PM Palestina Ungkap Strategi Bangun Kembali Gaza ke PBB, Apa Saja Isinya?

Di tengah ketidakpastian mengenai masa depan Gaza pasca konflik, Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, baru-baru ini memaparkan strategi ambisius untuk membangun kembali wilayah tersebut di hadapan para pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rencana ini menuntut komitmen internasional yang solid dan berkelanjutan.
Otoritas Palestina Optimis Ambil Peran di Gaza
Situasi politik di Gaza memang pelik. Sejak 2007, Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, kehilangan kendali langsung atas Gaza setelah Hamas mengambil alih kekuasaan. Meski begitu, PA tetap memberikan layanan vital di wilayah tersebut. Ketidakjelasan mengenai peran PA setelah konflik menjadi tantangan utama dalam merencanakan rekonstruksi.
"Saya yakin, dalam 12 bulan ke depan, Otoritas Palestina akan beroperasi penuh di Gaza," ujar Mustafa, beberapa hari setelah seruan gencatan senjata mulai bergema. Pernyataan ini mencerminkan optimisme PA untuk kembali berperan sentral. Namun, terwujudnya harapan ini sangat bergantung pada dinamika politik internal Palestina dan dukungan dari dunia internasional.
Selain itu, kondisi keamanan di Gaza juga menjadi pertimbangan penting. Kerusakan infrastruktur yang parah, keberadaan ranjau dan bahan peledak sisa perang (UXO), serta potensi konflik di masa depan menjadi penghalang besar. Keamanan dan stabilitas menjadi syarat mutlak agar rekonstruksi bisa berjalan lancar.
Rencana Lima Tahun dengan Tiga Tahap
Rencana yang diajukan PM Mustafa adalah cetak biru lima tahun yang terbagi dalam tiga fase. Tahap pertama akan fokus pada stabilisasi dan pemulihan darurat. Prioritasnya adalah menyediakan hunian sementara bagi warga yang kehilangan tempat tinggal, memulihkan layanan dasar seperti air, listrik, dan sanitasi, serta membersihkan puing-puing dan UXO.
Tahap kedua adalah tentang membangun kembali infrastruktur penting, termasuk rumah sakit, sekolah, jalan, dan jaringan listrik. Selain itu, tahap ini juga bertujuan memulihkan perekonomian Gaza dengan menciptakan lapangan kerja dan mendukung usaha kecil dan menengah (UKM).
Tahap ketiga, yang terakhir, berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan tata kelola yang baik. Ini termasuk memperkuat lembaga pemerintah, meningkatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, serta mempromosikan investasi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dokumen yang diserahkan ke PBB menyebutkan bahwa total biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai USD 65 miliar, yang akan dialokasikan untuk 18 sektor berbeda, termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, infrastruktur, dan pengembangan ekonomi.
Fokus Utama Rencana Rekonstruksi
Rencana rekonstruksi Gaza yang digagas PM Mustafa memiliki beberapa fokus utama. Pertama, menekankan pada kepemilikan dan kepemimpinan Palestina. PA berkomitmen untuk memimpin upaya rekonstruksi, memastikan bahwa kebutuhan dan prioritas warga Gaza menjadi yang utama.
Kedua, rencana ini berfokus pada membangun kembali dengan lebih baik. Ini berarti tidak hanya sekadar membangun kembali apa yang telah hancur, tetapi juga membangun infrastruktur yang lebih modern, berkelanjutan, dan tahan terhadap bencana di masa depan.
Ketiga, rencana ini menyoroti pentingnya tata kelola yang baik dan akuntabilitas. PA berjanji akan menerapkan standar transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dalam setiap aspek upaya rekonstruksi.
Keempat, rencana ini menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi bagi warga Gaza. Ini termasuk mendukung UKM, melatih tenaga kerja, dan menarik investasi dari sektor swasta.
Peran Internasional dan Dukungan
Keberhasilan rencana rekonstruksi Gaza sangat bergantung pada dukungan internasional. PA telah meminta negara-negara donor, organisasi internasional, dan sektor swasta untuk memberikan dukungan finansial, teknis, dan politik yang berkelanjutan.
Uni Eropa Siap Berkontribusi
Uni Eropa (UE) memainkan peran penting dalam mendukung Palestina dan menjadi salah satu donor terbesar bagi PA selama bertahun-tahun. UE telah menyatakan komitmennya untuk mendukung rekonstruksi Gaza dan terlibat dalam diskusi teknis dengan PA mengenai operasi penyeberangan yang aman, sistem bea cukai, dan unit kepolisian terpadu.
"Kami siap bekerja sama dengan Otoritas Palestina dan mitra internasional lainnya untuk memastikan bahwa bantuan kami sampai kepada mereka yang paling membutuhkan," kata seorang juru bicara UE, menggarisbawahi bahwa keterlibatan UE krusial dalam mengawasi aliran bantuan dan memastikan transparansi.
Dukungan dari Negara-negara Arab
Selain UE, negara-negara Arab juga diharapkan memainkan peran penting. Pada pertemuan puncak negara-negara Arab di Kairo, Mesir, pada Maret 2025, para pemimpin Arab sepakat untuk memberikan dukungan keuangan dan politik kepada PA.
PM Mustafa menekankan bahwa program pelatihan kepolisian yang diinisiasi bersama Mesir dan Yordania telah berjalan, menandakan komitmen regional untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Gaza. Dukungan dari negara-negara Arab tidak hanya berupa dana, tetapi juga keahlian teknis dan dukungan politik.
Visi Masa Depan Gaza
PM Mustafa memiliki visi untuk membangun kembali Gaza sebagai bagian dari Negara Palestina yang terbuka, terhubung, dan berkembang. Rencana rekonstruksi ini bukan hanya tentang membangun kembali infrastruktur, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih sejahtera.
"Visi kami jelas. Gaza akan dibangun kembali sebagai bagian dari Negara Palestina yang terbuka, terhubung, dan berkembang," tegas Mustafa di hadapan para menteri Palestina, kepala badan PBB, dan kepala misi diplomatik. Pernyataan ini menggarisbawahi ambisi besar PA untuk mentransformasi Gaza menjadi wilayah yang terintegrasi secara ekonomi dan sosial dengan Tepi Barat.
Tantangan yang dihadapi sangat besar. Selain ketidakpastian politik dan keamanan, ada juga masalah korupsi dan tata kelola yang perlu diatasi. Untuk mencapai visinya, PA perlu menunjukkan komitmen kuat untuk reformasi dan akuntabilitas.
Keberhasilan rekonstruksi Gaza juga akan bergantung pada kemauan Israel untuk mencabut pembatasan pergerakan barang dan orang, serta mengizinkan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. Koordinasi erat antara PA, Israel, dan komunitas internasional akan sangat penting untuk memastikan upaya rekonstruksi berjalan lancar.
Singkatnya, rencana rekonstruksi Gaza yang diajukan PM Mustafa merupakan langkah penting menuju pemulihan dan pembangunan kembali wilayah yang dilanda konflik. Rencana ini komprehensif, ambisius, dan membutuhkan komitmen berkelanjutan dari semua pihak terkait. Masa depan Gaza bergantung pada keberhasilan rencana ini.