Tanda Kiamat Ketika Ilmu Dicari dari Anak-Anak Muda?

Qumedia - Pernyataan dalam judul tersebut didapat dari makna lahir dari hadis di bawah ini:
Dari Abu Umayyah Al Lahmi رضي الله عنه : "Bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda : "Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat itu ada tiga : salah satunya adalah : jika ilmu dicari di sisi orang-orang kecil/muda"
- Al Imam At Thabarani dalam Al Mu'jam Al Kabir no. 908
- Al Imam At Thabarani dalam Al Mu'jam Al Ausath no. 8140
- Al Imam Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayan Al-Ilmi wa Fadlihi no. 1051–1052
Al Amir As Shan'ani dalam At Tanwir syarah Jami Shagir menjelaskan : Ibnu Hajar berkata : Sanaduhu Shahih (Sanadnya Shahih).
Namun Al Hatsami menilai : "padanya ada rawi bernama Ibnu Lahi'ah : dla'if (lemah) . Pendapat tersebut perlu ditinjau ulang, sebab Ibnu Lahi'ah -yang disebut oleh At thabarani di sanad Al Mu'jam Kabir dengan nama : Abdullah bin 'Uqbah, nisbat kepada kakeknya- diriwayatkan hadisnya oleh rawi bernama Abdullah Ibnul Mubarak.
Dalam Tahdzib at Tahdzib dikutip berbagai penilaian dari para Imam yang memperdebatkan kedudukan Ibnu Lahi'ah, dimana beliau itu di satu pihak dinilai sebagai rawi yang tsiqah (terpercaya), tidak ada masalah dalam keshalihan dan kejujuran serta ketepatan periwayatannya. Akan tetapi kemudian diketahui bahwa setelah kitab-kitabnya terbakar periwayatannya berubah. oleh karena itu rawi-rawi hadis yang meriwayatkan darinya sebelum kitab-kitabnya terbakar periwayatannya dapat dipercaya, sedangkan yang meriwayatkan setelahnya perlu dipertanyakan ketepatannya.
Di antara rawi yang meriwayatkan hadis darinya sebelum kitab-kitabnya terbakar adalah Abdullah Ibnul Mubarak. Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Tahdzib at At Tahdzib mengutip perkataan Abdul Ghani Al Azdi, As Saji dan yang lainnya sebagai berikut:
"Jika Abadilah (rawi-rawi Bernama Abdullah) meriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah maka Ia itu shahih (mereka adalah Abdullah) : Ibnul Mubarak, Ibnu Wahb, dan Al Muqri`"
Oleh Karena itu Al Hafizh menyimpulkan dalam taqribut tahdzib bahwa Ibnu Lahi'ah itu:
Shaduq (lurus-benar) –dari thabaqah ke 7- berubah (periwayatannya) setalah kitab-kitabnya terbakar, akan tetapi riwayat Ibnul murabak dan ibnu Wahb darinya lebih adil dari pada periwayatn selain kedunya.
Tidak ada masalah dan perdebatan atas sisa rijal isnadnya baik dari segi ittishal maupun keadilan rawi, dengan demikian penilaian al Hafizh Ibnu Hajar tentang kesahihan sanad hadis ini dinilai lebih tepat. Wallahu A'lam
Penjelasan:
Perkara yang jadi tanda dekatnya kiamat biasanya sebuah keganjilan yang tidak lazim dan berkonotasi buruk, jika ia berkaitan dengan fenomena alam : fenomena itu biasanya membahayakan, dan menguji ketahana iman manusia di zaman itu, jika itu berkaitan perilaku manusia maka perilaku itu biasanya aneh dan menyimpang, seperti banyaknya pembunuhan, banyaknya anak durhaka, banyaknya pengembala unta dungu yang bermegah-megahan dan sebagainya.
Maka jika demikian halnya, fenomena : ilmu dicari dari al Ashaghir atau orang-orang kecil atau anak muda di juga dianggap sesuatu yang berkonotasi buruk.
Kata Al Asahagir adalah jamak dari kata shaghir yang merupakan kebalikan dari Kabir (besar). Makna Kata ini jika dilihat dari konteks perbandingan umur berarti yang muda, dalam klasifikasi thabaqat (Angkatan) para rawi hadis dikenal misalkan thabaqah shighar tabi'in dan kibar tabi'in, artinya tabiin muda dan tabi'in senior, dalam hadis Riwayat bukhari no. 72 dari Ibnu 'Umar رضي الله عنه Rasulullah pada suatu kesempatan pernah bertanya kepada para sahabat untuk menguji pemahaman mereka tentang agama:
"Sesungguhnya di antara pohon-pohon itu ada satu pohon, yang perumpamaannya itu umpama seorang muslim"
Terangkanlah oleh kalian kepadaku Apa itu!
