Gagalnya Gencatan Senjata Gaza, Palestina Ungkap Kekecewaannya

Otoritas Palestina menyampaikan kekecewaan mendalam atas kandasnya resolusi gencatan senjata di Gaza, yang diveto oleh Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB. Veto ini dikhawatirkan akan menjadi "lampu hijau" bagi Israel untuk meningkatkan tindakan militernya di wilayah Palestina, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah memprihatinkan.
Kekecewaan Palestina terhadap Veto AS
Reaksi Resmi dari Otoritas Palestina
Nabil Abu Rudeineh, juru bicara kepresidenan Otoritas Palestina, mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan AS. "Kami menyampaikan penyesalan dan keheranan atas blokade yang sekali lagi dilakukan pemerintah AS terhadap resolusi gencatan senjata, meskipun mayoritas anggota Dewan Keamanan telah menyetujui rancangan tersebut," ujarnya, Jumat (19/9/2025), seperti dilansir Anadolu Agency. Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam atas sikap AS yang dinilai menghambat upaya perdamaian.
Rudeineh menambahkan, veto tersebut akan "mendorong pendudukan Israel untuk melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina dan melawan semua legitimasi dan hukum internasional." Ia juga menyerukan Washington untuk "meninjau kembali keputusannya demi menegakkan hukum internasional." Pernyataan keras ini mengindikasikan bahwa Otoritas Palestina melihat veto AS sebagai dukungan tak langsung terhadap tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum internasional.
Upaya Internasional yang Gagal
Sebanyak 14 negara anggota Dewan Keamanan PBB memberikan dukungan pada resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza, dalam pemungutan suara yang berlangsung Kamis (18/9). Resolusi tersebut juga mendesak Israel untuk mencabut semua pembatasan pada pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong Palestina tersebut, serta menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat seluruh sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya di Gaza.
Namun, dukungan mayoritas tersebut tak berarti banyak, karena veto Amerika Serikat menggagalkan upaya tersebut. Ini merupakan kali keenam AS menggunakan hak vetonya terkait resolusi DK PBB mengenai konflik Israel-Palestina. Kegagalan resolusi ini menyoroti adanya perbedaan pendapat di antara anggota Dewan Keamanan PBB tentang cara terbaik menangani konflik berkepanjangan ini, dan memunculkan pertanyaan tentang efektivitas Dewan Keamanan PBB dalam menyelesaikan konflik global yang kompleks.
Dampak Veto AS pada Situasi di Gaza
Potensi Eskalasi Operasi Militer Israel
Otoritas Palestina menganggap veto AS sebagai sinyal bagi Israel untuk meningkatkan operasi militer di Gaza. Konflik yang telah berlangsung selama hampir dua tahun ini telah menyebabkan kehancuran dan penderitaan yang meluas di wilayah tersebut. Otoritas Palestina khawatir, tanpa tekanan internasional yang kuat, Israel akan terus melanjutkan operasi militernya, menyebabkan lebih banyak korban sipil dan kerusakan infrastruktur.
"Veto AS hanya akan mendorong pendudukan Israel untuk melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina," tegas Abu Rudeineh. Kekhawatiran ini didasari rekam jejak Israel dalam eskalasi militer di Gaza. Tanpa adanya gencatan senjata yang disepakati, eskalasi lebih lanjut tampaknya sulit dihindari, yang berpotensi meningkatkan risiko konflik yang lebih luas.
Kekhawatiran akan Perubahan Demografis
Otoritas Palestina juga mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas potensi perubahan demografis atau teritorial di Gaza, menolak "segala upaya perubahan demografis atau teritorial" di wilayah tersebut. Kekhawatiran ini muncul di tengah laporan mengenai rencana Israel untuk menciptakan zona penyangga di dalam Gaza, yang akan mengakibatkan pengungsian lebih lanjut warga Palestina dari rumah mereka.
Perubahan demografis di Gaza dapat berdampak jangka panjang pada prospek perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut. Otoritas Palestina berpendapat bahwa setiap upaya untuk mengubah komposisi demografis Gaza melanggar hukum internasional dan merusak hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Seruan kepada Amerika Serikat
Menanggapi veto tersebut, Otoritas Palestina menyerukan kepada Amerika Serikat untuk meninjau kembali kebijakannya. Mereka mendesak Washington untuk menegakkan hukum internasional dan mendukung upaya perdamaian yang bertujuan untuk mengakhiri pendudukan Israel dan menciptakan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
"Kami menyerukan Washington untuk meninjau kembali keputusannya demi menegakkan hukum internasional," kata Abu Rudeineh, mencerminkan harapan Otoritas Palestina bahwa Amerika Serikat akan memainkan peran yang lebih konstruktif dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
Draf resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB menyatakan "kekhawatiran mendalam atas perluasan operasi militer Israel yang terus berlanjut di Gaza dan semakin mendalamnya penderitaan warga sipil sebagai dampaknya." Otoritas Palestina sependapat dengan kekhawatiran tersebut dan mendesak masyarakat internasional untuk mengambil tindakan untuk melindungi warga sipil Palestina dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Masa depan Gaza dan prospek perdamaian yang berkelanjutan bergantung pada tindakan yang diambil dalam beberapa minggu dan bulan mendatang. Kegagalan untuk mencapai gencatan senjata dan mengatasi akar penyebab konflik hanya akan memperburuk krisis kemanusiaan dan memperpanjang siklus kekerasan yang telah melanda wilayah tersebut selama bertahun-tahun. Sementara itu, bantuan kemanusiaan terus berupaya menembus blokade, dan negosiasi terus berlangsung secara intensif di berbagai tingkatan diplomatik, mencari jalan keluar dari kebuntuan saat ini. Situasi di Gaza tetap sangat genting, dan setiap langkah selanjutnya akan menentukan nasib jutaan orang yang terkena dampak konflik.