Israel Tegaskan Pendirian, Mimpi Negara Palestina Tertutup?

Harapan bangsa Palestina untuk memiliki negara sendiri kembali meredup. Israel terus menunjukkan penolakan keras terhadap pendirian negara Palestina, memicu kekhawatiran global mengenai masa depan perdamaian di Timur Tengah.
Netanyahu: "Tidak Akan Ada Negara Palestina"
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan tegas menyatakan bahwa tidak akan pernah ada negara Palestina. Pernyataan ini disampaikan saat peresmian proyek permukiman di Tepi Barat yang diduduki. "Kami akan menepati janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina, tempat ini adalah milik kami," tegas Netanyahu di Maale Adumim, sebuah permukiman Israel di timur Yerusalem, Jumat (12/9/2025).
"Kami akan menjaga warisan kami, tanah kami, dan keamanan kami... Kami akan menggandakan populasi kota ini," imbuhnya, seperti dikutip dari sumber anonim. Penegasan ini memperlihatkan komitmen kuat pemerintah Israel saat ini untuk mempertahankan kendali atas wilayah yang disengketakan.
Ambisi Permukiman Israel di Tepi Barat
Salah satu faktor utama yang menghambat perdamaian adalah ambisi Israel memperluas permukiman di wilayah pendudukan. Rencana pembangunan permukiman di lahan seluas sekitar 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1, kembali menjadi sorotan. Lokasi E1 yang strategis, berada di antara Yerusalem dan permukiman Maale Adumim, serta dekat dengan jalur vital yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Palestina, menjadikannya sangat kontroversial. Pengembangan di area ini dikhawatirkan akan membatasi pergerakan warga Palestina secara signifikan.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang dikenal dengan pandangan sayap kanannya, bulan lalu mendukung pembangunan sekitar 3.400 rumah di lahan sensitif tersebut, sebuah langkah yang semakin memicu ketegangan dan kecaman internasional.
Kecaman Internasional dan Dampak E1
Rencana pembangunan permukiman E1 menuai kecaman luas. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan bahwa permukiman tersebut akan secara efektif membelah Tepi Barat menjadi dua dan menjadi "ancaman eksistensial" bagi negara Palestina yang berdaulat. Kekhawatiran mendalam ini mencerminkan dampak jangka panjang ekspansi permukiman Israel terhadap prospek perdamaian dan stabilitas kawasan.
Status Hukum Permukiman Israel di Bawah Hukum Internasional
Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional. Pandangan ini didukung oleh resolusi PBB dan pendapat hukum dari berbagai organisasi internasional, terlepas dari izin perencanaan dari Israel. Keberadaan permukiman di wilayah pendudukan melanggar prinsip dasar hukum internasional yang melarang kekuatan pendudukan memindahkan penduduk sipilnya ke wilayah yang diduduki.
Usulan Pengakuan Negara Palestina oleh Negara Barat
Di tengah kebuntuan proses perdamaian, beberapa negara Barat, termasuk Inggris dan Prancis, telah mengumumkan niat mereka untuk mengakui Negara Palestina di PBB. Langkah ini masih dalam tahap pertimbangan dan dapat memiliki dampak signifikan terhadap status Palestina di panggung internasional. Inggris menyatakan akan mengambil langkah tersebut jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam konflik di Gaza.
Solusi Dua Negara Terancam
Ekspansi permukiman Israel dan penolakan terhadap pendirian negara Palestina mengancam kelangsungan solusi dua negara, yang selama ini dianggap sebagai satu-satunya cara yang layak untuk mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan. Beberapa menteri sayap kanan Israel bahkan secara terbuka menyerukan aneksasi wilayah tersebut, yang akan mengakhiri prospek negara Palestina merdeka.
Data Populasi Tepi Barat
Tepi Barat, tidak termasuk Yerusalem Timur yang dianeksasi Israel, adalah rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina dan sekitar 500.000 pemukim Israel. Peace Now, sebuah LSM Israel yang memantau aktivitas permukiman di Tepi Barat, menyatakan bahwa pekerjaan infrastruktur di E1 dapat dimulai dalam beberapa bulan mendatang, dan pembangunan perumahan dalam waktu sekitar satu tahun. Peace Now menekankan bahwa rencana E1 "mematikan bagi masa depan Israel dan bagi peluang apa pun untuk mencapai solusi dua negara yang damai."