Manusia Sebagai Makhluk Pedagogis

Qumedia - Dari awal manusia diciptakan, Manusia telah dianugerahi potensi luar biasa oleh Alloh SWT, namun tidak serta merta dapat mengaktualisasikannya tanpa proses bimbingan dan pendidikan. Inilah yang menjadi dasar dari pemikiran bahwa manusia adalah makhluk pedagogis makhluk yang secara kodrati membutuhkan pendidikan untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh.
Secara bahasa atau etimologis, istilah pedagogis berasal dari bahasa Yunani, yaitu paidagogos, yang berarti pemandu atau pembimbing anak. Dalam kaitan dengan ini, pendidikan tidak hanya dilihat sebagai proses formal yang terjadi di sekolah, melainkan sebagai proses terus menerus dalam kehidupan manusia. Pendidikan menjadi unsur yang sangat penting atau vital dalam membentuk manusia agar mampu berpikir, bersikap, dan bertindak secara etis serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat.
Sebagai makhluk pedagogis, manusia tidak cukup hanya dibekali insting seperti hewan. Ia membutuhkan proses belajar yang panjang melalui interaksi dengan lingkungan, nilai-nilai budaya, dan arahan dari orang dewasa.
Langeveld, seorang filsuf pendidikan asal Belanda, menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang “belum selesai”. Artinya, manusia perlu dididik agar bisa menjadi manusia seutuhnya, yang mampu hidup secara etis dan mandiri.
Pandangan ini diperkuat dalam Islam, yang sangat menekankan pentingnya pendidikan. Dalam QS. Al-‘Alaq: 1–5, dan hadist bukhori dan muslim, Allah memerintahkan manusia untuk membaca dan belajar sebagai bentuk awal dari proses pencerdasan manusia:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan... yang mengajar manusia dengan pena.”
لكُُّ مَوْللودٍ يلو َ للَ عَلََ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَا له ليوَُِِّدَانِهِ، أَوْ يلنَ صَِِّاِنِهِ، أَ وْ يل مَ جِِّ سَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna pedagogis: Anak manusia lahir dalam keadaan murni dan belum memiliki identitas sosial atau agama. Lingkungan dan pendidikanlah yang membentuk arah kehidupannya. Ini selaras dengan pandangan bahwa manusia perlu dibimbing.
Ayat serta hadist diatas menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi yang memerlukan pendidikan, dan melalui pendidikanlah manusia memperoleh derajat yang lebih tinggi dibanding makhluk lain.
Pentingnya pendidikan sebagai bagian dari kodrat manusia juga disorot oleh Paulo Freire, tokoh pendidikan dari Brasil. Ia berpendapat bahwa pendidikan adalah sarana pembebasan manusia dari ketidaktahuan dan ketertindasan. Dalam pandangan ini, manusia belajar bukan sekadar untuk tahu, tetapi untuk menyadari realitas dan mengubahnya.
Dengan demikian, memahami manusia sebagai makhluk pedagogis mengajak kita untuk melihat pendidikan sebagai sesuatu yang melekat dalam kehidupan manusia. Pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga kebutuhan kodrati yang harus dipenuhi agar manusia dapat menjadi pribadi yang utuh dan berdaya. Qumedia
- Freire, Paulo. (2005). Pendidikan Kaum Tertindas. Terj. Agung Prihantoro. Jakarta: LP3ES.
- Langeveld, M.J. (1980). Dasar-dasar Pedagogik. Terj. Soedibyo Z. Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia.
- Muslich, Masnur. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
- Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Wahyudin, Diding. (2007). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
- Al-Qur’anul Karim. (QS. Al-‘Alaq: 1–5)
- Supriyatna, Nana. (2011). Manusia dan Pendidikan: Sebuah Kajian Filosofis. Bandung: Refika Aditama.