Titik Terang Perang? Hamas Ajukan Syarat Berat ke Israel untuk Gencatan Senjata di Gaza

Hamas, penguasa Jalur Gaza, menyatakan keinginannya untuk mencapai kesepakatan damai guna mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut. Meski begitu, mereka mengajukan sejumlah syarat yang berpotensi menjadi ganjalan serius dalam perundingan dengan Israel. Pernyataan ini muncul menjelang perundingan tidak langsung di Mesir, yang diperkirakan akan menjadi proses negosiasi yang rumit dan panjang.
Latar Belakang Perundingan Gencatan Senjata Gaza
Upaya perundingan ini menjadi sorotan utama setelah konflik berdarah selama berbulan-bulan yang merenggut puluhan ribu nyawa warga Palestina dan menghancurkan infrastruktur di Gaza. Konflik ini dipicu oleh serangan 7 Oktober 2023 ke Israel, yang mengakibatkan 1.200 orang tewas dan ratusan lainnya disandera. Perundingan ini dilihat sebagai kesempatan paling signifikan untuk mengakhiri lingkaran kekerasan yang mencengkeram wilayah tersebut.
Namun, para pejabat dari semua pihak yang terlibat menekankan perlunya kehati-hatian. Israel memperingati dua tahun serangan yang menjadi pukulan terberat bagi bangsa Yahudi sejak Holocaust, sementara warga Gaza berharap penderitaan mereka akibat perang segera berakhir.
Tuntutan Berat Hamas untuk Gencatan Senjata
Fawzi Barhoum, seorang pejabat senior Hamas, menyampaikan posisi kelompoknya melalui pernyataan yang disiarkan televisi. Ia mengatakan bahwa delegasi Hamas yang berpartisipasi dalam negosiasi di Mesir bekerja keras untuk mengatasi semua hambatan demi mencapai kesepakatan yang memenuhi aspirasi rakyat Gaza.
Barhoum menekankan bahwa kesepakatan tersebut harus memastikan berakhirnya perang dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza. Syarat ini, yang secara historis ditolak oleh Israel, menjadi poin krusial dalam perundingan.
Gencatan Senjata Permanen dan Penarikan Penuh Pasukan Israel
Salah satu tuntutan utama Hamas adalah gencatan senjata permanen dan komprehensif. Ini berbeda dengan usulan gencatan senjata sementara sebelumnya yang bertujuan memfasilitasi pembebasan sandera dan pertukaran tahanan. Hamas menginginkan jaminan bahwa permusuhan akan dihentikan sepenuhnya dan tidak akan terulang kembali di masa depan.
Selain itu, Hamas juga menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari seluruh wilayah Jalur Gaza. Sementara itu, Israel bersikeras agar Hamas melucuti senjatanya, sebuah permintaan yang terus-menerus ditolak oleh kelompok tersebut.
Rekonstruksi Gaza di Bawah Pengawasan Palestina
Hamas juga menyoroti pentingnya rekonstruksi Gaza setelah kehancuran akibat konflik. Kelompok ini mengusulkan dimulainya proses rekonstruksi komprehensif di bawah pengawasan "badan teknokratis nasional" Palestina. Hal ini menunjukkan keinginan Hamas untuk memiliki kendali atas proses pemulihan dan memastikan bahwa pembangunan kembali dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas warga Gaza.
Respons dan Tantangan dalam Perundingan
Tuntutan yang diajukan Hamas menyoroti kompleksitas dan tantangan dalam perundingan gencatan senjata. Israel telah berulang kali menyatakan penolakannya untuk menghentikan operasi militernya sebelum Hamas dilucuti senjatanya dan keamanannya terjamin.
Penolakan Melucuti Senjata dari Hamas
Penolakan Hamas untuk melucuti senjata menjadi salah satu batu sandungan utama dalam perundingan. Israel berpendapat bahwa keberadaan persenjataan Hamas terus menjadi ancaman bagi keamanannya dan pelucutan senjata adalah prasyarat untuk perdamaian yang langgeng. Sebaliknya, Hamas menegaskan haknya untuk mempertahankan diri dan menolak menyerahkan senjatanya.
