Hamas Bereaksi Keras Soal Rencana AS Atur Gaza Sampai 10 Tahun!

Hamas Murka: Rencana AS Kuasai Gaza dan Relokasi Warga Dikecam Keras!
Kelompok Hamas melayangkan kecaman pedas terhadap rencana yang sedang digodok oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Usulan kontroversial itu menyebutkan agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduknya.
Ide ini terungkap setelah laporan media, termasuk dari The Washington Post, membocorkan adanya prospektus inisiatif yang memicu badai kritik. Reaksi keras pun tak terhindarkan, mempertanyakan masa depan wilayah tersebut dan nasib warga Palestina.
Kontroversi Rencana AS untuk Gaza
Usulan ini langsung memicu perdebatan sengit, mengingat betapa sensitifnya situasi di Gaza dan konflik yang tak kunjung usai. Gagasan ini muncul di tengah upaya damai internasional yang terus diupayakan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Bocoran dari The Washington Post
Laporan The Washington Post mengungkapkan bahwa Gedung Putih, di bawah kepemimpinan Trump, mempertimbangkan rencana menjadikan Gaza sebagai wilayah perwalian Amerika Serikat selama setidaknya 10 tahun. Tujuan ambisiusnya? Mengubah Gaza menjadi pusat pariwisata dan teknologi tinggi. Surat kabar itu mengutip dokumen setebal 38 halaman yang merinci inisiatif tersebut.
Tujuan Mulia atau Mimpi di Siang Bolong?
Rencana tersebut, konon, memiliki ambisi besar untuk merevitalisasi Gaza. Lebih dari sekadar peningkatan ekonomi melalui pariwisata dan teknologi, rencana ini juga mencakup pembangunan infrastruktur masif dan peningkatan kualitas hidup. Namun, detail bagaimana tujuan-tujuan ini akan direalisasikan masih menjadi tanda tanya besar.
Relokasi Penduduk Gaza: Bom Waktu?
Salah satu aspek paling memicu kontroversi adalah usulan relokasi seluruh penduduk Gaza. Rencana itu menyerukan relokasi, setidaknya sementara, baik melalui kepergian "sukarela" ke negara lain atau pemindahan ke zona-zona terbatas dan aman di dalam wilayah tersebut. Usulan ini memicu kekhawatiran mendalam tentang potensi pemindahan paksa dan dampaknya bagi hak-hak warga Palestina.
Reaksi Keras Hamas
Hamas, yang kini menguasai Jalur Gaza, tak tinggal diam. Mereka mengecam rencana itu sebagai upaya untuk merampas hak-hak warga Palestina dan mengganggu stabilitas di wilayah tersebut.
Bassem Naim: "Gaza Tidak Dijual!"
Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, dengan tegas menolak proposal tersebut. "Gaza tidak untuk dijual," tegasnya. Ia menambahkan bahwa Gaza adalah bagian integral dari tanah air Palestina. Pernyataan ini mencerminkan penolakan keras terhadap upaya apa pun untuk memisahkan Gaza dari Palestina.
Menolak Rencana yang "Menelantarkan" Rakyat Palestina
Seorang pejabat Hamas lainnya, yang berbicara anonim, mengatakan kepada AFP bahwa kelompoknya "menolak semua rencana yang menelantarkan rakyat kami dan mempertahankan penjajah di tanah kami." Ia menambahkan bahwa proposal semacam itu "tidak berarti dan tidak adil," dan menyatakan bahwa tidak ada detail inisiatif yang dikomunikasikan kepada Hamas.
Kecaman Meluas dan Trauma "Nakba"
Rencana ini memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk dunia Arab dan warga Palestina. Banyak yang melihatnya sebagai upaya untuk mengulang tragedi "Nakba" tahun 1948.
Dunia Arab dan Warga Palestina Bersatu Mengecam
Gagasan Trump untuk mengubah Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah" setelah memindahkan penduduk Palestina dan menempatkannya di bawah kendali Amerika menuai kecaman keras dari seluruh dunia Arab, termasuk dari warga Palestina sendiri.
Trauma Pemindahan Paksa
Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka meninggalkan tanah mereka akan mengingatkan mereka pada "Nakba" (bencana), yaitu pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948. Kekhawatiran akan pemindahan paksa inilah yang menjadi alasan utama penolakan keras terhadap rencana tersebut.
Rencana Amerika Serikat untuk Jalur Gaza ini telah memicu kontroversi dan perdebatan yang intens. Pertanyaan mendasar tentang masa depan wilayah tersebut, hak-hak warga Palestina, dan peran kekuatan eksternal dalam konflik Israel-Palestina pun kembali mencuat. Dampak jangka panjang rencana ini masih belum jelas, tetapi reaksi keras menunjukkan sensitivitas dan kompleksitas masalah yang terlibat. Dialog inklusif dan upaya bersama diperlukan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi Gaza dan mencapai masa depan yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat.