Cara Macron Redam Konflik, Akui Palestina, Kucilkan Hamas?

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, melempar wacana pengakuan negara Palestina. Menurutnya, langkah ini bisa jadi kunci untuk mendinginkan tensi konflik Israel-Palestina yang tak kunjung usai, sekaligus mengisolasi kelompok Hamas. Ide ini muncul di tengah tekanan dunia yang makin kuat ke Israel terkait operasi militernya di Gaza, yang telah menyebabkan ribuan warga sipil menjadi korban.
Pengakuan Palestina Sebagai Strategi?
Wawancara Macron di Televisi Israel Ungkap Alasan di Baliknya
Dalam wawancara eksklusif dengan Channel 12, stasiun televisi Israel, Macron mengungkapkan alasan di balik usulannya. Ia berpendapat, dengan mengakui hak rakyat Palestina atas negara mereka sendiri, aspirasi sah warga Palestina akan terpisah dari aksi-aksi kelompok militan seperti Hamas. "Mengakui negara Palestina sama saja dengan menegaskan bahwa aspirasi rakyat Palestina dan penderitaan mereka saat ini tidak ada hubungannya dengan Hamas," tegas Macron, seperti dikutip pada Kamis (18/9/2025).
Solusi Dua Negara Jadi Tujuan Utama
Lebih lanjut, Macron menekankan bahwa pengakuan Palestina adalah langkah strategis untuk mewujudkan solusi dua negara. Sebuah solusi yang sudah lama diidamkan dunia internasional, namun terhambat berbagai faktor, termasuk pendudukan wilayah Palestina oleh pemukim Israel dan penolakan sebagian pihak untuk mengakui hak-hak Palestina. Macron berharap rencana ini bisa menciptakan momentum baru dan menekan pihak-pihak yang enggan berdamai. "Ini adalah saat-saat terakhir sebelum mengusulkan solusi dua negara menjadi sama sekali mustahil," katanya, menekankan betapa mendesaknya situasi saat ini.
Kritik Pedas Macron untuk Operasi Militer Israel di Gaza
Citra Israel Tercoreng Akibat Serangan?
Tak hanya menyoroti pentingnya pengakuan Palestina, Macron juga blak-blakan mengkritik operasi militer Israel di Jalur Gaza. Ia menyebut operasi tersebut "kontraproduktif" dan "gagal" mencapai tujuannya. Macron khawatir serangan-serangan itu menghancurkan citra dan kredibilitas Israel di mata dunia. "Operasi semacam ini di Gaza benar-benar kontraproduktif dan gagal. Anda benar-benar menghancurkan citra dan kredibilitas Israel, tidak hanya di kawasan ini, tetapi juga dalam opini publik di mana pun," ujarnya. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran yang meningkat di kalangan pemimpin Eropa mengenai dampak kemanusiaan dari tindakan Israel.
Konteks Konflik Israel-Palestina yang Perlu Dipahami
Tepi Barat dan Pendudukan Israel Jadi Sumber Ketegangan Abadi
Konflik Israel-Palestina adalah konflik panjang dan rumit yang berakar pada klaim teritorial, agama, dan nasionalisme. Situasi di Tepi Barat, yang diduduki Israel sejak 1967, terus menjadi sumber ketegangan. Pembangunan permukiman Israel di wilayah tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional dan menjadi penghalang signifikan bagi perdamaian. Warga Palestina di Tepi Barat hidup di bawah pendudukan militer Israel, dengan pembatasan pergerakan, akses terbatas ke sumber daya, dan ancaman kekerasan dari pasukan keamanan Israel dan pemukim.
Korban di Gaza Terus Berjatuhan
Sementara itu, Jalur Gaza menghadapi situasi yang semakin memprihatinkan. Serangan Israel yang tak henti-hentinya telah menyebabkan kehancuran luas dan penderitaan manusia yang tak terbayangkan. Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, yang diakui oleh organisasi internasional seperti PBB, sedikitnya 65.141 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan-serangan Israel. Jumlah ini merupakan pengingat yang mengerikan tentang harga yang harus dibayar dalam konflik ini. Selain itu, blokade Israel yang telah berlangsung selama bertahun-tahun telah memperburuk kondisi kehidupan di Gaza, menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Usulan Macron untuk mengakui negara Palestina adalah upaya berani untuk memecah kebuntuan dan mendorong kedua belah pihak untuk kembali berunding. Namun, langkah ini juga menghadapi tantangan besar. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara konsisten menolak solusi dua negara dan terus memperluas permukiman di Tepi Barat. Selain itu, Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, juga menolak mengakui hak Israel untuk eksis. Masa depan konflik Israel-Palestina masih belum pasti. Namun, inisiatif seperti yang diajukan Macron menunjukkan bahwa komunitas internasional terus berupaya mencari solusi damai dan adil untuk mengakhiri siklus kekerasan dan penderitaan ini. Saat ini, diplomasi intensif sangat diperlukan untuk menjembatani perbedaan dan menciptakan kondisi bagi perdamaian yang langgeng.