Hamas di Palestina, Gerakan Perlawanan atau Teroris? Ini Faktanya!
![]() |
Hamas di Palestina, Gerakan Perlawanan atau Teroris Ini Faktanya! |
Qumedia - Pada 25 Januari 2006, dunia menyaksikan momen bersejarah dalam politik Palestina. Hamas, yang dalam bahasa Arab disebut Harakah Muqâwamah Al-Islamiyyah, berhasil memenangkan pemilu Palestina yang berlangsung secara demokratis.¹ Namun, kemenangan ini tidak diterima begitu saja oleh Amerika Serikat dan Israel. Sejak Hamas mengambil alih pemerintahan di bawah Perdana Menteri Ismail Haniya, tekanan dari Barat semakin kuat. Embargo ekonomi, pemutusan bantuan luar negeri, hingga serangan militer menjadi cara untuk menggulingkan Hamas dan mengembalikan kekuasaan kepada Fatah—partai yang dianggap lebih sesuai dengan kepentingan Barat.²
Seperti dijelaskan dalam artikel "Sisi Lain Hamas: Kenapa Kita (Mesti) Peduli?" yang ditulis oleh Tiar Anwar Bachtiar di persis.or.id, tindakan keras terhadap Hamas ini menunjukkan standar ganda dalam demokrasi. Ketika rakyat Palestina memilih pemimpin mereka secara sah, hasilnya justru ditolak oleh negara-negara yang selama ini mengaku sebagai penjaga demokrasi.
Hamas di Mata Media dan Realitas yang Berbeda
Di banyak media arus utama, Hamas sering kali dikaitkan dengan radikalisme dan kekerasan. Sebutan sebagai "teroris" datang dari narasi politik yang dibangun oleh Amerika Serikat dan sekutunya.³ Namun, apakah Hamas benar-benar hanya kelompok bersenjata yang bergerak dalam perlawanan?
Seperti dijelaskan dalam artikel di persis.or.id, jauh sebelum Hamas terbentuk pada 1987, akar gerakannya sudah ada dalam Ikhwanul Muslimin cabang Palestina. Sejak 1960-an, kelompok ini mendirikan berbagai yayasan sosial yang fokus pada pendidikan, dakwah, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.⁴ Salah satu yang terbesar adalah Al-Majma‘ Al-Islamî, didirikan oleh Syaikh Ahmad Yasin—tokoh utama di balik berdirinya Hamas.
Dalam realitas sehari-hari, Hamas bukan sekadar organisasi politik atau militer, tetapi juga pelaku utama dalam pembangunan sosial di Palestina. Di tengah konflik yang berkepanjangan, Hamas tetap menjalankan sekolah, rumah sakit, dan program bantuan ekonomi yang membantu masyarakat bertahan hidup.⁵ Bahkan, mereka berhasil mengurangi ketergantungan ekonomi Palestina terhadap produk-produk Israel sejak 1989, sesuatu yang menjadi pukulan besar bagi kepentingan ekonomi Israel di wilayah tersebut.
Mengapa Hamas Mendapat Dukungan Rakyat?
Ketika Hamas memenangkan pemilu pada 2006, kemenangan itu bukan hanya karena ideologi keislaman mereka, tetapi lebih pada kepercayaan rakyat Palestina terhadap peran Hamas dalam kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Dalam kondisi sulit akibat blokade dan serangan Israel yang terus-menerus, Hamas tetap hadir di tengah rakyat, memberikan bantuan dan solusi nyata.
Dalam perspektif yang lebih luas, perlawanan yang dilakukan Hamas juga bukan tanpa dasar. Al-Qur’an sendiri membahas tentang hak untuk membela diri, seperti dalam firman Allah:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Baqarah: 190)
Senjata yang diangkat Hamas bukanlah bentuk agresi tanpa alasan, melainkan resistensi terhadap penindasan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Jika melihat dari sisi ini, menyamakan Hamas dengan kelompok teroris internasional seperti Al-Qaeda atau ISIS adalah sebuah simplifikasi yang keliru.
Israel, Amerika, dan Upaya Mengadu Domba
Setelah Hamas menang dalam pemilu, upaya untuk menjatuhkan mereka tidak berhenti hanya dengan tekanan ekonomi dan serangan militer. Salah satu strategi yang digunakan Israel dan Amerika adalah memprovokasi konflik internal antara Hamas dan Fatah.
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel "Sisi Lain Hamas: Kenapa Kita (Mesti) Peduli?", sejak awal 2007, bentrokan bersenjata mulai terjadi antara pendukung Hamas dan Fatah. Israel memainkan peran di balik layar dengan mendukung Fatah untuk menekan Hamas.⁶ Akhirnya, Presiden Palestina saat itu, Mahmoud Abbas, memecat Ismail Haniya dan menggantikannya dengan Salam Fayyad—tokoh yang dikenal dekat dengan Barat. Keputusan ini pun tidak sah secara hukum karena tidak mendapat persetujuan dari Palestinian Legislative Council (PLC) yang dikuasai Hamas.⁷
Kondisi ini menunjukkan bagaimana politik global sering kali ikut campur dalam kedaulatan negara lain. Dalam kasus Palestina, intervensi Amerika dan Israel membuat perpecahan semakin dalam, yang pada akhirnya memperburuk kondisi rakyat Palestina sendiri.
Hamas, Gerakan Perlawanan atau Teroris?
Seperti dijelaskan dalam artikel di persis.or.id, Hamas bukan hanya gerakan politik atau militer, tetapi juga memiliki peran besar dalam kehidupan sosial Palestina. Pandangan bahwa Hamas adalah teroris lahir dari propaganda politik yang ingin mendiskreditkan perjuangan rakyat Palestina.⁸
Tentu saja, tidak semua tindakan Hamas dapat dibenarkan sepenuhnya. Namun, jika menilai dari hak rakyat untuk membela diri, keberlanjutan sosial-ekonomi, dan peran nyata dalam membangun masyarakat, Hamas lebih dari sekadar kelompok bersenjata.
Mendukung Hamas bukan hanya soal membela gerakan Islam, tetapi juga tentang menolak ketidakadilan dan mendukung hak rakyat Palestina untuk merdeka dari penjajahan. Wallâhu A‘lam. Qumedia
Referensi
- Tiar Anwar Bachtiar. "Sisi Lain Hamas: Kenapa Kita (Mesti) Peduli?" Persis.or.id. Diakses pada Februari 2025.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.