TERBARU

Palestina, Secercah Harapan dari Dunia?

Palestina, Secercah Harapan dari Dunia?


Di tengah konflik Palestina-Israel yang tak kunjung usai, Majelis Umum PBB baru-baru ini mengadopsi resolusi yang kembali menghidupkan harapan akan perdamaian. Resolusi ini menegaskan kembali komitmen global terhadap solusi dua negara, sebuah visi yang sayangnya masih menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Sebagian kalangan melihatnya sebagai lembaran baru bagi Palestina, sementara yang lain khawatir langkah ini justru memperkeruh suasana di lapangan.

Sorotan Dunia Tertuju pada Upaya Perdamaian Palestina-Israel

Voting di Markas PBB

Pada hari Jumat, 12 September 2025, sebuah pemandangan penting tersaji di markas besar PBB, New York, AS. Mayoritas negara anggota Majelis Umum memberikan suara mendukung resolusi yang bertujuan mewujudkan negara Palestina yang damai, tanpa kehadiran kelompok bersenjata. Voting ini menjadi perhatian utama dunia, dengan harapan membuka jalan bagi perundingan damai yang konstruktif. Hasil pemungutan suara menunjukkan dukungan kuat terhadap solusi dua negara, meskipun tantangan implementasinya tetap menjadi pekerjaan rumah besar.

Apa Isi Resolusi Ini?

Resolusi tersebut akhirnya disetujui dengan 142 suara mendukung, 10 suara menentang, dan 12 abstain. Negara-negara yang menolak resolusi ini termasuk Israel, Amerika Serikat, Argentina, Hungaria, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Paraguay, dan Tonga. Deklarasi ini secara tegas menuntut agar kelompok bersenjata di wilayah tersebut menyerahkan persenjataan, membebaskan sandera yang ditawan, dan mengakhiri kendali mereka di Gaza. Lebih lanjut, resolusi ini membuka opsi untuk mengerahkan misi stabilisasi internasional sementara di bawah mandat Dewan Keamanan PBB. Tujuan utama dari langkah ini adalah menciptakan lingkungan yang aman dan stabil, yang sangat penting bagi keberhasilan proses perdamaian.

Reaksi Internasional: Antara Dukungan dan Penolakan

Penolakan Israel: PBB Dianggap "Sirkus Politik"

Israel dengan cepat menyampaikan penolakan keras terhadap resolusi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB. Oren Marmorstein, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, menyatakan bahwa Tel Aviv menolak resolusi tersebut secara mentah-mentah. Dalam pernyataannya melalui media sosial X pada hari Sabtu, 13 September 2025, Marmorstein menyebut keputusan itu "memalukan" dan menuduh PBB telah berubah menjadi "sirkus politik yang terlepas dari kenyataan". Ia juga berpendapat bahwa resolusi tersebut tidak akan membawa perdamaian. "Resolusi ini tidak memajukan solusi perdamaian, sebaliknya, resolusi ini mendorong kelompok bersenjata untuk melanjutkan konflik," tegasnya. Israel juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada negara-negara yang turut menolak resolusi tersebut, termasuk Amerika Serikat, Argentina, dan beberapa negara Pasifik. Penolakan ini menyoroti perbedaan pandangan yang signifikan dalam upaya mencapai perdamaian.

Harapan Baru dari Palestina

Berbanding terbalik dengan respons Israel, otoritas Palestina menyambut baik hasil pemungutan suara ini. Wakil Presiden Palestina, Hussein al-Sheikh, menggambarkan resolusi ini sebagai tonggak bersejarah. Dalam tanggapannya melalui media sosial X pada Sabtu, 13 September 2025, Al-Sheikh menyatakan, "Resolusi ini menunjukkan kesediaan internasional untuk mendukung hak-hak rakyat kami dan merupakan langkah penting untuk mengakhiri pendudukan dan mewujudkan negara merdeka kami atas dasar perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya." Ia menambahkan bahwa dukungan mayoritas negara anggota PBB mencerminkan komitmen global untuk menghidupkan kembali solusi dua negara yang adil dan berkelanjutan. Sambutan positif ini mencerminkan harapan besar dari rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan.

Kecaman Keras Pakistan terhadap Israel

Selain Palestina, dukungan juga datang dari Pakistan, yang sekaligus menyampaikan kecaman keras terhadap Israel. Duta Besar Pakistan untuk PBB, Asim Iftikhar Ahmad, menuduh Israel berpura-pura menjadi korban, padahal justru bertindak sebagai agresor. "Tidak dapat diterima, bahkan menggelikan, bagi seorang agresor, penjajah, pelanggar berantai terhadap Piagam PBB dan hukum internasional - yaitu Israel - untuk menyalahgunakan ruang sidang ini," ujar Ahmad dalam sidang Dewan Keamanan PBB, seperti yang dilaporkan oleh Al Arabiya pada Sabtu, 13 September 2025.

Ahmad menuduh Israel bertindak tanpa hukuman dan mengabaikan komunitas internasional. Sidang DK PBB kemudian mengadopsi pernyataan bersama yang mengutuk serangan Israel ke Qatar dan menyatakan dukungan terhadap peran Qatar dalam mediasi konflik Gaza. Pernyataan ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan yang tajam dalam opini internasional mengenai konflik tersebut.

Sementara itu, sejumlah negara lain belum memberikan pernyataan resmi terkait resolusi ini. Para analis politik memperkirakan bahwa reaksi dari negara-negara Eropa akan bervariasi, dengan beberapa negara kemungkinan besar akan mendukung resolusi tersebut, sementara yang lain mungkin mengambil sikap yang lebih hati-hati. Faktor-faktor seperti hubungan bilateral dengan Israel dan pertimbangan geopolitik regional akan memainkan peran penting dalam membentuk respons masing-masing negara.

Menurut data terbaru dari PBB, konflik Palestina-Israel telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade, menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi kedua belah pihak. Upaya perdamaian sebelumnya belum berhasil mencapai solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.

Implikasi jangka panjang dari resolusi Majelis Umum PBB ini masih belum sepenuhnya jelas. Namun, resolusi ini memberikan kerangka kerja untuk upaya perdamaian di masa depan. Keberhasilan implementasi resolusi ini akan sangat bergantung pada kemauan politik dari semua pihak yang terlibat, serta dukungan yang kuat dari komunitas internasional.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment