TERBARU

Upaya Menjaga Keluarga dari Api Neraka

Upaya Menjaga Keluarga dari Api Neraka
Upaya Menjaga Keluarga dari Api Neraka

Anak-Istrimu Jangan Jadi Musuhmu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِ كُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُو أَوَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌرَّحِيمٌ

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. At-Taghabun [64]: 14).

Qumedia - Allah SWT memberitahukan perihal istri dan anak bahwa di antara mereka (berpotensi) menjadi musuh bagi seorang suami dan ayah. Hal ini semakna dengan ayat, wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak- anakmu membuatmu lalai dari mengingat Allah. Siapa yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9). Oleh karenanya, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berhati-hati terhadap mereka, yaitu dalam memelihara agama.

Imam Mujahid menafsirkan ayat "Sesungguhnya di antara istri-istriu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu," "yaitu seorang lelaki dapat terseret kepada perbuatan dosa seperti pemutusan tali kekeluargaan atau kepada kedurhakaan kepada Rabbnya. Sehingga lelaki tersebut tidak mampu berbuat apa-apa karena hatinya dikuasai rasa cinta kepada seseorang selain menuruti semua yang diinginkannya."

Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Ibnu Abbas dan beliau dimintai fatwa oleh seseorang berkenaan dengan ayat ini, beliau mengutarakan mengenai ayat yang ditujukan kepada seseorang (pada hari itu dan berlaku secara umum), "Mereka itu adalah orang-orang yang masuk Islam dari kota Mekah, kemudian mereka hendak bertemu dengan Rasulullah SAW., namun istri dan anak mereka tidak mengizinkan mereka. Ketika mereka datang kepada Rasulullah mereka melihat orang-orang telah mendalami ilmu-ilmu agama. Mereka bermaksud menghukum istri dan anak mereka, lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat, "dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi dan beliau mengatakan, "Hadits ini hasan dan sahih" Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan ath- Thabrani.

Berkata 'Atha bin Yasar: ayat ini turun mengenai 'Auf bin Malik al-Asyja'; beliau ini mempunyai istri dan anak yang bila beliau akan berangkat perang, anak dan istrinya menangis dan melunakkan hatinya, mereka berkata: kepada siapa ayah menitipkan kami? Lalu lunaklah beliau karena mereka itu dan tinggallah beliau. Maka Allah menurunkan ayat: [Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu], ya'ni dengan mendorongnya mereka kepadamu untuk meninggalkan ta'at, maka bertahati-hatilah kamu terhadap mereka untuk menerima kemauan mereka itu. (Ma'alim at-Tanzil IV: 324).

'Abd bin Humaid meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata: Di antara isteri dan anak ada yang tidak menyuruh ta'at dan tidak melarang ma'shiyat. Cukup menjadi musuh bagi seseorang, bila teman hidupnya tidak menyuruh ta'at dan tidak melarang ma'shiyat, dan merintangi untuk jihad dan hijrah kepada Rasulullah Saw. (Tafisr ad-Dur al-Mantsur XIV: 518)

Abu Bakar Ibnu al Arabiy berkata: Tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalang- halangi seseorang untuk melakukan keta'atan.

(Berkata al Qurthubiy): Sebagaimana bagi seorang suami, anak dan istrinya menjadi musuh (dengan begitu), begitu juga bagi seorang istri, suami dan anaknya menjadi musuh karena demikian. Ayat ini umum bagi setiap ma'shiyat yang dilakukan seseorang disebabkan keluarga dan anak. Khususnya sebab tidak menghalangi umumnnya hukum. (Tafsir al-QurthubiyXVIII: 131-132)

Anak dan harta merupakan karunia dari Allah SWT. Bahkan kedua hal ini merupakan perhiasan hidup (Zinatul Hayaatid Dunya). Fitrah seorang manusia pasti menyukai hal ini. Orang akan merasa sengsara jikalau tak memliki harta, meskipun memiliki anak. Pun demikian, seseorang akan merasa hampa jikalau tak dikaruniai anak meskipun memiliki harta yang melimpah ruah. Sungguh amat beruntung orang yang dikaruniai keduanya dengan cukup.

