Israel Kembali Tuai Kontroversi, Kapal Global Sumud Flotilla Dihadang!

Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah menghadang Global Sumud Flotilla, sebuah armada kapal yang membawa bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza. Aksi ini segera memicu gelombang kecaman internasional, dengan banyak pihak menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan tidak berperikemanusiaan.
Penghadangan Kapal 'Marinette' dan Tudingan Penculikan
Menurut laporan dari Global Sumud Flotilla, kapal terakhir dalam rombongan misi, bernama "Marinette," dicegat pada pukul 10:29 waktu setempat. Saat itu, kapal berada sekitar 42,5 mil laut dari Gaza. "Marinette, kapal terakhir dari Global Sumud Flotilla, telah dicegat pada pukul 10:29 pagi waktu setempat (sekitar pukul 07:29 GMT), sekitar 42,5 mil laut dari Gaza," demikian bunyi pernyataan resmi dari organisasi tersebut. Lebih lanjut, Global Sumud Flotilla menuding Israel melakukan "penculikan secara melanggar hukum" terhadap para penumpang kapal.
Armada Global Sumud Flotilla sendiri terdiri dari lebih dari 40 kapal yang membawa aktivis dan politisi dari berbagai negara. Tujuan utama misi ini adalah menyalurkan bantuan kemanusiaan langsung kepada warga Gaza yang tengah berjuang akibat blokade dan konflik yang terus berlangsung.
Reaksi Keras dari Berbagai Negara
Penghadangan ini tak hanya menghentikan suplai bantuan, tetapi juga memicu reaksi keras dari berbagai penjuru dunia. Banyak negara dan organisasi internasional mengecam tindakan Israel tersebut.
Indonesia Menilai Israel Melanggar Hukum Internasional
Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, menjadi salah satu tokoh yang vokal mengecam tindakan Israel ini. Ia menyerukan agar Indonesia mengambil sikap tegas dengan mengajak negara-negara anggota BRICS dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel. "Apa yang dilakukan oleh Israel itu dengan memblokade, kemudian menghambat, bahkan menangkap aktivis internasional itu, pada dasarnya itu adalah pelanggaran hukum internasional," tegas Syamsu Rizal pada Jumat (3/10/2025). Ia menambahkan, "Israel ini melanggar konvensi Jenewa, melanggar hukum humaniter internasional, bahkan melanggar Piagam PBB dan Surat Ketetapan Dewan Keamanan."
Syamsu Rizal meyakini bahwa pemutusan hubungan diplomatik secara serempak oleh negara-negara di dunia akan menghentikan kesewenang-wenangan Israel.
PM Malaysia Desak Pembebasan Aktivis
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, turut menyampaikan kecaman serupa dan berupaya keras membebaskan relawan serta aktivis Malaysia yang ikut dalam misi kemanusiaan tersebut. Seperti dilansir Antara pada Jumat (3/10/2025), Anwar Ibrahim telah menghubungi sejumlah pemimpin dunia, termasuk Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, untuk meminta dukungan dalam menuntut pembebasan para aktivis Malaysia.
"Hingga sore ini, saya telah berdiskusi langsung dengan Perdana Menteri Qatar, Presiden Turki, dan Presiden Mesir untuk mendapatkan dukungan mereka dalam menuntut pembebasan segera para relawan dan aktivis Malaysia yang ditahan secara tidak adil," kata Anwar Ibrahim. Selain itu, Anwar Ibrahim terus menjalin komunikasi dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, untuk mendesak intervensi segera. "Saya tegaskan kembali, dengan sekeras-kerasnya, bahwa kekejaman dan tindakan agresi yang dilakukan oleh rezim Israel harus segera dihentikan," tegas Anwar.
Cucu Nelson Mandela Ikut Ditahan
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, juga menyampaikan kecaman dan mendesak pembebasan para aktivis, termasuk cucu Nelson Mandela yang turut ditahan. Ramaphosa menyebut pencegatan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan tindakan yang tidak dapat diterima. Dalam pernyataannya pada Kamis (2/10/2025), Ramaphosa menyatakan, "Pencegatan Global Sumud Flotilla merupakan pelanggaran berat lainnya yang dilakukan oleh Israel terhadap solidaritas dan sentimen global yang bertujuan untuk meringankan penderitaan di Gaza dan memajukan perdamaian di kawasan tersebut."
Sebagai informasi, Afrika Selatan telah menggugat Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan melakukan genosida dalam perang di Jalur Gaza, tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.
Erdogan Sebut Aksi Israel "Pembajakan"
Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, bahkan menyebut tindakan Israel sebagai "pembajakan". Dalam pidatonya yang dilansir Al Jazeera pada Kamis (2/10/2025), Erdogan menyatakan bahwa pencegatan kapal bantuan ke Gaza oleh tentara Israel adalah bukti kepanikan Israel dalam upaya menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan. "Pemerintah Netanyahu yang melakukan genosida tidak dapat menoleransi sekecil apa pun peluang perdamaian untuk terwujud," kata Erdogan. Ia menambahkan, "Armada Sumud Global sekali lagi menunjukkan kepada dunia kebrutalan di Gaza dan wajah pembunuh Israel. Kami tidak akan meninggalkan saudara-saudari Palestina kami dan akan bekerja sekuat tenaga untuk mengamankan gencatan senjata dan memulihkan perdamaian."
Peristiwa ini kembali menyoroti kompleksitas konflik Israel-Palestina dan mendesak adanya upaya internasional yang lebih kuat untuk mencapai solusi damai dan berkelanjutan.