Gencatan Senjata Gaza, Keadilan Bagi Korban Kejahatan Perang Masih Mungkin?

Kesepakatan gencatan senjata di Gaza memang membawa harapan baru, tapi satu pertanyaan besar masih menggantung: mungkinkah keadilan ditegakkan bagi para korban kejahatan perang? Mari kita bedah bagaimana gencatan senjata ini memengaruhi proses hukum internasional yang tengah berjalan, berikut peluang serta tantangan dalam mengusut dugaan pelanggaran yang terjadi.
Kasus Kejahatan Perang di Pengadilan Internasional
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mahkamah Internasional (ICJ)
Dunia hukum internasional punya dua garda depan dalam menangani dugaan kejahatan perang: Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mahkamah Internasional (ICJ). ICC fokus mengadili individu yang diduga melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, hingga genosida. Sementara itu, ICJ bertugas menyelesaikan sengketa antarnegara, biasanya terkait pelanggaran perjanjian internasional. Perbedaan fungsi ini krusial untuk memahami seluk-beluk penegakan hukum terkait konflik Gaza. Keduanya bermarkas di Den Haag, Belanda, yang menjadi pusat diplomasi serta hukum internasional.
Kasus Genosida yang Diajukan Afrika Selatan
Di penghujung 2023, Afrika Selatan menggemparkan dunia internasional dengan menggugat Israel di ICJ. Tuduhannya serius: melanggar Konvensi Genosida 1948. Afrika Selatan berargumen, tindakan Israel di Gaza memenuhi definisi genosida menurut hukum internasional. Proses hukum di ICJ memang memakan waktu, bahkan keputusan akhirnya diperkirakan baru keluar beberapa tahun lagi. Namun, gugatan ini telah memicu perdebatan global tentang tanggung jawab negara dan perlindungan warga sipil saat perang.
Surat Perintah Penangkapan untuk Netanyahu dan Pejabat Hamas
Pada 2024, ICC membuat gebrakan dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Mereka diduga melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini adalah langkah signifikan dalam upaya penegakan hukum internasional, meski bukan atas tuduhan genosida. ICC juga sempat menerbitkan surat perintah penangkapan untuk tiga petinggi Hamas, namun dibatalkan setelah mereka dikabarkan tewas. Langkah ICC ini menuai pro dan kontra, ada yang mengecamnya sebagai tindakan politis, ada pula yang memujinya sebagai upaya meminta pertanggungjawaban para pemimpin atas perbuatan mereka.
Pengaruh Gencatan Senjata Terhadap Proses Hukum
Penarikan Diri Otoritas Palestina dari Kasus ICC
Muncul pertanyaan penting: jika Otoritas Palestina (OP) menarik diri dari kasus di ICC, seperti yang disarankan beberapa pihak, apakah proses hukum akan otomatis berhenti? Jawabannya tidak sesederhana itu. OP telah menyerahkan pengajuan perkara ke ICC sejak 2018, jauh sebelum konflik memanas pada Oktober 2023. Kasus ini telah diselidiki sejak 2021, mencakup dugaan pelanggaran sejak 2014, termasuk pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat. Artinya, proses hukum ini punya momentumnya sendiri, terlepas dari perubahan sikap OP.
Keterlibatan Negara dan Organisasi Lain Sebagai Penggugat
Bukan hanya OP, sejumlah negara dan organisasi lain juga ikut bergabung dalam kasus ICC. Pada November 2023, negara-negara seperti Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Chili, dan Meksiko menunjukkan dukungan mereka dengan ikut bergabung dalam penyelidikan dugaan pelanggaran di wilayah Palestina yang diduduki. Organisasi hak asasi manusia, seperti Reporters Without Borders, juga aktif mengajukan pengaduan ke ICC atas dugaan penargetan jurnalis oleh militer Israel. Jadi, terlepas dari posisi OP, berbagai proses hukum internasional akan terus berjalan karena banyaknya pihak yang terlibat sebagai penggugat.
Tantangan Pembuktian Kejahatan Perang Pasca-Gencatan Senjata
Hilangnya Bukti dan Saksi Mata
Gencatan senjata memang menghentikan sementara pertempuran, tapi tidak secara otomatis menghapus dugaan pelanggaran yang telah terjadi. Tantangan terbesarnya adalah pembuktian. Banyak bukti mungkin telah terkubur di bawah reruntuhan Gaza, dan ribuan saksi mata, termasuk ratusan jurnalis, telah meregang nyawa. Hilangnya bukti dan saksi ini jelas mempersulit upaya membangun kasus yang kuat di pengadilan. Upaya tim forensik untuk menyelamatkan bukti-bukti yang tersisa menjadi sangat krusial.
Peran Komisi Penyelidikan PBB
Di tengah tantangan pembuktian, Komisi Penyelidikan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina memainkan peran penting. Mereka telah mengumpulkan database yang luas mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Bahkan, pada September lalu, komisi ini menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza. Database ini bisa menjadi sumber informasi berharga bagi pengadilan internasional dalam menyelidiki dan menuntut dugaan kejahatan perang.
Dampak pada Kasus di Pengadilan Jerman
Gugatan ECCHR Terhadap Pemerintah Jerman
Kasus yang diajukan di Jerman oleh Pusat Eropa untuk Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia (ECCHR) terhadap pemerintah Jerman akan segera dibawa ke Mahkamah Konstitusi Federal. ECCHR menuduh pemerintah seharusnya tidak mengekspor senjata atau komponen senjata ke Israel. Secara hukum, gencatan senjata, berapa pun lamanya, tidak mengubah dasar hukum dari klaim ECCHR ini. Kasus ini menyoroti peran negara ketiga dalam konflik dan potensi tanggung jawab mereka berdasarkan hukum internasional.
Ekspor Senjata Jerman ke Israel Pasca-Gencatan Senjata
Aturan perdagangan senjata internasional mengharuskan Jerman untuk menilai apakah senjata ekspor mereka berpotensi digunakan dalam kejahatan perang. Pada Agustus lalu, Jerman sempat menangguhkan sebagian izin ekspor senjata ke Israel. Namun, setelah gencatan senjata diumumkan, sejumlah politisi Jerman menyerukan agar pembatasan itu dicabut. Meski begitu, risiko bahwa senjata Jerman akan digunakan dalam kejahatan perang tetap nyata. Butuh waktu sebelum Jerman dapat kembali mengekspor senjata ke Israel secara sah. Hal ini menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap ekspor senjata dan kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional.
Meskipun gencatan senjata menghentikan sementara pertempuran, pertanyaan tentang akuntabilitas atas dugaan kejahatan perang tetap relevan. Proses hukum internasional terus berlanjut, menghadapi tantangan pembuktian dan kompleksitas politik. Keadilan bagi para korban kejahatan perang di Gaza akan bergantung pada upaya berkelanjutan dari pengadilan internasional, negara, organisasi hak asasi manusia, dan masyarakat internasional secara keseluruhan. Masa depan akan ditentukan oleh seberapa efektif mekanisme akuntabilitas ini dapat ditegakkan.