Pidato Trump di PBB, Kritik Keras Palestina & Durasi Tak Terduga

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan dunia saat berpidato di Sidang Umum PBB, Selasa (23/9/2025). Orasinya tak hanya memicu kontroversi soal pandangannya terhadap Palestina, tetapi juga karena durasinya yang jauh melampaui waktu yang dialokasikan.
Kecaman Terhadap Pengakuan Palestina
Trump tanpa tedeng aling-aling mengecam negara-negara yang telah mengakui Palestina sebagai negara. Ia mempertanyakan motif di balik pengakuan tersebut dan dampaknya pada upaya perdamaian yang sedang berjalan. Baginya, fokus utama seharusnya pada pembebasan sandera yang ditawan Hamas.
"Seolah ingin memicu konflik yang berkelanjutan, beberapa anggota badan ini malah berupaya mengakui negara Palestina secara sepihak," ujar Trump dalam pidatonya, menunjukkan kekecewaannya. Ia menambahkan, pengakuan semacam itu akan memberikan imbalan yang tidak pantas kepada Hamas atas tindakan kekerasan mereka.
Reaksi Internasional atas Pengakuan Palestina
Pengakuan negara Palestina oleh sejumlah negara, termasuk Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia, didorong oleh rasa frustrasi atas tindakan Israel di Gaza dan harapan untuk menghidupkan kembali solusi dua negara. Namun, langkah ini membuat berang Israel dan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.
"Ini langkah yang sangat disayangkan, mengingat situasi yang ada," kata seorang diplomat senior dari salah satu negara pengakui Palestina, yang meminta anonimitas. "Kami percaya pengakuan ini adalah cara untuk menjaga harapan solusi dua negara tetap hidup."
Pidato Melampaui Batas Waktu
Trump tercatat berpidato selama 56 menit, jauh melampaui batas waktu 15 menit yang ditetapkan untuk setiap kepala negara. Pidato panjangnya mencakup berbagai topik, dari pencapaiannya selama menjabat hingga kritik tajam terhadap PBB dan pandangannya tentang konflik Palestina-Israel.
Topik Lain yang Disentuh
Selain masalah Palestina, Trump memanfaatkan kesempatan itu untuk membahas isu-isu penting lainnya, termasuk imigrasi, perubahan iklim, dan kebijakan ekonomi terhadap Rusia. Ia bahkan menyindir Wali Kota London, Sadiq Khan, dan mengklaim inflasi di AS sudah terkendali, meskipun data terbaru menunjukkan sebaliknya.
"Kami telah membuat kemajuan luar biasa dalam mengendalikan inflasi," kata Trump, meski sejumlah analis ekonomi meragukan klaim tersebut. "Kebijakan kami berhasil, dan kami akan terus berjuang untuk memastikan stabilitas ekonomi bagi rakyat Amerika."
Kritik Pedas terhadap PBB
Dalam pidatonya, Trump juga menyerang PBB secara terbuka, mempertanyakan efektivitas organisasi tersebut dalam menciptakan perdamaian dunia dan menganggapnya kurang relevan dalam menghadapi tantangan global saat ini. Ia bahkan menyinggung masalah teknis seperti lift rusak dan teleprompter yang tidak berfungsi di markas besar PBB sebagai contoh ketidakberesan organisasi tersebut.
"Apa gunanya Perserikatan Bangsa-Bangsa?" tanya Trump retoris. "PBB punya potensi luar biasa, tapi sebagian besar belum bisa mencapai potensi itu."
Potensi PBB yang Belum Terwujud
Trump berpendapat bahwa PBB memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan positif di dunia, namun belum mampu mewujudkannya secara maksimal. Ia mengklaim bahwa PBB lebih sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan tegas daripada mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan konflik dan masalah global.
"PBB seharusnya menjadi tempat di mana negara-negara bersatu untuk mengatasi tantangan bersama," kata seorang pengamat politik dari Universitas Columbia. "Namun, kenyataannya, PBB seringkali terjebak dalam birokrasi dan kepentingan nasional yang saling bertentangan."
Trump mengakhiri pidatonya dengan menyerukan reformasi di dalam PBB dan mendesak negara-negara anggota untuk bekerja sama dalam mengatasi tantangan global yang mendesak. Ia juga menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah dan di seluruh dunia. Meskipun demikian, kritiknya yang tajam terhadap Palestina dan PBB diperkirakan akan terus memicu perdebatan dan ketegangan di panggung internasional. Para analis politik mencatat bahwa pidato Trump ini semakin menggarisbawahi perpecahan mendalam dalam pandangan dunia, dan tantangan untuk mencapai konsensus global semakin besar.