TERBARU

Dikecam 14 Negara, Israel Akhirnya Buka Suara soal Pemukiman Tepi Barat

Dikecam 14 Negara, Israel Akhirnya Buka Suara soal Pemukiman Tepi Barat


Setelah Menuai Kecaman dari 14 Negara, Israel Akhirnya Beri Tanggapan soal Pemukiman Tepi Barat

Israel akhirnya angkat bicara setelah rentetan kecaman dari 14 negara sekutunya terkait rencana perluasan pemukiman di Tepi Barat. Tel Aviv mati-matian membela kebijakannya, bahkan menyebut kritik global tersebut sebagai tindakan diskriminasi terhadap orang Yahudi. Israel juga menegaskan kembali hak mereka untuk mendiami wilayah yang menjadi sengketa itu. Respons ini muncul menyusul persetujuan kabinet keamanan Israel atas puluhan unit pemukiman baru yang segera memicu kemarahan internasional dan meningkatkan ketegangan di kawasan.

Israel Membela Diri dari Kecaman Global

Kecaman terhadap rencana ekspansi pemukiman Israel di Tepi Barat mendapatkan reaksi keras dari Tel Aviv. Pemerintah Israel, melalui para pejabat tingginya, menampik pandangan bahwa pembangunan pemukiman tersebut melanggar hukum internasional atau etika. Mereka justru berargumen bahwa tindakan itu merupakan bagian integral dari hak kedaulatan serta kebutuhan keamanan negara yang tidak dapat ditawar-tawar.

Pernyataan Menteri Luar Negeri Gideon Saar

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, tampil sebagai salah satu suara terdepan dalam pembelaan ini. Ia dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah asing tidak memiliki hak untuk membatasi keberadaan orang Yahudi di "Tanah Israel," sebuah sebutan yang merujuk pada wilayah bersejarah Yahudi. "Seruan seperti itu adalah salah secara moral dan bersifat diskriminatif terhadap orang Yahudi," ujar Saar, seperti dikutip dari laporan internasional pada Kamis (25/12/2025).

Saar juga menambahkan, keputusan kabinet untuk mendirikan 11 pemukiman baru dan meresmikan delapan pemukiman yang sudah ada dirancang untuk mengatasi ancaman keamanan yang dihadapi Israel. Langkah ini, menurutnya, krusial demi perlindungan warga Israel di tengah situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian. Pernyataan ini sekaligus menyoroti kompleksitas isu keamanan yang begitu kental menyelimuti kebijakan pemukiman di mata pemerintah Israel.

Pandangan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich

Senada dengan Saar, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyambut baik keputusan kabinet mengenai perluasan pemukiman tersebut. Smotrich, yang dikenal dengan pandangannya yang konservatif dan beraliran kanan, melihat kebijakan ini sebagai strategi vital untuk mencegah pembentukan negara Palestina. "Di lapangan, kami menghalangi pembentukan negara teror Palestina," kata Smotrich beberapa waktu lalu, menegaskan pandangan kerasnya.

Pendekatan Smotrich ini jelas menunjukkan adanya faksi di pemerintahan Israel yang secara terbuka mengaitkan pembangunan pemukiman dengan upaya politik yang lebih luas, yaitu menggagalkan solusi dua negara. Pernyataannya memberikan gambaran gamblang mengenai motivasi di balik kebijakan yang tak henti-hentinya memicu ketegangan di kawasan tersebut, sekaligus menjadi indikator arah kebijakan luar negeri Israel ke depan.

Gelombang Kecaman dari 14 Negara Sekutu

Meskipun Israel membela diri dengan alasan keamanan dan hak bersejarah, gelombang kecaman internasional justru datang dari 14 negara sekutunya, termasuk beberapa kekuatan Eropa utama. Negara-negara ini menyuarakan keprihatinan mendalam atas implikasi perluasan pemukiman terhadap prospek perdamaian di Timur Tengah. Mereka menegaskan kembali penolakan tegas terhadap aneksasi wilayah Palestina secara unilateral.

Ke-14 negara yang menyuarakan protes tersebut adalah Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Islandia, Irlandia, Jepang, Malta, Belanda, Norwegia, Spanyol, dan Inggris Raya. Mereka secara kolektif mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam keras keputusan kabinet keamanan Israel yang menyetujui total 19 permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki, meliputi 11 pemukiman baru dan legalisasi 8 lainnya.

