TERBARU

Kilas Balik KAA 1955, Resolusi PBB untuk Palestina, Cerminan Semangat Dahulu?

Kilas Balik KAA 1955, Resolusi PBB untuk Palestina, Cerminan Semangat Dahulu?


Ketua Umum DPP KNPI, Tantan Taufiq Lubis, menyoroti dukungan kuat dari 142 negara untuk resolusi kemerdekaan Palestina di Majelis Umum PBB. Menurutnya, angka fantastis ini bukan sekadar deretan statistik, melainkan bukti hidup solidaritas Asia-Afrika yang terinspirasi dari Konferensi Bandung 1955. Sebuah kekuatan geopolitik yang sering terlupakan.

Resolusi PBB untuk Palestina: Reinkarnasi Semangat Bandung?

Resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan kemerdekaan penuh bagi Palestina dan keanggotaannya di PBB dipandang sebagai puncak dari perjuangan diplomasi yang panjang dan berliku. Tantan berpendapat, resolusi ini merupakan wujud modern dari semangat Dasasila Bandung yang lahir hampir tujuh dekade silam di Indonesia. "Dulu dimulai sebagai persaudaraan bangsa-bangsa yang baru merdeka di dua benua. Sekarang, semangat itu bertransformasi menjadi kekuatan moral yang lantang menyuarakan keadilan di seluruh dunia, dengan isu Palestina sebagai ujian terbesarnya," ujar Tantan pada Selasa (16/9/2025).

Dasasila Bandung: Akar Solidaritas yang Tak Lekang Waktu

Dasasila Bandung menjadi fondasi bagi komitmen terhadap prinsip-prinsip universal. Penghormatan pada kemanusiaan, kedaulatan, hak menentukan nasib sendiri, dan perlawanan terhadap kolonialisme menjadi DNA gerakan solidaritas Asia Afrika. "Resolusi ini adalah 'kemenangan diplomatik' bersejarah bagi Palestina dan negara-negara Selatan. Ia mencerminkan implementasi nyata prinsip-prinsip Dasasila Bandung, sekaligus pengingat keras tentang tantangan yang masih menghadang dalam tatanan multilateral global," tegasnya. Di masa lampau, DNA ini mewujud dalam dukungan bagi kemerdekaan Namibia, perlawanan terhadap apartheid di Afrika Selatan, dan perjuangan melawan imperialisme. Kini, semangat yang sama terus berevolusi.

Gelombang Dukungan Meluas ke Berbagai Penjuru Dunia

Solidaritas terhadap Palestina kini tidak lagi terbatas pada Asia dan Afrika. Negara-negara yang sebelumnya memilih diam, kini mulai angkat bicara.

Amerika Latin dan Karibia: Suara dari Pengalaman Serupa

Wilayah Amerika Latin dan Karibia, dengan sejarah panjang melawan dominasi asing, kini menjadi pendukung vokal bagi Palestina. Negara-negara seperti Brasil, Argentina, Kolombia, dan Chili melihat perjuangan rakyat Palestina sebagai cerminan perjuangan mereka sendiri di masa lalu. "Mereka melihat dalam perjuangan rakyat Palestina cerminan perjuangan nenek moyang mereka sendiri," kata Tantan, yang juga merupakan Founder Asian African Youth Government. Dukungan ini tidak hanya berupa pernyataan politik, tetapi juga langkah konkret seperti peningkatan hubungan diplomatik dan bantuan kemanusiaan.

Eropa: Munculnya Suara Hati Nurani

Di Eropa, mulai muncul suara-suara berbeda, meskipun blok ini seringkali dianggap sejalan dengan kebijakan Barat. Irlandia, Norwegia, Spanyol, dan Slovenia telah mengambil langkah progresif dalam pengakuan negara Palestina. "Mereka mewakili suara hati nurani Eropa yang melihat konflik ini bukan dari kacamata politik kekuatan lama, tetapi dari perspektif hak asasi manusia dan hukum internasional," jelas Tantan. Tindakan ini menandakan pergeseran perspektif di Eropa dan potensi dukungan yang lebih besar di masa depan.

Tantangan Besar Masih Menghadang

Meskipun momentum dukungan ini positif, optimisme harus diimbangi dengan realitas yang ada. Beberapa tantangan besar masih menghalangi jalan menuju kemerdekaan Palestina.

Veto Power: Batu Sandungan di Dewan Keamanan PBB

Dukungan 142 negara di Majelis Umum masih harus berhadapan dengan kenyataan pahit di Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat, dengan hak vetonya, secara konsisten memblokir langkah-langkah yang dianggapnya tidak sejalan dengan kepentingan Israel. "Tanpa perubahan kebijakan AS, keanggotaan penuh Palestina di PBB akan sulit terwujud," imbuh Tantan. Kondisi ini menjadi penghalang signifikan bagi terwujudnya kemerdekaan Palestina secara penuh melalui jalur PBB.

Fragmentasi Politik: Jurang Pemisah di Internal Palestina

Perpecahan antara Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza melemahkan posisi tawar Palestina. "Pemerintah yang bersatu dan representatif adalah syarat mutlak untuk negosiasi yang efektif," kata Tantan. Tanpa persatuan internal, upaya diplomasi dan negosiasi dengan pihak Israel akan sulit mencapai hasil optimal. Oleh karena itu, Tantan menyerukan persatuan antara Fatah dan Hamas sebagai sebuah kewajiban. "DPP KNPI menyerukan persatuan Fatah dan Hamas sebagai sebuah kewajiban. Perlu kebesaran hati dan kebijaksanaan dari masing-masing pimpinan kedua kelompok tersebut," pungkasnya.

Kebijakan Pemerintah Israel: Jalan Terjal Menuju Perdamaian

Pemerintah koalisi Israel saat ini dianggap sebagai yang paling kanan dalam sejarah negara itu, dengan beberapa menteri yang secara terang-terangan menentang keberadaan negara Palestina. Kebijakan yang semakin radikal mempersulit upaya perdamaian dan negosiasi yang konstruktif. Kedepannya, komunitas internasional harus terus memberikan tekanan diplomatik dan ekonomi kepada Israel agar mengubah arah kebijakannya dan menghormati hak-hak rakyat Palestina.

Solidaritas internasional terhadap Palestina, yang berakar pada semangat Konferensi Asia Afrika 1955, terus berkembang. Namun, tantangan yang menghadang masih signifikan. Kedepannya, diperlukan upaya bersama dari seluruh komunitas internasional untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan mewujudkan kemerdekaan Palestina yang adil dan berkelanjutan. Dukungan dari berbagai belahan dunia, khususnya dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan bahkan sebagian Eropa, menjadi modal penting dalam perjuangan ini.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment