TERBARU

Geger! Israel Mantapkan Langkah Bangun Permukiman Baru di Tepi Barat

Geger! Israel Mantapkan Langkah Bangun Permukiman Baru di Tepi Barat


Lampu Hijau untuk Permukiman Baru Israel di Tepi Barat Picu Kecaman Global

Persetujuan Israel untuk pembangunan ribuan unit rumah baru di Tepi Barat menuai badai kritik internasional. Langkah ini dikhawatirkan akan semakin menjauhkan harapan perdamaian dengan Palestina. Gelombang protes pun bermunculan, mendesak Israel menghentikan aktivitas yang dianggap ilegal di mata hukum internasional.

Persetujuan Kontroversial Pembangunan Permukiman

Komite perencanaan Israel baru saja mengetuk palu, menyetujui pembangunan permukiman baru di Tepi Barat. Keputusan yang diumumkan pada Rabu (20/08) ini berpotensi mengubah peta demografi wilayah tersebut dan kian menjauhkan impian solusi dua negara. Rencananya, sekitar 3.500 unit apartemen akan dibangun di area E1, yang terletak di sebelah timur Yerusalem, memperluas permukiman Maale Adumim.

Proyek ambisius ini membidik lahan seluas 12 kilometer persegi. Lokasinya yang strategis dinilai krusial untuk kesinambungan wilayah Palestina. Jika terealisasi, pembangunan ini akan membelah Tepi Barat menjadi dua, memisahkan wilayah utara dan selatan, sehingga pembentukan negara Palestina yang terhubung secara geografis dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya menjadi mimpi yang sulit diwujudkan.

Guy Yifrach, Wali Kota Maale Adumim, menyambut gembira persetujuan ini. "Dengan bangga saya umumkan bahwa beberapa saat lalu, administrasi sipil telah menyetujui perencanaan pembangunan kawasan E1," ujarnya. Pernyataan ini menggambarkan antusiasme para pendukung permukiman, sekaligus menyoroti kontroversi yang menyelimuti proyek tersebut.

Pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat adalah isu pelik yang telah lama menjadi sandungan dalam proses perdamaian. Komunitas internasional secara luas menganggap permukiman ini ilegal menurut hukum internasional dan sebagai penghalang utama bagi perdamaian. Aktivitas ini dinilai mengubah fakta di lapangan, menggerogoti wilayah yang diperuntukkan bagi negara Palestina di masa depan, dan merusak kepercayaan antara kedua belah pihak.

Reaksi Internasional: Solusi Dua Negara Terancam?

Persetujuan pembangunan permukiman baru ini langsung memicu kecaman dari berbagai penjuru dunia, termasuk organisasi internasional, negara-negara Eropa, dan kelompok hak asasi manusia. Kekhawatiran utamanya adalah proyek ini akan semakin mengubur kemungkinan solusi dua negara dan memperburuk kondisi kemanusiaan warga Palestina.

Kecaman Keras dari PBB dan Aktivis HAM Palestina

PBB dan para aktivis hak asasi manusia Palestina tak tinggal diam, mengecam keras rencana tersebut. Mereka mewanti-wanti bahwa pembangunan permukiman akan mencabik-cabik wilayah Palestina dan membuat solusi dua negara menjadi mustahil. Proyek ini dipandang sebagai pelanggaran hukum internasional dan upaya untuk mengubah demografi Tepi Barat secara permanen.

"Rencana ini merupakan pukulan telak bagi prospek perdamaian," tegas juru bicara PBB. "Kami mendesak Israel untuk menghentikan semua aktivitas permukiman dan menghormati kewajibannya berdasarkan hukum internasional."

Aviv Tatarsky, peneliti dari organisasi Ir Amim, bahkan menyebut rencana pembangunan permukiman ini akan membuat negara Palestina "tidak mungkin terwujud." Ia menambahkan, proyek tersebut akan memecah Tepi Barat menjadi bagian utara dan selatan, mempersulit warga Palestina membangun negara yang berkelanjutan.

Penolakan Tegas dari Jerman

Jerman, yang dikenal sebagai sekutu dekat Israel, turut menyuarakan penolakannya. Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, yang tengah berkunjung ke Indonesia pada hari pengumuman persetujuan, menyatakan, "Rencana seperti ini, jika dilaksanakan, akan bertentangan dengan hukum internasional dan akan membuat solusi dua negara menjadi mustahil."

Pernyataan ini menggarisbawahi kekhawatiran mendalam di Eropa terkait dampak proyek permukiman terhadap proses perdamaian. Kementerian Luar Negeri Jerman sebelumnya juga telah mendesak Israel untuk "menghentikan pembangunan permukiman," dan menegaskan bahwa Jerman hanya akan mengakui perubahan batas wilayah 4 Juni 1967, yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang berseteru.

"Pembangunan permukiman melanggar hukum internasional dan resolusi relevan dari Dewan Keamanan PBB," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman. "Hal tersebut memperumit solusi dua negara yang sedang dibahas dan mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat, seperti yang diminta oleh Mahkamah Internasional atau International Court of Justice."

Dukungan dari Kubu Sayap Kanan Israel

Di tengah badai kecaman internasional, rencana pembangunan permukiman baru ini justru mendapat dukungan kuat dari kalangan sayap kanan Israel. Menteri Keuangan Israel dari kelompok sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang mengumumkan rencana tersebut pekan lalu, menyebut persetujuan pembangunan ini sebagai momen "bersejarah" dan sindiran telak bagi negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris yang berencana mengakui negara Palestina pada September 2025.

"Negara Palestina sedang dihapus dari meja, bukan dengan slogan tetapi dengan tindakan," tegas Bezalel Smotrich. Pernyataan ini mencerminkan pandangan yang berkembang di kalangan sayap kanan Israel bahwa solusi dua negara sudah tidak mungkin dan Israel harus mempertahankan kendali atas seluruh wilayah Tepi Barat.

Kementerian Keuangan Israel bahkan mengeluarkan pernyataan bahwa rencana permukiman baru itu "mengubur ide akan negara Palestina." Pemerintah Israel juga mengkritik negara-negara yang berkomitmen mengakui Palestina sebagai negara, menyebut pengakuan itu sebagai "hadiah untuk Hamas" menyusul serangan teror 7 Oktober 2023.

Persetujuan pembangunan permukiman baru di Tepi Barat ini semakin memperlebar jurang pemisah antara Israel dan Palestina serta komunitas internasional. Sementara Israel berkeras permukiman adalah haknya, Palestina dan komunitas internasional menganggapnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan penghalang utama bagi perdamaian. Dengan rencana pembangunan yang terus berlanjut, prospek solusi dua negara tampak kian menjauh, dan masa depan wilayah tersebut masih buram. Langkah ini juga memicu kembali perdebatan mengenai legitimasi permukiman Israel dan peran komunitas internasional dalam mendorong perdamaian. Pertanyaan besarnya, apakah tekanan internasional yang meningkat akan cukup untuk mengubah arah kebijakan Israel dan menghidupkan kembali harapan untuk solusi yang adil dan berkelanjutan bagi konflik yang telah berlangsung lama ini?

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment