TERBARU

Deklarasi New York, Masa Depan Palestina Tanpa Kekerasan?

Deklarasi New York, Masa Depan Palestina Tanpa Kekerasan?


Harapan baru bagi perdamaian abadi antara Palestina dan Israel kembali merebak. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja mengadopsi Deklarasi New York, sebuah resolusi yang menekankan solusi dua negara sebagai fondasi masa depan Palestina yang stabil dan bebas dari kekerasan. Pertanyaannya, mampukah deklarasi ini benar-benar menjadi titik balik, atau sekadar wujud harapan di atas kertas?

Apa Itu Deklarasi New York?

Latar Belakang Lahirnya Deklarasi

Deklarasi New York lahir sebagai respons terhadap konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel yang terus memanas. Terutama, setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 memicu perang di Gaza. Konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini telah menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi kedua belah pihak, dengan hilangnya nyawa, pengungsian massal, dan kerusakan infrastruktur yang parah. Situasi ini mendorong komunitas internasional untuk mencari jalan keluar yang komprehensif dan berkelanjutan.

Deklarasi ini merupakan buah dari konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Arab Saudi dan Prancis di Markas Besar PBB pada bulan Juli. Konferensi tersebut mempertemukan perwakilan dari berbagai negara anggota PBB dengan tujuan merumuskan kerangka kerja yang dapat diterima secara luas untuk menyelesaikan konflik.

Isi Deklarasi: Garis Besar Harapan

Deklarasi New York, yang terdiri dari tujuh halaman, memuat sejumlah poin krusial. Salah satunya adalah penegasan kembali solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan yang realistis untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel. Solusi ini mengedepankan pendirian negara Palestina yang berdaulat dan merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel.

Deklarasi ini juga secara tegas mengutuk serangan yang dilakukan oleh militan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Namun, di sisi lain, deklarasi tersebut turut mengecam tindakan Israel yang menyerang warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza, serta pengepungan dan pembatasan akses kemanusiaan yang telah menciptakan krisis kemanusiaan yang dahsyat.

"Deklarasi ini berupaya menyeimbangkan antara mengutuk aksi kekerasan dan menekankan pentingnya perlindungan warga sipil di kedua belah pihak," ujar seorang diplomat yang terlibat dalam perundingan, yang meminta anonimitas.

Sebagai pelengkap, Deklarasi New York juga memiliki lampiran yang merangkum berbagai usulan dan rekomendasi dari negara-negara anggota. Usulan-usulan tersebut mencakup seruan untuk gencatan senjata segera, jaminan keamanan bagi kedua belah pihak, respons kemanusiaan yang efektif, rencana pemulihan dan rekonstruksi Gaza, perbaikan situasi kemanusiaan di Tepi Barat, serta terwujudnya negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.

Lampiran tersebut juga menyoroti pentingnya mendukung implementasi agenda reformasi Otoritas Palestina menuju negara Palestina yang layak secara ekonomi. Selain itu, lampiran juga menekankan perlunya menjaga solusi dua negara dari tindakan sepihak yang ilegal, menjunjung tinggi hukum internasional, mewujudkan integrasi regional melalui penyelesaian konflik Israel-Palestina, serta tindak lanjut dan implementasi dari deklarasi ini.

Siapa Saja yang Terlibat dalam Upaya Perdamaian Ini?

Peran Sentral Ketua Bersama Konferensi

Konferensi internasional yang menghasilkan Deklarasi New York dipimpin bersama oleh Republik Prancis dan Kerajaan Arab Saudi. Kedua negara ini memainkan peran kunci dalam menggalang dukungan internasional dan memfasilitasi perundingan antara berbagai pihak yang berkepentingan.

"Keterlibatan Prancis dan Arab Saudi menunjukkan komitmen kuat dari komunitas internasional untuk mencari solusi damai bagi konflik ini," ungkap seorang analis politik Timur Tengah.

Kontribusi Ketua Bersama Kelompok Kerja

Selain ketua bersama konferensi, terdapat pula kelompok kerja yang terdiri dari sejumlah negara yang bertindak sebagai ketua bersama. Kelompok kerja ini bertanggung jawab untuk menyusun draf deklarasi dan mengumpulkan masukan dari berbagai negara anggota PBB.

Negara-negara yang tergabung dalam kelompok kerja tersebut adalah Republik Federasi Brasil, Kanada, Republik Arab Mesir, Republik Indonesia, Irlandia, Republik Italia, Jepang, Kerajaan Hashemite Yordania, Meksiko, Kerajaan Norwegia, Qatar, Republik Senegal, Kerajaan Spanyol, Republik Türkiye, Kerajaan Inggris Raya Irlandia Utara, Uni Eropa, dan Liga Negara-negara Arab.

Keikutsertaan Indonesia dalam kelompok kerja ini menunjukkan komitmen negara untuk berkontribusi secara aktif dalam upaya perdamaian di Palestina. "Indonesia selalu mendukung kemerdekaan Palestina dan siap untuk terus berperan aktif dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan," tegas perwakilan Indonesia di PBB dalam sebuah pernyataan resmi.

Deklarasi New York, meskipun menawarkan harapan baru, tetap menghadapi tantangan besar dalam implementasinya. Dukungan politik dan keuangan yang berkelanjutan dari komunitas internasional, serta kemauan dari kedua belah pihak untuk berkompromi dan mengutamakan perdamaian, akan menjadi kunci untuk mewujudkan visi masa depan Palestina yang bebas dari kekerasan.

Berdasarkan informasi terkini, negosiasi lanjutan antara perwakilan Palestina dan Israel dijadwalkan berlangsung pada awal tahun depan dengan mediasi dari PBB. Hasil dari negosiasi ini akan menentukan apakah Deklarasi New York dapat menjadi landasan yang kokoh untuk mencapai perdamaian abadi, atau hanya menjadi catatan sejarah tentang harapan yang belum terwujud. Resolusi tersebut disahkan pada Jumat (12/9/2025) di Markas Besar PBB di New York. Dikutip dari Reuters, pemungutan suara ini dilakukan jelang pertemuan para pemimpin dunia pada 22 September 2025 di sela-sela Sidang Umum PBB tingkat tinggi. Deklarasi ini didukung oleh 193 anggota Majelis Umum.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment