Gaza Membara, Puluhan Nyawa Melayang Menjelang Sidang PBB

Gaza kembali menjadi pusat perhatian dunia dengan gelombang kekerasan yang merenggut nyawa puluhan orang. Eskalasi ini terjadi di tengah persiapan Sidang Umum PBB yang salah satu agendanya adalah pembahasan pengakuan negara Palestina. Kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut pun dilaporkan semakin memprihatinkan seiring dengan meningkatnya intensitas konflik.
Serangan Israel Meningkat di Gaza
Pada Sabtu (20/9/2025), militer Israel meningkatkan serangannya di Kota Gaza dan Jalur Gaza. Operasi difokuskan pada penghancuran terowongan bawah tanah dan struktur jebakan yang diduga kuat digunakan oleh kelompok militan. Serangan udara dan darat dilancarkan secara bersamaan, memperluas jangkauan operasi militer yang telah berlangsung beberapa minggu belakangan. Eskalasi ini bersamaan dengan persiapan internasional untuk membahas pengakuan negara Palestina di Sidang Umum PBB. Laporan menyebutkan pasukan Israel telah memasuki pinggiran timur Kota Gaza, menggempur wilayah Sheikh Radwan dan Tel Al-Hawa sebagai persiapan untuk masuk lebih jauh ke pusat dan bagian barat kota.
"Serangan ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk melumpuhkan kemampuan militer kelompok militan yang beroperasi di Gaza," ungkap sumber militer Israel yang tak ingin disebut namanya, menjelaskan tujuan operasi tersebut. Namun, intensifikasi serangan ini menuai kritik tajam, terutama terkait dampaknya terhadap warga sipil yang tak berdosa.
Korban Jiwa Berjatuhan, Infrastruktur Hancur
Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 60 warga Palestina tewas dalam serangan hari Sabtu. Angka ini menambah panjang daftar korban jiwa akibat konflik yang tak kunjung usai. Selain korban jiwa, serangan juga menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, termasuk rumah-rumah penduduk, fasilitas umum, dan jaringan listrik. Lebih dari 1.800 bangunan tempat tinggal di Kota Gaza dilaporkan hancur atau rusak sejak 11 Agustus, klaim dari kelompok militan Hamas menyebutkan. Data ini belum diverifikasi secara independen, namun menggambarkan skala kehancuran yang sangat besar.
"Kami melihat kehancuran di mana-mana. Rumah-rumah rata dengan tanah, jalanan hancur, dan orang-orang kehilangan segalanya," ujar Fatima Khalil, seorang warga Gaza yang mengungsi akibat serangan. Kondisi di lapangan menunjukkan rumah sakit dan fasilitas medis kewalahan menangani jumlah korban luka yang terus bertambah.
Reaksi Internasional dan Agenda Sidang Umum PBB
Eskalasi konflik di Gaza terjadi menjelang Sidang Umum PBB, di mana isu pengakuan negara Palestina akan menjadi salah satu agenda utama. Sepuluh negara, termasuk Australia, Belgia, Inggris, dan Kanada, dijadwalkan secara resmi mengakui negara Palestina merdeka pada Senin (22/9/2025). Langkah ini diharapkan dapat memberikan dorongan baru bagi upaya perdamaian dan solusi dua negara. Sebagian pihak memandang pengakuan ini sebagai langkah penting untuk memberikan legitimasi internasional kepada Palestina, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap stabilitas regional.
"Pengakuan ini merupakan langkah bersejarah menuju keadilan dan perdamaian abadi di wilayah tersebut," tegas Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam sebuah pernyataan. Meski demikian, pengakuan tersebut diperkirakan akan memicu reaksi keras dari Israel dan berpotensi memperburuk hubungan diplomatik.
Klaim Hamas dan Dampak pada Warga Sipil
Kelompok militan Hamas, yang menguasai Gaza, mengklaim bahwa lebih dari 300.000 orang telah meninggalkan Kota Gaza sejak awal September akibat serangan Israel. Mereka juga menyatakan sekitar 900.000 orang masih berada di kota tersebut, termasuk sejumlah sandera Israel. Hamas merilis gambar montase para sandera di Telegram, memperingatkan bahwa nyawa mereka terancam akibat operasi militer Israel. Klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen, namun menimbulkan kekhawatiran mendalam mengenai keselamatan warga sipil yang terjebak di tengah konflik.
"Nyawa warga sipil, termasuk para sandera, harus menjadi prioritas utama. Semua pihak harus menahan diri dari tindakan yang dapat membahayakan mereka," ujar Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam konferensi pers. Organisasi kemanusiaan internasional mendesak semua pihak untuk menghormati hukum humaniter internasional dan melindungi warga sipil.
Krisis Kemanusiaan Memburuk di Tengah Pengungsian
Serangan Israel telah memicu krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza. Sebagian besar penduduk Kota Gaza mengungsi ke wilayah lain yang dianggap lebih aman, tetapi kondisi pengungsian sangat memprihatinkan. Lebih dari 13.000 tenda yang menampung keluarga pengungsi dilaporkan hancur akibat serangan, menambah beban berat bagi para pengungsi yang sudah kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Persediaan makanan, air bersih, dan obat-obatan semakin menipis, sementara akses ke layanan kesehatan sangat terbatas.
"Kami membutuhkan bantuan segera. Orang-orang kelaparan, kehausan, dan sakit. Kami tidak tahu berapa lama lagi kami bisa bertahan," ujar Ahmed Youssef, seorang pengungsi dari Kota Gaza, menggambarkan keputusasaan mereka. Organisasi bantuan kemanusiaan berjuang keras untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi di tengah kondisi keamanan yang terus memburuk. Eskalasi konflik ini memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat rapuh dan menempatkan jutaan orang dalam risiko kelaparan dan penyakit.
Konflik ini terus berlanjut tanpa tanda-tanda mereda, dan situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk dari hari ke hari. Sidang Umum PBB diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret untuk mengakhiri kekerasan dan meringankan penderitaan warga sipil. Namun, prospek perdamaian masih jauh dari harapan, dan warga Gaza terus hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian.