TERBARU

Jasa Orang Jangan Dilupakan, Jasa Sendiri Tak Usah Disebut-Sebut

Jasa Orang Jangan Dilupakan, Jasa Sendiri Tak Usah Disebut-Sebut
Jasa Orang Jangan Dilupakan, Jasa Sendiri Tak Usah Disebut-Sebut

Qumedia - Hampir semua makanan yang kita nikmati, adalah hasil karya dari orang lain, bukan hasil tanaman kita sendiri; bahkan banyak yang pernah berjasa menanam tanaman yang kita nikmati sekarang, mereka tidak sempat menikmati hasil karya-nya tersebut.

Ahli hikmat berkata:

زَرَعَ السَّابِقُوْنَ فَأَكَلْنَا أَفَلاَ نَزْرَعُ لِيَأْكُلَ اللَاحِقُوْنَ
"Zara'as Sâbiqûna fa-akalna, a-fala 'nNazar'u liyakula 'lLâhiqûna?"
"Orang yang mendahului kita telah menanam dan kita menikmati hasil buahnya; apakah tidak selayaknya kita menanam untuk dinikmati orang yang bakal datang?"

Bagi seorang Muslim yang tidak sempat merasakan hasil tanamannya, tidak berarti tidak sempat menikmati hasilnya, sebab hasil taninya itu bila dimakan seekor burung atau orang lain, pasti akan menerima ganjaran shadaqah.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
"Mamin muslimin yaghrusu ghorsan illa kāna ma ukila minhu lahu shadaqotun, wa mā suriqa minhu shadaqotun, wa mā akala sSabu'u fahuwa lahu shadaqotun wa mā akalati 'T-Tuyûr fahuwa lahu shadaqotun, wa lā yarza'uhu ahadun illa kāna lahu shodaqotun"
"Tidaklah seorang Muslim yang menanam satu tanaman, kecuali segala apa yang dimakan dari karyanya itu adalah bagi dia suatu shadaqah, dan segala apa yang dicuri orang lain adalah shadaqah (meski pencurinya tetap durhaka) dan yang dimakan binatang buas bagi dirinya adalah shadaqah dan yang dimakan burung adalah bagi dirinya shadaqah demikian pula yang diambil orang lain adalah shadaqah bagi dirinya."
Sumber: Hadits riwayat Muslim (Muntakha: 347)

Pejuang Muslim yang taat dan kukuh imannya turut pergi fie sabilillah untuk meninggikan kalimatullah, hingga negeri tersebut menjadi Islam, seperti negeri Mekkah, tidak dapat dikatakan mati bila ia mati, amalnya tidak akan pernah mati selama negara yang dibelanya tersebut tetap menjalankan aqidah dan syiar Islam, ia mendapat ganjaran dari amal jariahnya; sekalipun tidak turut menikmati hasil juang laganya dalam jihad tersebut.

Maka pejuang Muslim tersebut telah berjihad fie sabilillah, kemudian syahid terbunuh dalam peperangan, artinya ia telah bekerja, berjuang laga dan jihad kemudian menghasilkan i'ila kalimatillah yang dinikmati orang lain, padahal mereka tidak turut andil bekerja, berjuang laga dan jihad, hal serupa itu tidak ubahnya seperti yang menikmati makanan hasil tanaman orang lain.

Islam tidak melupakan jasa-jasa baik orang Islam yang mendahului mereka, sebab pada umumnya buah yang dapat dipetik dan dirasakan kenikmatannya itu adalah amal jihad mereka, kita dengan mereka merupakan mata rantai yang tidak boleh putus, dan kuat menguatkan.

Mereka adalah manusia biasa, pasti ada kesalahan dan kekeliruan, karenanya kita mohonkan kepada Allah supaya dimaafkan kesalahannya, dan kita berusaha dan memohon hubungan antar ummat Islam bersih, tidak dengan hati yang berkarat.

