Jangan Marah!!
Qumedia - Suatu ketika Rasulullah dida- tangi oleh seseorang, konon dalam ri- wayat Imam Ahmad seseorang yang dimaksud adalah Jariyah ibnu Qudamah as-Sa'diy. Jariyah meminta untuk di- nasehati oleh Rasulullah, kemudian Rasul memberinya nasihat sederhana yaitu; jangan marah!
Sejarah banyak berbicara ten- tang seringnya Rasul didatangi oleh orang untuk diminta nasihatnya atau untuk diminta penjelasan tentang se- buah hukum. Itulah salah satu keun- tungan orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau, mereka dapat bertanya langsung kepada Rasul tentang berbagai hal yang berkaitan dengan uru- san agama. Sedangkan kita umat di za- man sepeninggal Rasul hanya dapat membaca rekam jejaknya saja melalaui lembaran kitab-kitab hadits, namun hal itu justru menjadi kelebihan kita, mampu beriman tanpa harus bertemu lang- sung dengan Rasul.
Berkenaan dengan isi hadits tersebut para Ulama banyak memberikan komentar, diantaranya:
Menurut Ibnu Hajar Al- Atsqolani, nasihat "jangan marah!" yang Rasul berikan memiliki dua alasan
-
Secara dzahir marah akan menyebabkan fisik tidak stabil dan darah tidak normal.
-
Secara bathin, hati, lisan dan per- buatan tidak akan terkontrol dengan baik.
Beberapa ulama juga ber- pendapat berkenaan dengan hadits ter- sebut, bahwa yang Rasul larang bukan marahnya, mengingat marah merupa- kan sifat yang mutlak dimiliki manusia, pemberian dari Allah.
Menurut Ibnu Hibban: mustahil Allah (karena setiap yang Rasul ucapkan adalah wahyu dari Allah) melarang sesuatu yang sudah menjadi karakter manusia. Yang dimaksud di hadits itu adalah larangan untuk melakukan per- buatan sesudah marah, seperti; mencaci, menghina, menganiaya dll.
Menurut Imam al-Khathabi bahwa yang dimaksud “jangan marah” adalah menjauhi hal-hal yang me- nyebabkan timbulnya marah, bukan larangan marah yang seutuhnya.
Ada juga ulama yang berpendapat bah- wa maksud dari hadits Nabi di atas adalah perintah untuk mengendalikan marah, jangan sampai marah berlebihan dan berjelanjutan.
Dan ulama yang lain ber- pendapat bahwa yang dimaksud dengan "jangan marah" adalah jangan memiliki sifat kibr (sombong) karena sombong merupakan salah satu biang dari kemunculan marah.
Dari semua pendapat yang mengemuka di atas, rasanya semua memiliki argumen yang sejalan, intinya nasihat Rasul pada Jariyah agar ia dapat menjaga marahnya, baik saat marah, setelah marah atau bahkan jika mampu menghindari hal-hal yang menyebab- kan marah datang. Dan perlu kita fahami bersama bahwa nasihat untuk Jariyah dalam hadits tersebut juga ber- laku bagi kita, tidak hanya sebatas na- sihat untuk Jariyah saja.
Ciri Orang Bertaqwa
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."(Ali Imron: 134).
Dalam ayat sebelumnya Allah menyebutkan orang-orang yang ber- taqwa, dan ayat ini sebagai penjelas ser- ta kriteria orang yang bertaqwa, salah satunya adalah yang dapat menahan amarahnya dan mampu memaafkan kesalahan oranglain.
Jika Surga diperuntukan bagi orang-orang yang bertaqwa, dan salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah mamapu menahan amarahnya, maka apakah masih ada alasan untuk kita tidak mengendalikan amarah kita?
Ciri Orang Beriman
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
"Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf."(Asy-Syuroo: 37).
Ada ungkapan yang menga- takan al-insaanu mahalul khoto wa nisyan; manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Selayaknya orang yang beriman menyadari betul hal itu. Sejalan dengan ayat di atas, orang yang beriman adalah mereka yang mampu memberi maaf atas setiap kesalahan yang dilakukan oranglain sehingga membuat kita marah.
Kiat Meredam Amarah
Dalam sebuah hadits Rasul kemukakan trik untuk menghilangkan rasa marah,
عَنْ أَبِي ذَرٍ قَالَ إِنَّ رَسُولَ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda pada kami: "Apabila salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk. Jika dengan itu hilang, maka cukup. Tapi jika tidak maka berbar- inglah. (HR. Ahmad, no:20386).
Jelas kiranya bagi kita jika rasakan marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah kita duduk, namun kita diperintah untuk berbaring jika dengan duduk saja marah yang kita rasakan tak kunjung hilang. Nasihat Rasul ini tampak sederhana, tapi coba kita amalkan, maka kita akan tau apa yang terjadi setelah itu.
Dalam hadits lain Rasul juga memberi solusi lain saat kita rasakan marah,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إِنَّ الْغَضَبُ مِنَ الشَّيْطَانِ، وإنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وإِنما تُطْفَأُ النَّارُ بِالماءِ، فَإِذَا أُغْضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوضَا"
Rasulullah saw bersabda:" Sesungguhnya marah itu datangnya dari syaitan, dan sesungguhnya syaitan diciptakan dari api. Karena api itu hanya dapat dipadamkan oleh air, maka apabila salah seorang diantara kalian marah, maka hendaklah ia ber- wudlu".(HR. Ahmad, no. 17302)
Bahkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah juga meri- wayatkan tentang pujian bagi orang yang dapat menahan amarahnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ قال: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:" Orang yang kuat itu bukanlah pegulat, tapi orang yang kuat adalah yang dapat menahan dirinya dari marah". (HR. Bukhari, no.5649).
Coba bayangkan betapa Rasul sangat senang kepada orang yang dapat menahan amarahnya, kekuatan orang yang dapat menahan amarahnya lebih baik dibandingkan dengan seorang pegulat, meski kekuatan yang dimaksud berbeda makna dan pengertian.
Marah yang dimaksud dalam seluruh hadits di atas adalah, marah dalam urusan pergaulan manusia/ sosial. Sedangkan dalam urusan agama diperbolehkan, karena dalam urusan agama: misalnya agama dihina, menurut imam Bukhari diperbolehkan. Imam Bukhari mengungkapkan kasus marahnya Rasul dalam urusan agama; seperti ketika Rasul menegur imam shalat yang terlalu panjang bacaannya. Wallahu a'lam bi ash-shawab. Qumedia
- Al-Qur'an. (n.d.). Surah Ali Imran, Ayat 134.
- Bukhari. (n.d.). Bab al-hadzru minal ghodob. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dalam Hadits No. 5651.
- Ibnu Hajar Al-Asqalani. (n.d.). Komentar mengenai hadits larangan marah.
- Ibnu Hibban. (n.d.). Pendapat tentang larangan perbuatan setelah marah.
- Imam al-Khathabi. (n.d.). Komentar tentang "jangan marah" dan penyebabnya.
- Pendapat Ulama Lain. (n.d.). Makna larangan marah dalam hadits Nabi.
- Pendapat Ulama Lain. (n.d.). Hubungan antara sifat sombong dan marah dalam Islam.