Memiliki pasangan merupakan sebuah anugerah yang luar biasa. Bahkan dipandang sebagai sebuah kebanggan tersendiri. Lebih-lebih mempunyai sosok suami yang berparas tampan, gagah, berpenghasilan mapan, setia dan penuh perhatian. Atau berisitrikan seorang perempuan cantik, shalehah, penurut, taat beragama, dan penuh kasih sayang. Jika demikian, kehidupan seperti ini akan terasa sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sebagaimana yang Allah firmankan yang menjadi tujuan pernikahan.

Namun, pada kenyataannya, tidak setiap orang yang memiliki harta dan kaya raya hidupnya sejahtera, yang memiliki keturunan berbahagia, dan yang memiliki pasangan selalu harmonis. Terkadang harta, keturunan, dan pasangan menjadi sumber kesedihan dan kesengsaraan dalam hidup. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pola hidup, pola pikir, atau aqidah yang dianut oleh anggota keluarga yang nonislami. Oleh karena itu, Allah SWT memperingatkan orang-orang yang beriman untuk berhati-hati dalam mengarahkan anak dan isterinya.

Musuh adalah orang yang mengancam dan merusak. Musuh berkeinginan kuat untuk mencelakan dan membuat sengsara. Anak yang menjadi musuh bagi orang tuanya ialah yang menuntut orang tuanya agar memberikan kebebasan untuk bergaul dengan orang yang disukainya, meskipun bertentangan dengan keinginan orang tua karena pertimbangan syariat. Istri sebagai musuh ialah yang menuntut kepada suami di luar kemampuannya. Sehingga dengan dalih sayang isteri, suami melakukan perbuatan dosa demi memenuhi keinginan isterinya itu tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Begitupun terkadang suami yang menjadi musuh bagi isteri dan anaknya. Misalnya menyuruh berbuat dosa dan melarang melaksanakan kebaikan.

Karenanya, wujud kehati-hatian seorang suami, sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap keluarga yang dipimpinnya ialah hendaknya diwujudkan dengan mengarahkan keluarganya ke jalan yang diridlai Allah. Didiklah mereka dengan ajaran Islam. Berikan contoh dan ajaklah mereka beramal saleh. Kemudian senantiasalah peringatkan mereka dengan adanya alam akhirat.

Konteks ayat ini juga berlaku bagi seorang isteri dan anak yang merintangi atau suami yang tidak mendukung bahkan merintangi berjihad di jalan Allah.

Katakanlah "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At-Taubah [9]: 24)

Didiklah Keluarga Agar Hidup Sesuai Tuntunan Agama

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُو انْفُسِكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراوَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلْئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهِ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Qs. At-Tahrim [66]: 6).

Menurut Imam Ibnu Katsir, mengenai ayat Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api yaitu kamu perintahkan dirimu dan keluarga yang terdiri dari dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan, kamu larang dirimu beserta semua orang yang berada di bawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebagai sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta'ala kepada mereka.

Makna ayat ini selaras dengan hadits berikut.

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ فَإِذَا بَلَغَ عَشَرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا

Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila telah mencapai usia tujuh tahun. Bila telah mencapai umur sepuluh tahun, pukullah mereka bila tidak mau mengerjakannya (HR. Abu Dawud).

Menurut para ahli fiqih, dengan membiasakan anak untuk shalat dan shaum dapat melatih atau membiasakan mereka dalam melakukan peribadatan. Sehingga kelak ketika dewasa mereka akan tetap menjalani hidup dengan beribadah dan ketaatan, serta menjauhi dan meninggalkan kemaksiatan.

Allah SWT berfriman, "yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu"; yaitu beberapa ulama menafsirkan sebagai kayu bakar meliputi manusia dan jin, al-hijarah diartikan patung-patung yang disembah, batu belerang, dan batu yang berbau busuk melebihi bangkai.

Allah SWT berfirman, "penjaganya malaikat- malaikat yang kasar"; pendeskripsi malaikat yang dimaksud dengan ciri-ciri di antaranya: 1) bertubuh keras, tebal, dan berpenampilan mengerikan; 2) berwajah hitam dan bertaring menakutkan; dan 3) tidak memiliki belas kasih terhadap orang-orang walaupun sebesar biji dzarrah. Hal ini karena Allah telah mencabut rasa kasih dan sayang dari mereka.