Lantas Ibnu Umar berkata:
Maka Aku ingin mengatakan : "itu adalah pohon kurma, Namun ternyata aku orang yang paling Shaghir (muda) di antara mereka, lantas aku diam"
Jika al Ashagir diartikan dengan anak-anak muda, fenomena banyaknya anak-anak muda yang dianggap pakar dalam ilmu sehingga menjadi sumber ilmu di suatu kurun waktu tertentu menandakan hal itu sesuatu hal yang ganjil dan berkonotasi kurang baik.
Jika demikian halnya akan timbul keganjilan lainnya, bukankah sejak zaman nabi banyak anak muda cerdas yang jadi sumber ilmu? Seperti Ibnu Abbas, Mus'ab bin 'Umair, Abdullah bin Umar dan lain sebagainya. Mengapa Rasulullah tidak melarang sahabat senior bertanya perihal banyak tentang ilmu kepada mereka? Bahkan Mus'ab bin 'Umair disebutkan dalam Tarikh diutus langsung oleh Rasulullah untuk membina Masyarakat Yatsrib di Usia yang masih muda.
Berkaitan dengan itu Al Amir As Shan'ani dalam At Tanwir mengutip perkataan Umar bin Al Khattab رضي الله عنه,
"Rusaknya manusia itu jika telah datang ilmu dari anak muda yang mendurhakai orang tua karenanya"
Menyampaikan ilmu kepada orang yang tidak tahu adalah kewajiban seorang muslim tua maupun muda. Orang yang menyembunyikannya diancam oleh laknat Allah dan seluruh makhluk yang dapat melaknat seperti dijelaskan dalam Q.s. Al Baqarah : 159. Akan tetapi dalam menyampaikan apa lagi mengingatkan orang tua, tidak bisa disamakan dengan yang lain, seseorang perlu memperhatikan adab menyampaikan yang khusus kepada orang tua, agar tidak mendurhakai mereka. Seperti soal bahasa, memilih timing/waktu yang tepat seperti tidak memilh waktu ketika di depan umum karena dengan begitu akan timbul perasaan direndahkan, kadangkala perlu bersiasat agar nasihat yang berisi ilmu itu tidak terasa disampaikan oleh si muda, kadang seseorang perlu menyampaikan kepada orang lain yang omongannya dianggap dapat diterima ketimbang menyampaikan sendiri, dan sebagainya. Pepatah Arab mengatakan:
"Bagi tiap-tiap tempat itu ada ucapannya, dan bagi tiap-tiap ucapan itu ada tempatnya"
Mungkin juga dapat dipahami bahwa saat anak-anak yang berusia muda dan belum banyak pengalaman, namun terlalu cepat ditokohkan sehingga menjadi sumber ilmu itu seperti buah muda yang sudah mulai dipanen, pengalaman jatuh bangun menerapkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari belum begitu teruji, sehingga ada memungkinkan yang besar ilmu dan ketokohan yang didapatkan malah mengakibatkan dia menjadi takabbur, maka dengan takabbur segala bentuk akhlak buruk akan tumbuh, sehingga pantas Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi صلى الله عليه وسلم., beliau bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya seseorang menyukai baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia."(Hr. Muslim, dari Ibnu Mas'ud)
Al Qosimi dalam Mau'izhah al Mu'minin: "Dan kesombongan hanya akan jadi penghalang antaranya dengan surga, sebab ia akan menghalangi manusia dari akhlak seorang mukmin seluruhnya, padahal akhlak-akhlak itu adalah pintu-pintu Surga, sedangkan Sombong adalah kegagahan pada jiwa yang akan mengunci semua pintu itu : Sebab seorang yang sombong tidak akan mampu untuk mencintai Mukminin sebagaimana ia mencintai diri sendiri, tidak mampu untuk tawadhu (rendah hati)-padahal ia adalah pokok akhlak-akhlak orang bertaqwa-, dia tidak akan mampu untuk meninggalkan dendam, dia tidak mampu untuk tetap dalam kejujuran, tidak mampu untuk meninggalkan marah, tak mampu menahan (perbuatan kotor) saat marah, tidak akan mampu meninggalkan hasad, tidak mampu Memberi Nasihat yang lembut, Tidak mampu menerima nasihat, tidak akan selamat dari menghina orang, dan menggunjing (ghibah) mereka"
Kemudian Jika dilihat dari konteks perbandingan kedudukan, Ashagir atau Shaghir dapat berarti orang-orang yang hina kebalikan dari orang-orang terhormat. Sebagaimana disebut-sebut dalam beberapa konteks hadis oleh Ibnul Atsir dalam An Nihayah , ia mengatakan : "As Shighar wa huwa Ad Dzull wa al Hawan" (shighar itu kehinaan).