Tuhan menganjurkan kepada kita berdoa:

وَالَّذِينَ جَآءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ
"Walladzīna jāu min ba'dihim, yaqūlūna robbanagh-firlanā wa li ikhwaninal ladzina sabaqūnā bil īmāni, wa lā taj-'al fīe qulūbinā ghillan lilladzīna āmanū. Robbanā innaka raūfur rahīm."
"Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Hai Tuhan kami? ampunkanlah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului dengan iman, dan hapuskanlah kedengkian terhadap mereka yang beriman. Sesungguhnya Engkau Pengasih Penyayang". (Al Hasyr : 10)

Khalifah Umar salah seorang sahabat atau pejuang yang dapat melihat dan dapat merasakan kenikmatan buah amal yang ditanam oleh beliau sendiri bersama mereka yang telah mendahului, dan ia menjadi pelanjut dan penyambung garis perjuangan jihad mereka, yang buah amalnya akan dapat dirasakan oleh para penerus dimasa mendatang, masa yang lebih cerah.

Pada suatu hari Khalifah Umar bertemu dipasar dengan seorang wanita yang mengenalkan diri kepada Khalifah bahwa ia itu salah seorang putri dari seorang shahabat atau pejuang yang bernama Khofaf.

Tatkala ia mendengar nama Khofaf terbayanglah wajah seorang pejuang yang mendahului dia, masih segar dalam ingatannya waktu Khofaf mengurung daerah musuh dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, tahan dingin dan lapar hingga musuh tunduk dan menyerah.

Para pelanjut perjuangan dan jihad Rasulullah yang tidak sezaman dengan para shahabat berutang pada mereka yang mendahului mereka seperti Khofaf, mereka adalah penerus dan penyambung garis yang telah mereka lalui, dan mereka dapat memetik buah jihad mereka, mereka berutang budi, dan mereka wajib mengutangkan budi bagi ikhwatu iman mendatang.

Dikarenakan seperjuangan, se-Quran dan se-Hadits, serasa dan sesuara dengan hati yang berkait maka bertambah erat ukhuwah, dan menambah kenikmatan persaudaraan dan pergaulan dengan hati yang suci, tidak berkarat bersih dari khusumat, maka pada waktu Khalifah Umar bertemu dengan perempuan termaksud, menyatakan kegembiraan dengan kata-kata:

مَرْحَبًا بِـنَسَبٍ قَرِيْبٍ
"Marhaban binasabin Qarib!"
"Selamat datang berbahagialah dengan nasab (hubungan ukhuwah) yang dekat!"

Khalifah Umar selaku pemimpin tertinggi, pemerintahnya merasa berutang budi kepada bapaknya, karenanya ia sangat gembira tatkala diketahui bahwa wanita itu telah ditinggal wafat oleh suaminya, mempunyai beberapa anak yang sangat memerlukan bantuan, beliau bukan gembira karena mendapat kesusahan tapi gembira ada jalan untuk menyatakan terima kasih dan membayar utang budi.

Khalifah Umar memberikan kepada perempuan itu bantuan yang sempurna, sehingga sahabat lain yang menyaksikan kejadian itu berkata:

"Aktsarta laha!!"
"Sungguh engkau telah memberi sangat banyak!"

Khalifah Umar menjawab:

"Tsakaltka ummuka, wallahi inni la aro hadza wa akhahu qod hasara hisnan, zamanan, fafatahahu, tsumma asbahna nastafi'u suhmaanahuma."

"Tidak demikian, Demi Allah sesungguhnya saya masih melihat dia dengan saudaranya mengurung musuh beberapa lama, hingga dapat menaklukkan mereka, dan kini kita memetik hasil amal mereka, saham mereka berdua".