Kekhawatiran akan Kegagalan Perundingan
Di tengah negosiasi yang berlangsung, kekhawatiran muncul mengenai potensi kegagalan perundingan. Faksi-faksi Palestina, termasuk Hamas, mengeluarkan pernyataan yang bersumpah untuk menentang segala upaya yang dapat membahayakan perjuangan mereka, termasuk upaya pelucutan senjata. Pernyataan ini menggarisbawahi perpecahan internal dan tantangan yang dihadapi dalam mencapai konsensus di antara berbagai kelompok Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum memberikan komentar langsung mengenai status perundingan di Sharm el-Sheikh. Namun, para pejabat AS telah mengisyaratkan bahwa mereka ingin memfokuskan perundingan pada penghentian pertempuran dan logistik pembebasan para sandera dan tahanan politik. Qatar, salah satu mediator, mengakui bahwa masih banyak detail yang harus diselesaikan, mengindikasikan kecil kemungkinan akan ada kesepakatan dalam waktu dekat.
Kondisi Terkini di Gaza dan Israel
Di tengah upaya perundingan yang sedang berlangsung, situasi di lapangan tetap tegang. Tanpa adanya gencatan senjata, Israel terus melancarkan serangannya di Gaza. Hal ini telah meningkatkan isolasi internasionalnya dan memicu protes pro-Palestina di luar negeri.
Serangan Israel Berlanjut
Operasi militer Israel di Gaza terus menyebabkan kehancuran dan penderitaan bagi warga sipil. Serangan udara dan penembakan artileri terus berlanjut, menargetkan infrastruktur dan tempat tinggal. Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan laporan luas tentang kekurangan makanan, air, dan pasokan medis.
Peringatan Dua Tahun Serangan 7 Oktober
Peringatan serangan tahun 2023 membawa kembali kenangan pahit bagi warga Israel. Beberapa mengunjungi tempat-tempat yang paling terdampak pada hari itu, mengenang orang-orang terkasih yang kehilangan nyawa. Salah satunya, Orit Baron, mengunjungi lokasi festival musik Nova, tempat putrinya, Yuval, tewas bersama tunangannya, Moshe Shuva. Mereka termasuk di antara ratusan korban dalam serangan itu.
Harapan dan Keputusasaan di Tengah Konflik
Di tengah konflik yang berkepanjangan, harapan dan keputusasaan bercampur aduk. Warga Israel berharap perundingan di Sharm el-Sheikh akan segera membebaskan sandera yang masih ditawan di Gaza. Sementara itu, warga Gaza merindukan berakhirnya konflik yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan dan menghancurkan kehidupan mereka.
Harapan Pembebasan Sandera di Israel
Banyak warga Israel yang berjuang untuk menerima kenyataan bahwa orang-orang yang mereka cintai masih ditawan di Gaza, dua tahun setelah serangan itu. Mereka berharap agar perundingan saat ini membuahkan hasil dan membawa mereka kembali ke rumah. "Rasanya seperti luka terbuka, para sandera. Saya tak percaya sudah dua tahun berlalu dan mereka masih belum pulang," kata Hilda Weisthal (43).
Penderitaan Warga Gaza
Di Gaza, Mohammed Dib, seorang warga Palestina berusia 49 tahun, mengungkapkan keputusasaannya atas situasi yang sedang berlangsung. "Sudah dua tahun kami hidup dalam ketakutan, kengerian, pengungsian, dan kehancuran," ujarnya. Ia berharap agar konflik segera berakhir dan kehidupan dapat kembali normal.
Masa depan Gaza dan Israel tetap tidak pasti. Perundingan yang sedang berlangsung memberikan secercah harapan, tetapi tantangan yang ada sangat besar. Apakah Hamas dan Israel dapat menemukan titik temu dan mencapai kesepakatan damai masih harus dilihat. Namun, satu hal yang pasti: biaya konflik terus meningkat, dan penderitaan warga sipil di kedua belah pihak sangat besar.