TERBARU

Kapan Mesir Kirim Pasukan ke Gaza? Ini Syaratnya!

Kapan Mesir Kirim Pasukan ke Gaza? Ini Syaratnya!


Di tengah upaya keras meredakan konflik yang tak berkesudahan di Jalur Gaza, Mesir membuka opsi untuk mengirimkan pasukan. Namun, Kairo mengajukan syarat yang tak bisa ditawar: restu penuh dari resolusi Dewan Keamanan PBB dan adanya kejelasan mengenai "horison politik" yang menjamin stabilitas Gaza setelah konflik usai.

Syarat Mutlak dari Mesir: Resolusi PBB dan Horison Politik yang Jelas

Keterlibatan Mesir dalam menstabilkan Gaza pasca-konflik tidak datang tanpa prasyarat. Dua hal mendasar yang menjadi pegangan Kairo adalah dukungan dari resolusi Dewan Keamanan PBB dan visi yang jelas mengenai masa depan politik Gaza.

Mandat PBB: Bukan Sekadar Legitimasi, tapi Juga Akuntabilitas

Mesir sangat menekankan perlunya mandat yang jelas dari Dewan Keamanan PBB. Bagi Kairo, resolusi ini bukan hanya sekadar dasar hukum dan legitimasi bagi kehadiran pasukan internasional di Gaza. Lebih dari itu, resolusi ini harus menyediakan kerangka kerja yang komprehensif, termasuk batasan kewenangan, tujuan yang terukur, dan mekanisme akuntabilitas yang transparan.

"Kami siap membantu, tetapi harus ada resolusi Dewan Keamanan PBB dengan mandat yang jelas," tegas Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, saat konferensi pers di perbatasan Rafah, Senin (18/8/2025). Abdelatty menambahkan bahwa resolusi tersebut harus secara spesifik mendefinisikan peran dan tanggung jawab pasukan internasional, serta menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung operasi mereka. Tanpa resolusi yang kuat, keterlibatan militer berisiko kontraproduktif dan gagal mencapai stabilitas.

Horison Politik: Lebih dari Sekadar Gencatan Senjata

Selain dukungan PBB, Mesir juga menuntut adanya "horison politik" yang jelas bagi masa depan Gaza. Ini berarti adanya visi konkret tentang bagaimana wilayah tersebut akan dikelola dan diperintah setelah konflik berakhir. Visi tersebut harus mencakup langkah-langkah untuk rekonsiliasi politik, pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup warga Gaza. Tanpa prospek politik yang jelas, kehadiran pasukan internasional hanya akan menjadi solusi sementara yang tak menyentuh akar masalah.

"Tanpa horison politik, pengerahan pasukan apa pun ke sana akan sia-sia," kata Abdelatty. Menurutnya, kerangka politik yang kuat akan memungkinkan pasukan internasional beroperasi lebih efektif dan membantu warga Palestina mewujudkan negara mereka sendiri.

Peran PLO dan Otoritas Palestina: Kunci Persatuan dan Stabilitas

Mesir terus menyerukan persatuan Palestina di bawah payung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). PLO, yang mendominasi Otoritas Palestina (PA), dipandang sebagai mitra penting dalam proses perdamaian. Kairo meyakini bahwa persatuan di bawah kepemimpinan PLO akan memperkuat posisi Palestina dalam negosiasi dengan Israel dan memastikan representasi yang lebih efektif bagi kepentingan rakyat Palestina.

PA pernah memerintah Jalur Gaza sebelum kehilangan kendali pada 2007 dalam bentrokan dengan Hamas. Kembalinya PA ke Gaza, dengan dukungan PLO, dipandang sebagai langkah krusial menuju stabilitas dan rekonsiliasi. Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, menyatakan bahwa sebuah komite sementara akan mengelola Jalur Gaza setelah perang berakhir, dengan wewenang penuh di tangan pemerintah Palestina.

"Kita tidak menciptakan entitas politik baru di Gaza. Sebaliknya, kita mengaktifkan kembali institusi-institusi di Negara Palestina dan pemerintahannya di Gaza," kata Mustafa, menegaskan komitmen untuk membangun kembali pemerintahan yang stabil dan akuntabel di wilayah tersebut.

Respons Hamas: Akankah Melepaskan Kendali?

Meskipun Hamas sebelumnya menyambut baik gagasan "komite sementara" untuk mengawasi upaya bantuan, rekonstruksi, dan pemerintahan, belum jelas apakah kelompok itu bersedia melepaskan kendali atas wilayah tersebut. Keengganan Hamas untuk menyerahkan kekuasaan bisa menjadi batu sandungan utama dalam upaya mencapai solusi politik yang komprehensif.

Hamas telah menguasai Jalur Gaza sejak 2007, dan kelompok ini telah membangun jaringan pemerintahan dan keamanan yang kuat di wilayah tersebut. Setiap rencana pasca-konflik harus mempertimbangkan kepentingan dan kekhawatiran Hamas, dan dialog konstruktif antara semua pihak sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua.

Klaim Israel: Kontrol Penuh, Tanpa Pemerintahan Langsung?

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Tel Aviv berencana mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza setelah perang berakhir, tetapi tidak berniat untuk memerintahnya secara langsung. Netanyahu ingin menyerahkan kendali kepada "Pasukan Arab yang akan memerintah dengan benar, tanpa mengancam kami, dan memberikan kehidupan yang baik bagi warga Gaza."

Klaim Israel atas kendali Gaza menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan wilayah tersebut. Banyak pengamat khawatir bahwa pendudukan Israel yang berkepanjangan akan memperburuk situasi kemanusiaan dan memperpanjang konflik. Mesir, bersama masyarakat internasional, menyerukan solusi politik yang adil dan berkelanjutan yang menghormati hak-hak rakyat Palestina.

"Israel harus memahami bahwa tidak ada solusi militer untuk konflik ini. Hanya solusi politik yang dapat membawa perdamaian dan stabilitas jangka panjang," tegas Abdelatty.

Situasi di Jalur Gaza masih sangat dinamis dan tidak pasti. Keberhasilan upaya perdamaian bergantung pada kemauan semua pihak untuk berkompromi dan bekerja sama menuju solusi yang adil dan berkelanjutan. Partisipasi Mesir, dengan dukungan PBB dan komitmen terhadap horison politik yang jelas, bisa menjadi kunci untuk membuka jalan menuju perdamaian di wilayah yang telah lama dilanda konflik. Masa depan Gaza, dan stabilitas kawasan secara keseluruhan, tergantung pada langkah-langkah yang diambil dalam beberapa bulan mendatang.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment