Visa Pelajar Dicabut, Benarkah karena Dukung Palestina?

Baru-baru ini, ribuan visa pelajar internasional dicabut oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Tindakan ini menimbulkan berbagai pertanyaan: Apa sebenarnya yang menjadi penyebab pencabutan ini? Apakah ada kaitannya dengan dukungan terhadap Palestina, ataukah ada alasan lain yang lebih mendasar? Mari kita bedah lebih dalam isu ini dan dampaknya.
Mengapa Visa Pelajar Dicabut? Inilah Beberapa Alasannya
Menurut pernyataan resmi dari Departemen Luar Negeri AS, pencabutan visa ini didasarkan pada beragam pelanggaran yang dilakukan oleh para pemegang visa.
Pelanggaran Hukum dan Masa Tinggal yang Melebihi Batas
"Sebagian besar visa dibatalkan karena pelanggaran hukum AS," ungkap Departemen Luar Negeri AS kepada sejumlah media. Pelanggaran ini meliputi tindakan seperti penyerangan, mengemudi dalam keadaan mabuk (DUI), dan perampokan. Lebih lanjut, banyak visa juga dicabut karena para pelajar tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan. Hal ini jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hukum imigrasi AS dan menjadi dasar yang sah untuk pencabutan visa. Departemen Luar Negeri AS menyampaikan kepada BBC bahwa lebih dari 6.000 visa pelajar telah dicabut karena alasan ini.
Dukungan Terorisme: Alasan yang Kontroversial
Satu hal yang menarik perhatian adalah alasan "mendukung terorisme" yang juga disebut sebagai salah satu penyebab pencabutan visa. Walaupun Departemen Luar Negeri AS tidak memberikan rincian spesifik mengenai definisi "dukungan terorisme" dalam konteks ini, spekulasi muncul bahwa hal ini berkaitan dengan mahasiswa yang menyuarakan dukungan untuk Palestina. Pemerintah AS menilai tindakan ini sebagai perilaku antisemit. Perlu diingat bahwa pemerintahan sebelumnya memang dikenal cukup tegas terhadap mahasiswa yang aktif dalam isu-isu politik, terutama yang berhubungan dengan Timur Tengah. Departemen Luar Negeri AS juga menyampaikan bahwa sekitar 200-300 visa dicabut karena "terorisme yang dilakukan di bawah INA 3B", kode yang mendefinisikan "aktivitas teroris" sebagai tindakan yang membahayakan nyawa atau melanggar hukum AS.
Kebijakan Imigrasi yang Semakin Ketat
Pencabutan visa pelajar ini terjadi di tengah kebijakan imigrasi yang lebih ketat, yang diinisiasi oleh pemerintahan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memperketat pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk dan tinggal di AS.
Penyaringan Ketat Lewat Media Sosial
Sebagai bagian dari upaya tersebut, pemerintah AS bahkan meminta semua pemohon visa untuk mengungkapkan akun media sosial mereka. Tujuannya? Mencari "indikasi permusuhan terhadap warga negara, budaya, pemerintah, institusi, atau prinsip-prinsip dasar Amerika Serikat." Pejabat Departemen Luar Negeri AS juga diinstruksikan untuk menyaring pemohon visa yang "mengadvokasi, membantu, atau mendukung lembaga atau sosok yang telah ditetapkan sebagai teroris asing" atau yang melakukan tindakan "pelecehan atau kekerasan yang bersifat anti-Semit." Kebijakan ini tentu saja memicu kontroversi, karena dianggap melanggar privasi dan kebebasan berpendapat. Awal tahun ini, pemerintahan Trump sempat menghentikan sementara penjadwalan janji temu pembuatan visa untuk pelajar internasional.
Reaksi dan Kontroversi yang Muncul
Pencabutan visa pelajar ini sontak memicu beragam reaksi dan kontroversi.
Penentangan dari Partai Demokrat
Partai Demokrat secara terbuka menentang upaya pemerintahan Trump untuk mencabut visa pelajar. Mereka menganggap langkah ini sebagai "serangan terhadap proses hukum" dan "kebebasan akademik." Kritikus berpendapat bahwa kebijakan ini bersifat diskriminatif dan menghambat pertukaran budaya dan pengetahuan antara AS dan negara lain. Mereka juga khawatir akan dampak negatifnya terhadap citra AS sebagai negara tujuan studi yang menarik bagi pelajar internasional.
Seberapa Pentingkah Pelajar Internasional bagi AS?
Pada tahun ajaran 2023-2024, tercatat lebih dari 1,1 juta siswa internasional dari lebih dari 210 negara terdaftar di perguruan tinggi AS. Angka ini menunjukkan betapa vitalnya peran pelajar internasional dalam ekosistem pendidikan tinggi AS.
Kontribusi Pelajar dari Indonesia
Dari jumlah tersebut, sekitar 8.348 pelajar berasal dari Indonesia. Kontribusi mereka tidak hanya dalam bentuk biaya kuliah, tetapi juga melalui perspektif baru dan pengalaman belajar yang memperkaya bagi mahasiswa AS.
Pada bulan Mei, Marco Rubio, Menteri Luar Negeri AS, memperkirakan bahwa "ribuan" visa pelajar telah dibatalkan sejak Januari. "Kami akan terus mencabut visa orang-orang yang berada di sini sebagai tamu dan mengganggu fasilitas pendidikan tinggi kami," tegasnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pencabutan visa pelajar mungkin akan terus berlanjut.
Sampai saat ini, belum ada informasi terbaru mengenai kebijakan pemerintahan saat ini terhadap visa pelajar yang dicabut. Namun, isu ini tetap menjadi sorotan bagi pelajar internasional dan komunitas pendidikan di seluruh dunia. Implikasi dari pencabutan visa, baik karena pelanggaran hukum maupun dugaan dukungan terhadap terorisme, akan terus dirasakan dalam jangka panjang. Keseimbangan antara keamanan nasional dan iklim pendidikan yang terbuka dan inklusif bagi pelajar dari seluruh dunia adalah tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah AS.