Kontroversi Baju, Anggota Dewan Ini Bikin Heboh Gara-Gara Atasan Bendera Palestina!

Ruang sidang memanas akibat pakaian seorang anggota dewan yang memicu kontroversi. Ratna Sari, anggota Fraksi Kebangkitan Rakyat, menjadi pusat perhatian saat menghadiri sidang penting membahas anggaran daerah dengan atasan bermotif bendera Palestina. Hal ini langsung memicu perdebatan sengit tentang batasan ekspresi politik di parlemen.
Blus Bermotif Bendera Picu Perdebatan
Blus Ratna Sari dengan kombinasi warna merah, hijau, putih, dan hitam yang mencolok tak ayal mengundang bisik-bisik antar anggota dewan. Bahkan, Budi Santoso, pimpinan sidang dari Partai Persatuan Bangsa, tampak kurang senang dengan penampilan tersebut.
Kasus Serupa Pernah Terjadi di Belanda
Kejadian ini mengingatkan pada kasus serupa di Belanda, di mana anggota parlemen, Ester Ouwehand, juga ditegur karena mengenakan pakaian bermotif bendera Palestina saat sidang. "Parlemen memiliki aturan dan kode etik berpakaian. Pakaian yang dikenakan bisa dianggap sebagai pernyataan politik yang tidak pantas di ruang sidang," jelas analis politik, Arya Wijaya, kepada media.
Pimpinan Sidang Angkat Bicara
Budi Santoso secara terbuka menyampaikan keberatannya kepada Ratna Sari. Ia berpendapat bahwa pakaian tersebut berpotensi mengganggu ketertiban dan netralitas sidang. "Kami menghargai kebebasan berekspresi, namun ruang sidang adalah tempat untuk membahas isu-isu dengan kepala dingin dan fokus pada kepentingan rakyat. Pakaian yang terlalu politis bisa mengalihkan perhatian dari agenda utama," tegasnya.
Netralitas Parlemen Jadi Sorotan
Budi Santoso menekankan pentingnya menjaga netralitas parlemen dan menghindari penggunaan simbol-simbol politik yang bisa merusak kepercayaan publik. Anggota dewan dari Fraksi Indonesia Maju juga menyuarakan kekhawatiran serupa, "Parlemen harus menjadi representasi dari seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok atau golongan tertentu. Netralitas adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat."
Pembelaan Diri Ratna Sari
Ratna Sari tak tinggal diam. Ia membela diri dengan menyatakan bahwa pakaiannya adalah bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina. "Saya memahami kekhawatiran pimpinan sidang, tapi saya rasa ini adalah hak saya untuk mengekspresikan pandangan politik saya. Saya tidak bermaksud mengganggu ketertiban sidang, tapi saya juga tidak bisa diam melihat penderitaan rakyat Palestina," ungkapnya.
Solidaritas untuk Palestina Bukan Pelanggaran?
Ratna Sari menambahkan bahwa ia telah berkonsultasi dengan ahli hukum dan berkeyakinan bahwa selama pakaiannya tidak melanggar norma kesopanan dan tidak mengandung unsur provokasi berlebihan, tidak ada alasan untuk melarangnya. Ia juga menyoroti penggunaan pin atau aksesoris dengan afiliasi politik oleh anggota dewan lainnya. "Ini bukan hanya tentang pakaian, tapi tentang nilai-nilai kemanusiaan. Kita harus berani berdiri untuk membela keadilan dan hak asasi manusia, di mana pun itu terjadi," imbuhnya dengan nada bersemangat. Ester Ouwehand, anggota DPR Belanda, juga melakukan pembelaan serupa dalam sidang di negaranya pada 20 September 2025.
Solusi Kompromi Akhiri Perdebatan
Setelah perdebatan panjang, Budi Santoso menawarkan solusi kompromi: Ratna Sari mengganti pakaiannya atau sidang diskors.
Anggota Dewan Akhirnya Mengalah
Setelah berunding dengan fraksinya, Ratna Sari memilih untuk mengganti pakaiannya demi kelancaran sidang. Ia kembali ke ruang sidang dengan blus biru polos.
Keyakinan Tak Terganti
Meskipun mengganti pakaian, Ratna Sari menegaskan komitmennya untuk terus mendukung perjuangan rakyat Palestina melalui cara lain yang sesuai dengan aturan. "Saya mungkin telah mengganti pakaian saya, tapi saya tidak akan pernah mengganti keyakinan saya. Saya akan terus berjuang untuk keadilan dan perdamaian di Palestina," pungkasnya.
Kasus ini langsung viral dan memicu perdebatan luas di media sosial. Pro dan kontra bermunculan, dengan sebagian mendukung kebebasan berekspresi dan sebagian lain mengkritik ketidaknetralan parlemen. Pengamat politik menilai insiden ini mencerminkan polarisasi politik yang semakin tajam di Indonesia, di mana isu global pun dapat memicu perpecahan. Ke depan, diharapkan semua pihak dapat mengambil pelajaran dan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pandangan, menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat, serta menghormati aturan lembaga parlemen.