Dalam kitab Jami bayan Ilmi wa Fadlihi, terdapat penjelasan Ibnul Mubarak : tentang ta'wil yang dimaksud al Ashaghir, yang bermakna orang-orang hina, mereka adalah orang-orang yang berbicara semata dengan logika dan para ahli bid'ah:
Nu'aim berkata : ditanyakan kepada Ibnul Mubarak : siapakah Al Ashaghir itu? : mereka adalah orang-orang yang berkata berdasarkan ra'yunya (logika) saja, Adapun anak muda yang meriwayatkan (mengambil ilmu) dari yang ia bukan shagir yang dimaksud. Abu 'Ubaid menyebutkan tetntang ta'wil khabar ini, dari Ibnul Mubarak sesungguhnya biasanya ia memaksudkan Ashaghir itu kepada para ahli bid'ah tidak merujuk kepada umur (muda)
Sementara itu yang dipahami oleh Al Hafizh ibnu Hajar dengan melihat berbagai isyarat dari Al Bukhari dalam kitab shahihnya, Al Ashagir dimaknai sebagai orang lemah yang biasanya tidak dilirik untuk memegang amanat oleh orang-orang, semantara para pemegang amanat sudah tidak berilmu dan berilmu atau berilmu tapi tidak berpegang padanya sehingga tidak lagi jadi sumber ilmu.
Imam Al Bukhari dalam shahihnya, pada kitab Al 'Ilmi dengan nomor hadis.59 meriwayatkan dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda tanda kiamat itu:
"Jika urusan sudah diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat"
Al Hafizh dalam Fathul Bari berkomentar : "Sesungguhnya menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya tiada lain akan terjadi Ketika menangnya kebodohan, dan diangkatnya ilmu, dan hal itu bagian dari sejumlah tanda-tanda kiamat, dan ia menunjukkan bahwa ilmu itu selama ia tegak, selama itulah urusan akan lapang.
Seakan-akan Mushannif (Al Bukhari) berisyarat : bahwa ilmu itu tiada lain diambil dari Al Akabir (orang terhormat/pemegang amanat), mengisyaratkan kepada hadis yang diriwayatkan Dari Abu Umayyah Al Jumahi sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
Di antara tanda-tanda (dekatnya) kiamat itu adalah jika ilmu dicari di sisi al Ashagir (orang-orang lemah/bukan pemegang Amanah)."
Jadi tanda dekatnya kiamat yang dimaksud oleh hadis ini adalah:
- Jika anak muda yang berilmu tidak punya etika sehingga mendurhakai orang tua karena ilmunya itu,
- Jika sumber ilmu adalah orang-orang yang berpikir dan menyimpulkan perkara semata dari logika bukan dalil quran dan sunnah, Tua ataupun Muda
- Jika sumber ilmu adalah orang-orang Ahli Bid'ah, tua ataupun muda,
- Jika Ilmu sudah tidak ada pada para pemangku amanat seperti : pejabat pemerintahan, orang tua di rumah, para guru, para ustadz dan kiayi, para pegawai, para pemimpin di berbagai jenjang pimpinan, lembaga dan lain sebagainya. Wallahu A'lam. Qumedia
- Al-Mu'jam Al-Kabir, At-Thabarani. Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyyah, 1415 H, Juz 22, hlm. 361–362, no. 908.
- Al-Mu'jam Al-Awsath, At-Thabarani. Aplikasi Jawami' Al-Kalim, versi 4.5, no. 8140.
- Jami' Bayan Al-'Ilmi wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Barr, no. 1051–1052.
- At-Tanwir Syarh Jami' Shaghir, Al-Amir Ash-Shan'ani. Riyadh: Maktabah Darussalam, 1432 H, Juz 4, hlm. 123–124.
- Tahdzib At-Tahdzib, Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Kairo: Dar Al-Hadits, 1431 H, Juz 4, hlm. 137.
- Taqrib At-Tahdzib, Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Kairo: Dar Al-Hadits, 1430 H, hlm. 351, no. 3563.
- Shahih Al-Bukhari, no. 59 dan no. 72. Versi penomoran Fuad Abdul Baqi.
- Mau'izhah Al-Mu'minin, Al-Qosimi. Jakarta: DKIS, 2005, Juz 2, hlm. 80.
- An-Nihayah fi Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar, Ibnul Atsir. Kairo: Dar Ibnul Jauzi, 1437 H, hlm. 493.
- Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Kairo: Dar Ibnul Jauzi, 1430 H, Juz 1, hlm. 196.