Allah SWT berfriman, "yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"; yaitu mereka merupakan malaikat Zabaniah yang tidak pernah menangguhkan apa yang diperintahkan Allah dan mereka tidak akan berhenti.

Sama halnya dalam Tafsir al-Qurthubiy bahwa malaikat Zabaniyah memiliki ciri di antaranya hatinya bengis, tidak akan mengasihani ahli neraka minta dikasihani, mereka diciptakan dari kemarahan, dijadikan bagi mereka menyiksa makhluk, sebagaimana dijadikan suka bagi anak- anak Adam, makan makanan dan (minum) minuman.

Tujuan Allah SWT memperingatkan manusia dengan ialah agar hamba-Nya tidak menganggap enteng terhadap perintah-Nya.

Sama halnya dalam Tafisr al-Ausiy (Hamdan, 2019), bahwa ayat di atas dapat ditafsirkan bahwa memelihara diri dari api neraka, ialah dengan meninggalkan mas'syihat dan mengerjakan ta'at, dan memelihara keluarga darinya ialah dengan membawa mereka untuk itu dengan dinasihati dan dididik.

Rasulullah dalam mendidik keluarganya ialah dengan mengajak mereka beribadah. Seperti yang lakukan kepada isterinya untuk beliau membangunkan shalat malam

عن عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ, فَإِذَا أَوْتَرَقَالَ: قَوْمِي فَأَوْتِرِي يَا عَائِشَة

Dari 'Urwah bin az-Zubair, dari 'Aisyah RA ia berkata; Keadaan Rasulullah SAW shalat malam, lalu bila telah witir beliau bersabda, "Bangunlah lalu witirlah hai 'Asiyah." (HR. Muslim, no. 744, Syarh an-Nawawiy, VI: 20).

Salah satu metode pendidikandalam Islam adalah dengan keteladanan (bil qudwah). Secara tidak langsung, seorang pemimpin keluarga harus secara intensif untuk membenahi dirinya sendiri.

فَعَلَ الرَّجُلِ أَنْ يُصْلِحْ نَفْسَهُ بِالطَّاعَةِ, وَيُصْلِحْ أَهْلَهُ إِصْلَاحَ الرَّعِيُ لِلرَّعِيَّةِ

Maka kewajiban seseorang untuk membereskan dirinya sendiri dengan keta'atannya dan wajib membereskan keluarganya, seperti layaknya seorang pemimpin membereskan rakyatnya. (Tafsir al-Qurtubiy, al-Jami' li Ahkam asl-Qur'an, XVIII:179).

Anak merupakan karunia dari Allah. Selain itu, mereka juga amanah yang dititipkan yang harus dijaga dengan baik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abu Hamid al-Ghazaliy, beliau menuturkan:

"Anak merupakan amanat yang dititipkan (Allah SWT) pada ayahnya. Hatinya bak mutiara berharga, lurus dan masih bersih dari segala lukisan dan gambar, tetapi hatinya akan menerima segala lukisan dan gambar, dan condong kepada apa yang ia dicondongkan kepadanya. Jika ia dibiasakan dan diajari pada kebaikan, ia akan tumbuh pada kebaikan dan bersama kedua ibu-bapaknya mendapatkan pahala. Tetapi jika anak tersebut dibiasakan pada kejelekan dan dibiarkan, ia akan celaka dan binasa, dan dosa pada pundak pelurusnya dan walinya. (Faidl al-Qasie Syarh Jami' ash-Shaghir, III: 480)

Seluruh anggota keluarga akan dimintai pertanggungjawaban berdasarkan amanah yang diembankan kepadanya dari Abdullah (Ibnu Umar) RA, Rasulullah Saw bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban, Imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban. Seorang suami adalah pemimpin di keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin untuk urusan harta tuanya, dan akan dimintai pertanggung jawaban. Ingatlah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban." (Hr. al-Bukhariy, Kitab an-Nikah, no. 5188)

Semoga kita semua bersama keluarga dapat berkumpul tidak hanya di dunia saja, melainkan juga dapat berkumpul kelak di surga-Nya.

Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri- isteri kamu dengan gembira. (Qs. az-Zukhruf [43]: 70) Qumedia

Penulis: Agung Ega A | Editor: Rifqi Fauzan Sholeh
Reference:
Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment