Warga Palestina di Gaza Diminta Tinggalkan Rumah, Ada Apa?

Israel kembali meminta warga Palestina di Gaza untuk mengungsi dari kediaman mereka. Perintah ini dikeluarkan oleh militer Israel dan langsung memicu kekhawatiran akan meningkatnya eskalasi konflik serta dampaknya bagi keselamatan warga sipil. Evakuasi difokuskan pada area tertentu di Jalur Gaza, wilayah padat penduduk yang sudah lama menjadi pusat konflik antara Israel dan kelompok militan Hamas.
Konflik Israel-Palestina: Akar Masalah yang Berkepanjangan
Konflik antara Israel dan Palestina berakar pada sejarah panjang perebutan wilayah dan keamanan. Jalur Gaza menjadi titik panas konflik selama bertahun-tahun. Wilayah yang dikuasai Hamas ini kerap menjadi sasaran serangan udara dan operasi militer Israel sebagai respons atas peluncuran roket dan serangan lain ke wilayah Israel. Situasi diperburuk oleh blokade Israel dan Mesir, yang membatasi pergerakan orang dan barang, memicu krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.
Menurut Israel, blokade ini bertujuan mencegah masuknya senjata dan material yang dapat digunakan Hamas untuk menyerang Israel. Namun, kelompok hak asasi manusia dan organisasi internasional mengkritik blokade tersebut, dengan alasan bahwa blokade tersebut menghukum seluruh penduduk Gaza dan memperburuk kondisi kehidupan. Warga Gaza setiap hari bergulat dengan tingginya angka pengangguran, terbatasnya akses ke air bersih dan listrik, serta kelangkaan pasokan medis.
"Situasi kemanusiaan di Gaza sudah sangat memprihatinkan. Permintaan evakuasi ini hanya akan memperburuk keadaan, menyebabkan lebih banyak penderitaan dan ketidakpastian," ujar Omar Shakir, Direktur Israel dan Palestina di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan tertulis.
Alasan di Balik Perintah Evakuasi
Militer Israel menyatakan bahwa permintaan evakuasi tersebut diperlukan karena Hamas menggunakan wilayah sipil sebagai tempat persembunyian dan peluncuran serangan. Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, pada Kamis (15/5/2025), menyatakan bahwa militer akan menyerang "dengan kekuatan besar" area di lingkungan Al-Rimal, menuding Hamas mengeksploitasi wilayah sipil untuk kegiatan teroris. "Demi keselamatan Anda, Anda disarankan untuk mengungsi dari wilayah tersebut," imbuhnya, seperti dilansir AFP.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Israel berencana melakukan operasi militer skala besar di area tersebut, yang dapat membahayakan nyawa warga sipil. Strategi Hamas yang diduga menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia telah lama menjadi sumber kontroversi dan kecaman internasional. Meskipun Hamas membantah tuduhan tersebut, bukti-bukti yang dikumpulkan oleh organisasi hak asasi manusia menunjukkan bahwa kelompok militan tersebut seringkali beroperasi di wilayah padat penduduk, meningkatkan risiko bagi warga sipil selama konflik.
Permintaan evakuasi ini memunculkan pertanyaan tentang proporsionalitas tindakan militer. Hukum humaniter internasional mewajibkan pihak-pihak yang berkonflik untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang layak untuk meminimalkan kerugian sipil. Hal ini termasuk memberikan peringatan efektif sebelum serangan yang dapat mempengaruhi penduduk sipil. Namun, efektivitas peringatan dalam konteks Gaza, di mana ruang untuk evakuasi terbatas dan mobilitas penduduk terhambat oleh blokade, seringkali dipertanyakan.
Korban Berjatuhan dan Dampak Kemanusiaan yang Mengerikan
Serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam jumlah korban. Tim penyelamat Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 80 orang tewas dalam pengeboman Israel, termasuk 59 orang di Jalur Gaza utara. Pejabat pertahanan sipil Mohammed al-Mughayyir menyampaikan kepada AFP bahwa jumlah korban tewas terus bertambah akibat pemboman yang intensif.
Selain korban tewas, ratusan orang lainnya dilaporkan terluka, dan ribuan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan. Rumah sakit dan pusat kesehatan di Gaza kewalahan oleh masuknya korban luka-luka, dan kekurangan pasokan medis memperparah krisis tersebut. Organisasi kemanusiaan berjuang untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi, yang membutuhkan tempat tinggal, makanan, air bersih, dan perawatan medis.
Dampak psikologis dari konflik tersebut juga sangat besar. Anak-anak di Gaza telah terpapar pada kekerasan dan trauma yang tak terbayangkan, dan banyak dari mereka menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan masalah kesehatan mental lainnya. Kehilangan orang yang dicintai, kehancuran rumah, dan rasa takut yang konstan akan serangan telah meninggalkan bekas luka emosional yang mendalam pada seluruh populasi.
Reaksi Internasional: Seruan untuk De-eskalasi
Permintaan evakuasi dan peningkatan kekerasan di Gaza telah memicu kecaman luas dari komunitas internasional. PBB, Uni Eropa, dan negara-negara anggota lainnya telah menyerukan de-eskalasi dan mendesak semua pihak untuk menghormati hukum humaniter internasional. Mereka menekankan pentingnya melindungi warga sipil dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi.
Amerika Serikat, sekutu dekat Israel, telah menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya jumlah korban sipil dan menyerukan untuk segera menghentikan permusuhan. Utusan khusus AS, Steve Witkoff, melakukan perjalanan ke wilayah tersebut untuk melakukan mediasi antara pihak-pihak yang berkonflik dan mencari cara untuk mencapai gencatan senjata. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan sempat berbicara dengan Witkoff mengenai pembebasan para tawanan di tengah konflik yang berkecamuk.
Mesir, yang memiliki perbatasan dengan Gaza, telah memainkan peran kunci dalam upaya mediasi sebelumnya. Negara tersebut menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan antara Israel dan Hamas untuk membahas penghentian permusuhan dan mencari solusi jangka panjang untuk konflik tersebut. Namun, prospek keberhasilan pembicaraan tersebut tetap tidak pasti, mengingat ketidakpercayaan yang mendalam dan tuntutan yang saling bertentangan dari kedua belah pihak.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk meredakan ketegangan termasuk gencatan senjata segera yang diawasi oleh pihak ketiga yang netral, pembukaan kembali perbatasan Gaza untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan material rekonstruksi, dan pembicaraan substantif antara Israel dan Palestina untuk membahas masalah-masalah inti seperti status Yerusalem, pengungsi Palestina, dan permukiman Israel di Tepi Barat.
Sementara itu, warga sipil di Gaza terus menghadapi masa depan yang tidak pasti, terperangkap di tengah-tengah konflik yang tampaknya tidak ada akhirnya. Kebutuhan mendesak adalah menghentikan kekerasan dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan. Komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk mengambil tindakan untuk melindungi warga sipil, mempromosikan akuntabilitas atas pelanggaran hukum internasional, dan mendukung upaya menuju solusi damai dan berkelanjutan untuk konflik Israel-Palestina. Eskalasi terbaru ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan pendekatan baru yang mengatasi akar penyebab konflik dan menciptakan prospek yang lebih baik bagi semua orang di wilayah tersebut.