Isi Pernyataan Bersama Negara-negara Pengkecam

Dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, negara-negara tersebut tidak ragu mengekspresikan kekecewaan mereka secara terbuka. "Kami, Negara Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Islandia, Irlandia, Jepang, Malta, Belanda, Norwegia, Spanyol, dan Inggris Raya mengecam persetujuan kabinet keamanan Israel atas 19 permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Lebih lanjut, pernyataan itu menggarisbawahi sikap fundamental mereka terhadap isu ini. "Kami mengingatkan kembali penentangan kami yang jelas terhadap segala bentuk aneksasi dan perluasan kebijakan permukiman," tambah pernyataan tersebut. Kecaman ini menegaskan posisi konsisten komunitas internasional yang menganggap perluasan pemukiman sebagai penghalang serius bagi perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

Sorotan dari PBB dan Otoritas Palestina

Selain dari 14 negara tersebut, kritik pedas juga mengalir dari lembaga internasional dan otoritas regional yang memiliki kepentingan langsung dalam isu Israel-Palestina. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Otoritas Palestina (OP) secara terpisah menyuarakan kekhawatiran serius mereka, menyoroti dimensi hukum dan politik dari kebijakan pemukiman Israel yang terus berlanjut.

PBB: Perluasan Pemukiman Ilegal

Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui berbagai resolusi Dewan Keamanan dan pernyataan Sekretaris Jenderal, telah berulang kali menegaskan bahwa perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat adalah ilegal di bawah hukum internasional. Posisi PBB ini didasarkan pada Konvensi Jenewa Keempat yang melarang kekuatan pendudukan untuk memindahkan penduduknya ke wilayah yang diduduki, serta mengubah demografi wilayah tersebut. Setiap pembangunan pemukiman baru dianggap melanggar prinsip tersebut dan berdampak pada solusi dua negara.

"Perluasan permukiman Israel di Tepi Barat terus menjadi penghalang signifikan bagi perdamaian jangka panjang dan melemahkan prospek negara Palestina yang layak," kata seorang juru bicara PBB dalam kesempatan terpisah, mencerminkan pandangan global yang luas. Badan dunia ini secara konsisten menyerukan penghentian aktivitas pemukiman untuk membuka jalan bagi solusi dua negara yang berkelanjutan.

Otoritas Palestina Mengutuk Diskriminasi

Otoritas Palestina (OP) yang berbasis di Ramallah juga tidak tinggal diam. Mereka mengutuk keras persetujuan terbaru ini, menuduh Israel memperketat kendalinya atas tanah Palestina yang sah. Otoritas Palestina melihat kebijakan ini sebagai upaya sistematis untuk mengubah demografi dan geografi Tepi Barat, sehingga mempersulit pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan berdampingan dengan Israel.

Pernyataan dari Otoritas Palestina menyebut persetujuan tersebut sebagai kelanjutan dari "kebijakan diskriminasi, permukiman, dan aneksasi yang merusak hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina." Ini menunjukkan bahwa bagi Palestina, tindakan Israel bukan hanya masalah hukum, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia dan penghinaan terhadap aspirasi kenegaraan mereka yang telah lama diperjuangkan di forum internasional.

Tepi Barat telah diduduki oleh Israel sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967. Sejak saat itu, Israel telah membangun lebih dari 100 pemukiman yang menampung ratusan ribu warga Israel, meskipun mayoritas komunitas internasional menganggapnya ilegal dan bertentangan dengan hukum internasional. Kebijakan ini secara luas dipandang sebagai penghalang utama bagi solusi dua negara, yang membayangkan negara Palestina merdeka berdampingan dengan Israel dalam batas-batas yang disepakati. Aktivitas pemukiman tidak hanya menciptakan fakta di lapangan yang sulit diubah, tetapi juga memperburuk kondisi kehidupan warga Palestina, membatasi akses mereka terhadap tanah, sumber daya, dan kebebasan bergerak, serta terus memicu ketegangan dan konflik di wilayah tersebut.

Mengingat posisi keras Israel dan penolakan tegas dari komunitas internasional, masa depan Tepi Barat tetap menjadi titik api konflik yang kompleks. Kecaman global dari 14 negara, ditambah dengan sorotan PBB dan Otoritas Palestina, mengindikasikan bahwa tekanan diplomatik terhadap Israel kemungkinan akan terus berlanjut di forum-forum internasional. Namun, dengan pembelaan diri yang kuat dari Tel Aviv dan dukungan dari sebagian faksi politiknya, penyelesaian konflik pemukiman ini tampaknya masih jauh dari jangkauan dalam waktu dekat. Diskusi dan negosiasi multilateral diperkirakan akan tetap menjadi medan utama untuk mencari resolusi atas isu yang telah berlarut-larut dan sangat sensitif ini.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment