Rencana Damai Trump, Jihad Islam Melihat Bahaya Tersembunyi Bagi Palestina

Kelompok Jihad Islam, yang merupakan sekutu Hamas dan aktif dalam pertempuran melawan Israel di Jalur Gaza, melayangkan kecaman keras terhadap rencana perdamaian yang digagas Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Mereka menilai, proposal tersebut berpotensi membahayakan Palestina dan justru memicu agresi yang berkelanjutan.
Reaksi Keras Jihad Islam terhadap Usulan Damai Trump
Di tengah upaya internasional untuk meredakan ketegangan yang telah berlangsung lama, Jihad Islam dengan tegas menolak rencana perdamaian yang diajukan Trump.
Rencana Trump Dinilai sebagai "Resep Agresi"
Dalam pernyataan resminya, Jihad Islam menuding bahwa rencana perdamaian Trump bukanlah solusi, melainkan "resep untuk agresi berkelanjutan terhadap rakyat Palestina." Mereka berpendapat proposal tersebut tidak mengindahkan kepentingan dan hak-hak sah rakyat Palestina, dan malah cenderung menguntungkan Israel.
"Ini adalah langkah yang sangat berbahaya, yang tidak hanya mengabaikan hak-hak kami, tetapi juga mengancam keamanan dan stabilitas di wilayah ini," demikian bunyi pernyataan resmi Jihad Islam yang dirilis pada Senin (29/9).
Tudingan terhadap Israel dan Dukungan AS
Jihad Islam lebih lanjut menuding bahwa Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, berusaha memaksakan kehendaknya, sesuatu yang tidak bisa dicapai melalui peperangan. Mereka melihat rencana perdamaian Trump sebagai upaya untuk melegitimasi pendudukan Israel atas wilayah Palestina dan mengabaikan aspirasi rakyat Palestina untuk merdeka dan berdaulat.
"Melalui ini, Israel berusaha -- melalui Amerika Serikat -- untuk memaksakan apa yang tidak dapat dicapainya melalui perang," tegas Jihad Islam. Mereka menambahkan, deklarasi Amerika-Israel dianggap sebagai "formula untuk mengobarkan konflik di kawasan."
Peringatan Potensi Konflik Lebih Luas
Kelompok tersebut juga memperingatkan bahwa implementasi rencana perdamaian Trump berpotensi memicu konflik yang lebih luas dan berkepanjangan di Timur Tengah. Mereka menekankan bahwa perdamaian sejati hanya bisa dicapai melalui dialog inklusif dan adil, yang mengakomodasi hak-hak semua pihak yang terlibat.
"Kami menyerukan kepada seluruh komunitas internasional untuk menolak rencana perdamaian Trump dan mendukung upaya-upaya tulus untuk mencapai solusi adil dan berkelanjutan bagi konflik Palestina-Israel," tegas Jihad Islam.
Isi Rencana Perdamaian Trump: Gencatan Senjata hingga Otoritas Transisi
Rencana perdamaian usulan Presiden Trump mencakup sejumlah poin penting dengan tujuan mengakhiri konflik di Gaza dan mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Namun, rencana ini juga menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak.
Poin-Poin Utama yang Diajukan
Secara garis besar, rencana tersebut menyerukan gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera yang ditawan Hamas dalam waktu 72 jam, perlucutan senjata Hamas dan kelompok militan lain di Gaza, serta penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza.
Usulan itu juga mencakup pengerahan "pasukan stabilisasi internasional sementara" untuk menjaga keamanan di Gaza, dan pembentukan otoritas transisi yang dipimpin langsung oleh Trump dengan melibatkan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
Tuntutan Kontroversial terhadap Hamas dan Militan Gaza
Rencana perdamaian Trump secara tegas menuntut para militan di Gaza, termasuk anggota Hamas, untuk sepenuhnya melucuti senjata mereka dan menghentikan segala aktivitas militer. Lebih jauh, rencana tersebut mengusulkan agar para militan dikeluarkan dari peran-peran dalam pemerintahan di masa depan. Meskipun demikian, opsi amnesti diberikan bagi mereka yang bersedia "hidup berdampingan secara damai" dan mengakui keberadaan Israel.
Poin-poin inilah yang menjadi sumber utama kontroversi, karena Hamas dan kelompok-kelompok militan Palestina lainnya menolak untuk meletakkan senjata mereka dan mengakui Israel sebagai negara. Mereka berpendapat bahwa hal ini sama dengan menyerah pada pendudukan Israel dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
Respons Awal Hamas: Hati-hati dan Penuh Kekhawatiran
Menyusul pengumuman rencana perdamaian Trump, Hamas memberikan tanggapan awal yang hati-hati, belum sepenuhnya menolak usulan tersebut, namun juga menunjukkan keraguan dan kekhawatiran terkait beberapa poin penting.
"Kami Akan Merespons Setelah Menerimanya"
Seorang pejabat senior Hamas, yang berbicara dengan syarat anonim, menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan respons resmi setelah menerima proposal resmi dari Presiden Trump. "Kami akan merespons setelah kami menerimanya," kata pejabat tersebut.
Pejabat tersebut juga menyampaikan bahwa Hamas memiliki sejumlah kekhawatiran, terutama mengenai tuntutan perlucutan senjata dan pengakuan terhadap Israel. Ia menegaskan bahwa Hamas akan terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina dan tidak akan menyerah pada tekanan atau paksaan.
"Kami akan mempelajari proposal tersebut dengan seksama dan memberikan respons yang sesuai dengan kepentingan rakyat Palestina," tegas pejabat Hamas tersebut.
Rencana perdamaian Trump, meskipun bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan, masih menghadapi tantangan besar dalam pelaksanaannya. Penolakan dari Jihad Islam dan kekhawatiran yang diungkapkan Hamas menunjukkan bahwa kesepakatan damai yang komprehensif dan berkelanjutan masih jauh dari jangkauan. Dialog inklusif dan adil, yang mengakomodasi hak-hak semua pihak, tetap menjadi kunci untuk mencapai perdamaian sejati. Upaya mediasi internasional dan tekanan dari komunitas global akan berperan penting dalam mendorong para pihak untuk kembali ke meja perundingan dan mencari solusi yang dapat diterima semua.