingat Kembali Tragedi Rwanda
Pillay menarik garis yang jelas antara situasi di Jalur Gaza dan Rwanda, tempat sekitar 800.000 orang, mayoritas etnis Tutsi dan Hutu, dibantai. Sebagai mantan ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengaku menyaksikan rekaman pembunuhan dan penyiksaan warga sipil yang membekas "seumur hidup."
Penyusunan Daftar Tersangka Pelanggaran di Gaza
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang. Pillay menyatakan bahwa COI akan menyusun daftar tersangka pelaku pelanggaran di Jalur Gaza, serta menyelidiki dugaan "keterlibatan" negara-negara yang mendukung Israel.
Respons dari Israel
Penolakan Mentah-Mentah Tudingan Genosida
Israel dengan tegas menolak tudingan genosida, menyebutnya "sama sekali tidak berdasar" dan dibangun di atas "klaim palsu dan bias."
Operasi Militer Diklaim Hanya Menargetkan Hamas
Pemerintah Israel bersikeras bahwa operasi militer yang mereka lakukan hanya bertujuan untuk melumpuhkan Hamas, bukan warga Gaza. Mereka juga mengklaim bahwa tentara mereka telah mengikuti hukum internasional dan berusaha meminimalisasi jatuhnya korban sipil.
Dengan tudingan genosida yang dilayangkan oleh PBB, konflik Israel-Palestina memasuki babak baru yang penuh ketidakpastian. Implikasi hukum, politik, dan kemanusiaan dari pernyataan ini akan terus bergulir dalam waktu mendatang. Dunia internasional kini menanti tindakan lebih lanjut dari PBB dan ICC, serta respons dari negara-negara anggota terkait tudingan serius ini. Akankah tudingan ini membawa perubahan signifikan dalam dinamika konflik, atau justru memperdalam jurang pemisah antara kedua belah pihak? Hanya waktu yang bisa menjawab.