Eropa Beraksi, Bebaskan Aktivis Sumud Flotilla Sekarang!

Aksi Solidaritas untuk Palestina Menggema di Eropa, Ratusan Ribu Turun ke Jalan
Eropa bergemuruh dengan aksi solidaritas untuk Palestina. Pada Sabtu, 4 Oktober, ratusan ribu orang di berbagai kota besar Eropa turun ke jalan, menyuarakan tuntutan penghentian konflik di Gaza dan pembebasan aktivis Sumud Flotilla. Gelombang demonstrasi pro-Palestina ini menunjukkan tekanan publik yang meningkat terhadap pemerintah dan organisasi internasional untuk segera bertindak.
Aksi Unjuk Rasa di Berbagai Negara Eropa
Demonstrasi besar dengan ratusan ribu peserta dilaporkan terjadi di beberapa negara Eropa, termasuk Italia, Spanyol, dan Irlandia. Aksi ini dipicu oleh penahanan para aktivis dari Global Sumud Flotilla, armada kapal yang berupaya menembus blokade Gaza. Para demonstran menyerukan diakhirinya pendudukan dan blokade yang telah berlangsung lama, yang mereka nilai sebagai penyebab utama krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Pembebasan para aktivis menjadi fokus utama, mencerminkan solidaritas global bagi mereka yang berupaya memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Gaza.
Roma, Italia: Ratusan Ribu Turun ke Jalan
Di Roma, Italia, aksi demonstrasi memasuki hari keempat dan berhasil menarik perhatian sekitar 250.000 orang, demikian keterangan dari pihak kepolisian setempat. Massa aksi memadati jalanan kota, membawa bendera Palestina dan spanduk berisi tuntutan pembebasan Palestina. Sebuah long march yang dimulai dari pusat kota hingga melewati Koloseum menjadi simbol kuat solidaritas dengan rakyat Palestina.
Francesco Galtieri, seorang musisi berusia 65 tahun asal Roma, ikut serta dalam aksi ini. "Saya di sini bersama banyak teman karena saya pikir penting bagi kita semua untuk bergerak secara individu. Jika kita semua tidak bergerak, maka tidak akan ada yang berubah," ungkapnya, menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam menyuarakan perubahan.
Aksi yang melibatkan berbagai kalangan, dari pelajar hingga lansia, awalnya berjalan damai. Namun, menjelang akhir demonstrasi, sekitar 200 orang dilaporkan terlibat bentrokan dengan aparat keamanan di dekat Basilika St. Mary Major. Polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa.
"Kami berusaha menjaga ketertiban dan mencegah eskalasi yang lebih besar," ujar juru bicara kepolisian Roma. "Namun, beberapa demonstran bertindak provokatif dan merusak fasilitas publik."
Menurut laporan, beberapa pengunjuk rasa membakar mobil dan tempat sampah, serta melemparkan petasan ke arah petugas. Polisi telah menahan 12 orang yang diduga terlibat dalam kerusuhan tersebut dan mencatat identitas 262 orang lainnya.
Selain menuntut diakhirinya konflik di Gaza, massa aksi juga mengkritik pemerintahan Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, yang dianggap kurang aktif dalam menekan Israel untuk mengakhiri blokade di wilayah Palestina.
Menanggapi demonstrasi tersebut, Meloni mengecam tindakan vandalisme yang dilakukan oleh beberapa demonstran, termasuk aksi mencoret-coret patung Paus Yohanes Paulus II dengan grafiti di depan stasiun kereta api utama Roma. "Mereka mengaku turun ke jalan demi perdamaian, tetapi mereka menghina kenangan akan seorang pria yang merupakan pembela dan pembangun perdamaian sejati," tegas Meloni dalam pernyataan resminya.
Solidaritas di Spanyol dan Irlandia
Solidaritas untuk Palestina juga bergema di Spanyol dan Irlandia. Di Barcelona, Spanyol, sekitar 70.000 orang turun ke jalan, sementara di Madrid, jumlah demonstran mencapai hampir 92.000 orang, menurut laporan pemerintah setempat.
Marta Carranza, seorang warga Barcelona berusia 65 tahun, membawa bendera Palestina di punggungnya. "Kebijakan Israel telah salah selama bertahun-tahun dan kami harus turun ke jalan," tegasnya, menyuarakan sentimen yang dirasakan oleh banyak demonstran di seluruh Eropa.
Sementara itu, di Dublin, Irlandia, ribuan orang melakukan long march melalui pusat kota untuk memperingati apa yang oleh penyelenggara disebut sebagai "dua tahun genosida" di Gaza. Demonstrasi di Dublin menyoroti dampak kemanusiaan dari konflik berkepanjangan dan mendesak pemerintah Irlandia untuk mengambil sikap yang lebih tegas dalam menentang pendudukan Israel.
Berdasarkan data terbaru dari PBB, lebih dari 30.000 orang, mayoritas warga sipil, telah tewas dalam konflik di Gaza sejak Oktober tahun lalu. Krisis kemanusiaan semakin memburuk dengan kekurangan makanan, air bersih, dan pasokan medis.
"Situasi di Gaza sangat mengerikan. Kami membutuhkan akses kemanusiaan tanpa batas dan diakhirinya kekerasan," kata Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), dalam sebuah pernyataan baru-baru ini.
Kendati demikian, secercah harapan muncul dari upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata permanen. Beberapa negara, termasuk Mesir dan Qatar, berperan aktif dalam mediasi antara Israel dan Hamas.
"Kami terus bekerja tanpa lelah untuk mencapai kesepakatan yang akan mengakhiri konflik dan membawa perdamaian abadi bagi wilayah tersebut," ujar seorang diplomat yang terlibat dalam negosiasi.
Aksi demonstrasi di Eropa ini menunjukkan bahwa tekanan publik terhadap pemerintah dan organisasi internasional untuk mengambil tindakan nyata dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina semakin meningkat. Masa depan wilayah tersebut masih belum pasti, namun satu hal yang jelas: suara-suara yang menuntut perdamaian dan keadilan tidak akan berhenti sampai tujuan tersebut tercapai.