Adapun lafazh riwayat hadits tersebut sebagai berikut:

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ ☺ إِلَى السُّوقِ، فَلَحِقَتْ عُمَرَ امْرَأَةٌ شَابَّةٌ، فَقَالَتْ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، هَلَكَ زَوْجِي وَتَرَكَ صِبْيَةً صِغَارًا، وَاللَّهِ مَا يُنْضِجُونَ كُرَاعًا، وَلاَ لَهُمْ زَرْعٌ وَلاَ ضَرْعٌ، وَخَشِيتُ أَنْ تَأْكُلَهُمُ الضَّبُعُ، وَأَنَا بِنْتُ خُفَافِ بْنِ إِيْمَاءَ الغِفَارِيِّ، «وَقَدْ شَهِدَ أَبِي الحُدَيْبِيَةَ مَعَ النَّبِيِّ ╧». فَوَقَفَ مَعَهَا عُمَرُ وَلَمْ يَمْضِ، ثُمَّ قَالَ: مَرْحَبًا بِنَسَبٍ قَرِيبٍ، ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى بَعِيرٍ ظَهِيرٍ كَانَ مَرْبُوطًا فِي الدَّارِ، فَحَمَلَ عَلَيْهِ غِرَارَتَيْنِ مَلَأَهُمَا طَعَامًا، وَحَمَلَ بَيْنَهُمَا نَفَقَةً وَثِيَابًا، ثُمَّ نَاوَلَهَا بِخِطَامِهِ، ثُمَّ قَالَ: اقْتَادِيهِ، فَلَنْ يَفْنَى حَتَّى يَأْتِيَكُمُ اللَّهُ بِخَيْرٍ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، أَكْثَرْتَ لَهَا؟ قَالَ عُمَرُ: ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَى أَبَا هَذِهِ وَأَخَاهَا، قَدْ حَاصَرَا حِصْنًا زَمَانًا فَافْتَتَحَاهُ، ثُمَّ أَصْبَحْنَا نَسْتَفِيءُ سُهْمَانَهُمَا فِيهِ
Saya keluar pergi ke pasar bersama Umar Ibnu Khattab, kemudian ada seorang wanita muda mengikuti Umar. Ia berkata: Ya Amīrul Mu'minīn, suami ku telah wafat, ia meninggalkan beberapa anak kecil, mereka tidak mampu untuk mencari makanan sendiri, tidak mempunyai tanaman dan tidak mempunyai kambing yang dapat diperah susunya, saya khawatir mereka mati kelaparan, pada musim paila (kekeringan dan kekurangan makanan). Saya adalah putri Khofaf bin Ima AlGhifari, bapakku turut berjuang di Hudaibiyyah bersama Rasulullah s.a.w.;

Umar berdiri memperhatikan ucapannya, dan tidak lama kemudian Umar berkata: Selamat datang dan bahagia dengan nasab yang dekat, lalu ia pergi mengambil seekor unta yang kuat punggungnya yang diikat didekat rumahnya, lalu ia memuatkan dua goni penuh dengan makanan, beserta nafqah (uang dan pakaian), antara dua goni itu; Lalu ia memberikan kepada wanita itu unta itu, lalu ia berkata: Tuntunlah dia sebelum habis (bekal) ini Allah akan memberikan padamu kebaikan.

Berkatalah seorang laki-laki: Ya Amīrul Mu'minīn, sungguh banyak yang engkau berikan! — Umar berkata: Tidak demikian, Demi Allah saya saksikan dia dan saudaranya mengepung satu benteng beberapa lama, hingga mereka dapat menaklukkannya, dan kita sekarang menerima (mengecap) saham-saham (dari jihad) mereka berdua. H.S.R. AlBukhari F.B. 7: 359
Catatan Redaksi:

Kisah ini mengajarkan kita pentingnya menghargai jasa orang-orang terdahulu dan membalas budi mereka kepada keturunannya. Khalifah Umar r.a. memberikan contoh mulia bagaimana seorang pemimpin seharusnya mengingat dan menghargai pengorbanan para pejuang yang telah mendahului Qumedia.

Penulis: Fahrul Rozi | Editor: Rifqi Fauzan Sholeh
Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment